Minggu, April 28, 2024

Politik Uang, Akar Korupsi

Iskan Habibi
Iskan Habibi
Sarjana Fakulas Hukum Universitas Ahmad Dahlan, Yogyakarta.

Menyongsong pesta demokrasi yang akan berlangsung tahun 2024, yang menjadi pertanyaan saat ini oleh berbagai kalangan, apakah pesta demokrasi masih akan terkontaminasi oleh praktik politik uang atau tidak? Tentu ini merupakan tanggungjawab kolektif untuk meminimalisir praktik tersebut salah satunya memberikan edukasi terhadap masyarakat perihal politik uang dan efek domino yang ditimbulkan.

Politik uang adalah praktik memberikan, menerima uang atau hadiah lainnya yang bertujuan untuk mempengaruhi keputusan politik dan/atau mempengaruhi pemberian hak suara pada pemilihan umum. Praktik politik uang ini dapat dilakukan oleh individu, partai politik, atau kelompok- kelompok tertentu yang ingin memperoleh pengaruh dalam proses politik.

Ada beberapa faktor yang mendorong munculnya politik uang, di antaranya adalah:

  1. Kekuasaan dan pengaruh: Politik uang sering kali digunakan oleh mereka yang memiliki kekuasaan dan ingin mempertahankannya atau memperluasnya.
  2. Biaya kampanye: Kampanye politik membutuhkan biaya yang besar, terutama dalam pemilihan umum yang besar. Hal ini membuat calon-calon yang tidak memiliki sumber daya keuangan yang cukup untuk berkompetisi dengan calon-calon yang lebih kaya.
  3. Lemahnya sistem politik: Sistem politik yang lemah atau tidak berfungsi dengan baik dapat memungkinkan praktik politik uang untuk berkembang.
  4. Kesenjangan sosial dan ekonomi: Kesenjangan sosial dan ekonomi yang tinggi dapat memperkuat praktik politik uang karena kelompok-kelompok yang lebih kaya memiliki lebih banyak sumber daya untuk mempengaruhi proses politik.

Politik uang dapat memiliki dampak yang merugikan pada demokrasi, mengabaikan hak-hak dan suara rakyat yang seharusnya menjadi keputusan dalam proses politik. Oleh karena itu, perlu ada upaya untuk menghilangkan praktik politik uang dalam proses pemilihan umum atau pemilihan kepala daerah.

Praktik politik uang dianggap sebagai suatu bentuk koruptif dan pelanggaran etika politik, karena pelaku politik uang mencoba memengaruhi hasil pemilihan dengan cara yang tidak fair dan tidak jujur. Praktik politik uang dapat merusak integritas proses demokrasi dan menciptakan ketidakadilan dalam pemilihan.

Negara-negara di seluruh dunia telah mengambil langkah-langkah untuk mencegah praktik politik uang dengan mengeluarkan undang-undang yang mengatur kampanye pemilihan dan memberikan sanksi pidana bagi pelaku politik uang. Namun, praktik politik uang masih sering terjadi dan sulit untuk dihilangkan sepenuhnya.

Penting untuk memerangi praktik politik uang dengan meningkatkan kesadaran masyarakat tentang bahayanya dan dengan memperkuat integritas dan transparansi dalam proses pemilu dan pilkada. Masyarakat juga dapat memainkan peran penting dalam mencegah praktik politik uang dengan memilih calon yang bersih dan jujur serta melaporkan pelanggaran yang terjadi kepada pihak yang berwenang.

Bagaimana pengaturan delik politik uang?

Politik uang dapat dijerat dengan hukum pidana di banyak negara di dunia. Banyak negara memiliki undang-undang yang melarang praktik politik uang dalam pemilihan umum atau proses politik lainnya dan memberikan sanksi pidana bagi pelanggar.

Sanksi pidana yang diberikan dapat bervariasi, tergantung pada undang-undang dan kebijakan di negara tersebut. Beberapa sanksi yang mungkin diterapkan termasuk denda, hukuman penjara, dan diskualifikasi dari pemilihan umum atau posisi politik.

Khususnya di Indonesia, larangan politik uang dalam pemilu sudah jelas diatur di dalam Undang-Undang No.7 tahun 2017 tentang pemilu, antara lain:

Pasal 515 : Setiap orang yang dengan sengaja pada saat pemungutan suara menjanjikan atau memberikan uang atau materi lainnya kepada Pemilih supaya tidak menggunakan hak pilihnya atau memilih Peserta Pemilu tertentu atau menggunakan hak pilihnya dengan cara tertentu sehingga surat suaranya tidak sah, dipidana dengan pidana penjara paling lama 3 (tiga) tahun dan denda paling banyak Rp36.000.000,00 (tiga puluh enam juta rupiah).

Pasal 523 ayat (1) : Setiap pelaksana, peserta, dan/atau tim Kampanye Pemilu yang dengan sengaja menjanjikan atau memberikan uang atau materi lainnya sebagai imbalan kepada peserta Kampanye Pemilu secara langsung ataupun tidak langsung sebagaimana dimaksud dalam Pasal 280 ayat (1) huruf  j dipidana dengan pidana penjara paling lama 2 (dua) tahun dan denda paling banyak Rp24.000.000,00 (dua puluh empat juta rupiah).

Pasal 523 ayat (2): Setiap pelaksana, peserta, dan/ atau tim Kampanye Pemilu yang dengan sengaja pada Masa Tenang menjanjikan atau memberikan imbalan uang atau materi lainnya kepada Pemilih secara langsung ataupun tidak langsung sebagaimana dimaksud dalam Pasal 278 ayat (2) dipidana dengan pidana penjara paling lama 4 (empat) tahun dan denda paling banyak Rp48.000.000,00 (empat puluh delapan juta rupiah).

Modus politik uang yang kerap kali digunakan seperti :

  1. Uang tunai: diberikan secara tunai, biasanya disertai dengan amplop dan bahan kampanye
  2. Paket sembako: diberikan dalam paket sembako, berisi beras, gula, minyak dll, yang dekamas dalam satu tempat seperti kantong plastic
  3. Uang sedekah: pada dasarnya pembagian uang tunai, namun biasanya tidak disertai bahan kampanye akan tetapi dilakukan dalam kegiatam-kegiatan keagamaan.
  4. Sumbangan pembangunan: pelaku memberikan sumbangan uang pembangunan fasilitas umum seperti, tempat ibadah, gedung olahraga, perbaikan jalan, dll.

Dari beberapa larangan politik uang dalam pasal tersebut  bahwa politik uang merupakan tindak pidana yang sangat serius untuk ditanggulangi karna merupakan kejahatan bagi demokrasi yang berujung tidak tercapai demokrasi subtansial.

Dijelaskan secara rinci baik dilakukan oleh setiap orang, peserta, tim kampanye, maupun setiap pelaksana. Dan dalam pasal ini juga dirincikan pada waktu perbuatannya baik menjelang pemungutan suara maupun masa pemungutan suara. Dengan adanya dasar hukum yang jelas, pelaku politik uang dapat dikenakan sanksi pidana yang tegas dan memadai.

Namun, menegakkan pasal tersebut, sangat sulit karena pelaku politik uang biasanya menggunakan metode rahasia dan sulit untuk ditemukan bukti yang cukup untuk menjerat pelaku.

Sebagaimana dalam kajian KPK bahwa penyelenggaraan pemilu dan pilkada 95,5 ditentukan oleh kekuatan uang, ini menandakan bahwa praktik politik uang sangat masif dan tidak linier dengan aspek penegakan hukumnya. Meskipun demikian, tindakan penegakan hukum harus tetap dilakukan untuk mengurangi praktik politik uang dan memperkuat demokrasi. Hal ini juga perlu didukung oleh kesadaran masyarakat tentang bahayanya politik uang dan urgensi memerangi praktik politik uang.

Akar Korupsi

Salah satu faktor yang menyebabkan korupsi adalah praktik politik uang. Mengapa demikian? Karna pemimpin yang terpilih melaui kontaminasi politik uang merupakan pemimpin yang tidak memiliki integritas, dan ada kecenderungan menggunakan jabatannya untuk mengembalikan modal politik sebelumnya dan mempersiapkan modal politik untuk mengikuti kontestasi pemilihan selanjutnya walau dengan cara korupsi.

Selain itu politik uang menimbulkan berbagai macam jenis korupsi, sebagaimana disebutkan oleh KPK bahwa politik uang merupakan “mother of corruption”  yang melahirkan praktek suap, gratifikasi atau jenis korupsi lainnya.

Iskan Habibi
Iskan Habibi
Sarjana Fakulas Hukum Universitas Ahmad Dahlan, Yogyakarta.
Facebook Comment

ARTIKEL TERPOPULER

Log In

Forgot password?

Don't have an account? Register

Forgot password?

Enter your account data and we will send you a link to reset your password.

Your password reset link appears to be invalid or expired.

Log in

Privacy Policy

Add to Collection

No Collections

Here you'll find all collections you've created before.