Selasa, Mei 7, 2024

Prabowo Presiden, Resolusi Disintegrasi Kelompok Agama?

Dzhilaal Bahalwan
Dzhilaal Bahalwan
Magister Studi Islam UIN Sunan Ampel Surabaya Direktur Adinara Institute Domisili Surabaya

Prabowo Subianto akhirnya menang setelah 20 tahun selalu penantian dalam kontestasi Presiden dan Wakil Presiden. Menantu Presiden Soeharto itupun akhirnya menjadi Presiden Republik Indonesia kedelapan.

Dalam lima tahun terakhir, Prabowo dapat disebut sebagai orang populer kedua setelah Jokowi. Maklum, Ma’ruf Amin tidak begitu moncer popularitasnya. Meski begitu, ada satu hal yang tidak dimiliki sama sekali oleh Prabowo jika dibandingkan dengan Ma’ruf Amin, yaitu emblem keagamaan.

Presiden Republik Indonesia akan selalu otomatis menjabat sebagai presiden dari seluruh agama. Meski bukan negara agama, namun Indonesia jelas menyatakan diri sebagai negara berketuhanan. Hakim Mahkamah Konstitusi, Arief Hidayat, dalam suatu acara di Universitas Maluku Utara pada Oktober 2023 menegaskan bahwa demokrasi di Indonesia harus dijalani berdasar pada ketuhanan, termasuk dalam berhukum. Lebih jauh, dirinya juga menyatakan tidak ada ruang bagi sikap anti-ketuhanan. Nilai yang bersifat vertikal-transendental tersebut menjadi fundamen etik dalam kehidupan berbangsa dan bernegara.

Dalam konteks Prabowo, ditambah Gibran sebagai Wakil Presiden, sama sekali tidak menunjukkan keterwakilan kelompok Islam. Partai-partai pengusung pun demikian. Namun yang menarik, Prabowo dalam dua kali kontestasi, mendapat dua dukungan kelompok yang bersebrangan satu sama lain, yaitu NU dan barisan 212.

Oleh karenanya menjadi menarik menerka masa depan nasib kelompok Islam dan umat Islam secara umum yang selama lima tahun ke depan dipimpin oleh pasangan pemimpin yang secara pribadi dan kelompok sama sekali tidak terafiliasi dengan anasir Islam apapun, namun sekaligus mendapat dukungan dari dua kelompok agama yang berbeda.

Prabowo Sosok non-Agama

Leluhur dan keluarga Prabowo bukanlah dari keluarga tokoh agama. Meski kakeknya, Margono Djojohadikusumo ialah ningrat muslim, namun bukan menjadi representasi kelompok Islam. Clifford Geertz menempatkan kelompok ningrat tersebut sebagai kelompok priyayi, bukan kelompok santri yang menjadi representasi kelompok Islam. Dua dari empat bersaudara Prabowo beragama Kristen.

Riwayat pendidikan Prabowo pun semakin memperkuat. Pendidikan Prabowo hanya seputar sekolah luar negeri seperti di Zurich Swiss dan The American School di London, Inggris. Setelahnya Prabowo menjalani pendidikan Akademi Militer di Indonesia hingga pendidikan militer nonformal di Jerman dan Amerika.

Pascapurna karir militer yang berakhir dengan jabatan Letnan Jendral, aktivisme Prabowo juga tidak berafiliasi dengan kelompok Islam. Tercatat dirinya menjabat sebagai ketua Ketua Umum Asosiasi Pedagang Pasar Seluruh Indonesia, Ketua Umum Himpunan Kerukunan Tani Indonesia, dan Ketua Umum Ikatan Pencak Silat Indonesia, hingga akhirnya menjadi ketua umum partai dan Menteri Pertahanan.

Gibran Rakabuming sebagai wakil pun melengkapi ketidaklengkapan profil ketua umum partai berlambang garuda tersebut. Pendidikan hingga karir Gibran tidak ada yang melekat dengan aktivisme Islam. Kondisi tersebut jelas berbeda dengan Joko Widodo yang meskipun dirinya tidak pernah terlibat aktivisme Islam, namun selalu dibarengi dengan figur yang cukup bahkan sangat merepresentasikan kelompok Islam, yaitu Jusuf Kalla yang merupakan mantan aktivis HMI dan Ketua DMI, serta Ma’ruf Amin sebagai Ketua MUI dan Rais Am NU. Adapun kemiripan terdapat pada masa SBY-Boediono, hanya saja SBY ditemani oleh Jusuf Kalla di periode pertama.

Terapit Dua Kelompok

Masa kedekatan Prabowo dengan kelompok agama justru terpupuk saat kandidasi presiden. Inilah yang menarik. Pada Pilpres 2019, Prabowo disokong populisme Islam dari massa gerakan 212. Lima tahun setelahnya, justru bergeser haluan. Prabowo disokong oleh kelompok elit NU. Antara elit massa gerakan 212 dengan massa NU memiliki hubungan yang tidak harmonis.

Terakhir, terjadi ketegangan fisik di Surabaya antara jemaah Syafiq Riza Basalamah dengan Banser NU di Surabaya pada Maret lalu. Pada Oktober 2022 di Surabaya juga terjadi penolakan Hijrah Fest oleh PWNU Jatim. Hijrah Fest, diinisiasi oleh beberapa publik figur yang secara sosiologis terasosiasi dengan massa gerakan 212.

Historisitas Prabowo yang kontras dalam 10 tahun terakhir memunculkan pertanyaan tersendiri. Apakah Prabowo akan berat sebelah pada kelompok Islam yang menjadi pendukung di 2024 ini, atau justru berimbang dengan mengakomodir berbagai kepentingkan kelompok Islam lawan yang juga berperan menaikkan popularitas Prabowo di tahun 2019.

Secara lebih mendasar, paham seperti apa yang digunakan Prabowo dalam memperlakukan kelompok Islam. Apakah konkordatisme yang berarti memberikan wewenang lembaga keagamaan untuk mengatur kepentingan dan kebutuhannya sendiri, ataukah instrumenstalisme yang menggunakan agama sebagai legitimasi kekuasan sekaligus mengendalikan lembaga keagamaan untuk kepentingannya. Hal ini perlu dicermati jika merujuk pada ramalan Ian Wilson bahwa Prabowo akan membawa kembali rezim otoriter jika terpilih.

Konsep “katup penyelamat” (safety valve) yang dikemukakan Lewis A. Coser pada tahun 1956 sebenarnya cukup menarik untuk menggambarkan fenomena ini. Coser menjelaskan bahwa ketegangan dan ketidakpuasan kelompok yang kemudian berujung konflik, sebenarnya dapat didamaikan apabila saluran eskpresi dibuka, lalu diikuti dengan upaya kohesi sosial. Meski pada mulanya konsep ini memberi taktik bagi penguasa untuk memberi konflik baru agar pihak-pihak yang awalnya berkonflik bisa bersatu sembari mempertahankan status quo, namun secara fungsional cukup efisien untuk mengintegrasikan kelompok yang berkonflik. Tentu saja dengan cara tidak membuat konflik baru yang bisa berkepanjangan.

Sebagai individu yang pernah dekat dengan elit dua kelompok keagamaan ini, semestinya Prabowo memiliki potensi lebih besar untuk tidak membiarkan ketegangan ini terus berlanjut. Prabowo bisa menjadi katup penyelamat itu. Modal sosial sudah cukup baginya untuk menyelesaikan tugas tersebut. Mengingat pula dirinya beberapa kali menegaskan akan adil kepada seluruh rakyat Indonesia termasuk yang tidak memilihnya. Atau bisa saja plot twist, ramalan Wilson menjadi kenyataan.

Dzhilaal Bahalwan
Dzhilaal Bahalwan
Magister Studi Islam UIN Sunan Ampel Surabaya Direktur Adinara Institute Domisili Surabaya
Facebook Comment

ARTIKEL TERPOPULER

Log In

Forgot password?

Don't have an account? Register

Forgot password?

Enter your account data and we will send you a link to reset your password.

Your password reset link appears to be invalid or expired.

Log in

Privacy Policy

Add to Collection

No Collections

Here you'll find all collections you've created before.