Minggu, April 28, 2024

PEGIDA dan Islamophobia

Syafiq Hasyim
Syafiq Hasyim
Pengajar pada FISIP UIN Syarif Hidayatullah, Jakarta dan Visiting Fellow pada Indonesia Programs ISEAS Singapore. Tulisan ini merupakan pandangan pribadi.

Kita digembarkan lagi dengan penghinaan terhadap mushaf al-Qur’an oleh politisi Belanda. Tokoh ini bernama Edwin Wagensveld. Hal yang mengagetkan, Edwin melakukan penyobekan dan penginjak-injakan mushaf al-Qur’an di depan kedutaan negara-negara Muslim terbesar di dunia seperti kedutaan Indonesia, Turki, Pakistan dan lain sebagainya.

Edwin Wagensveld melakukan mobilisasi masyarakat di Belanda untuk mengekspresikan anti-ke-Islaman sebenarnya tidak hanya terjadi kemarin Agustus 2023 saja.

Pada tahun lalu (2022), Edwin Wagensveld juga merencanakan membakar al-Qur’an di kawasan dekat Stasiun Pusat Rotterdam. Edwin ditangkap dan al-Qur’an diselamatkan untuk mengurangi eskalasi. Deputi Wali Kota Rotterdam, Robert Simons ternyata menolak rencana Edwin ini.

Bahkan pada tahun 2017, Edwin Wagensveld ditangkap oleh Polisi di Utrecth karena dia tetap menjalankan hal yang tidak diizinkan oleh pihak otoritas kota tersebut untuk demonstrasi anti-Islamnya.

Jadi, Edwin ini memang sudah lama mengekspresikan gerakan anti-Islamnya di Belanda, bukan tokoh baru dengan tindakan baru. Kita tahu bahwa tindakan Edwin jelas merupakan penghinaan pada Islam, atau dikenal dengan istilah Islamophobia. Dia menggunakan hak kebebasan yang diberikan oleh negerinya, Belanda, untuk merendahkan agama dan keyakinan lain.

Gerakan pembakaran dan penghinaan al-Qur’an ini nampaknya bisa dilihat sebagai sebuah orchestra karena aksinya sambung menyambung dan terus menerus dari segi waktu dan lokasi dimana mereka melakukannya. Mereka pernah melakukan ini di Denmark, Swedia, dan Belanda serta tidak menutup kemungkinan di negara-negara lainnya. Pelakunya tidak semua orang Eropa namun juga ada imigran dari Timur Tengah yang mungkin kecewa dengan Timur Tengah tempat asal mereka.

Edwin identifikasi sebagai bagian dari gerakan PEGIDA. Bahkan Edwin adalah pemimpin PEGIDA. Apa itu sebenarnya PEGIDA dan mengapa gerakan ini menjadi begitu populer di kawasan Eropa. PEGIDA adalah singkatan dari Patriotic Europeans Against the Islamization of the Occident (Orang Eropa Patriotik melawan Islamisasi Barat), sebuah gerakan anti imigrasi dan Islamisati dunia Barat yang sebenarnya berbasis lokal, yakni Jerman.

Gerakan ini mulai berdiri pada tahun 2014. Gerakan PEGIDA ini melebar ke negara-negara Eropa lainnya. Rata-rata mereka memang anti pada penampakan Islam di ruang publik mereka yang menurut mereka semakin hari semakin bertambah.

Tapi pada mulanya mereka memang tidak suka dengan imigran yang datang dari kawasan negara-negara Muslim ke Eropa. Kebetulan imigran-imigran ini rata-rata beragama Islam. Mungkin PEGIDA ini tidak mau melihat kota-kota mereka semakin banyak dibanjiri oleh imigran. Bagi mereka, itu membebani orang-orang Eropa. Kaum imigran ini ketika sudah memiliki izin tinggal di Eropa maka mereka juga memiliki hak-hak yang didapatkan oleh pendudukan Eropa. Fasilitas public, sekolah gratis, tunjangan sosial dan lain sebagainya yang itu semua berasal dari pajak orang-orang Eropa.

Di Jerman sendiri, para imigran juga banyak yang mengalami kesuksesan dalam kehidupan mereka. Bisnis retail mereka, membuka toko-toko dan juga pekerjaan di sektor non-negara, mereka ini mau bekerjasa apa saja, menyebabkan mereka hidup meningkat. Jelas ini juga dipahami oleh PEGIDA sebagai tindakan yang mengurangi “opportunity” orang-orang Jerman sendiri.

Misalnya, sekarang ini halal menjadi hal yang umum di Eropa. Jerman dan negara-negara Eropa lainnya mangakomodasi tradisi halal dalam ruang publik. Bagi masyarakat Eropa yang memang tidak suka dengan kehadiran nilai Islam di ruang publik, maka itu dianggap sebagai bagian dari Islamisasi Eropa. Padahal, negara-negara Eropa yang mengakomodasi halal ini tidak berpikir soal Islamisasi namun soal ekonomi. Pada kenyataannya halal memang bisa menunjang pasar karena masyarakat Muslim itu sudah banyak yang hidup di Eropa.

Lalu apakah yang dilakukan oleh Edwin Wagensveld ini merupakan representasi dari masyarakat Barat atas Islam pada masa kini?

Kita tidak bisa menolak bahwa keanggotaan atau identifikasi diri Edwin pada PEGIDA ini mencerminkan bahwa di Eropa memang ada kelompok yang menolak Islam. Di Belanda pada kenyataannya memang ada orang seperti Edwin, namun ada orang yang tidak sepertinya bahkan mengecam dan menentang Edwin.

Bahkan Menteri Kehakiman (Justice Minister) Dilan Yesilgoz memperingatkan jika aksi sebagaimana yang dilakukan Edwin Wagensveld itu akan memicu atau menambahkan teror sebagaimana itu terjadi di Swedia. Ini pernyataan seorang Menteri yang penting di Belanda.

Wali Kota Den Haag, Jan van Zanen, juga melihat bahwa aksi seperti yang dilakukan Edwin ini tidak menciptakan keadaan kota Den Haag sebagai kota yang tidak respectful dan inclusive (terbuka). Menurut Wali Kota ini, tindakan Edwin dianggap sebagai tindakan yang memprovokasi orang dan secara sengaja menyakiti kelompok tertentu.

Apa yang dilakukan oleh Jan van Zanen itu merupakan ekspresi bahwa Edwin seharusnya tidak melakukan hal seperti itu. Tidak hanya itu, demonstrasi yang melawan Edwin juga terjadi. Kelompok ini dengan jelas menyatakan “shame on you” pada Edwin Wagensveld.

Meskipun itu ditentang dan disayangkan oleh banyak kalangan namun Belanda, tempat dimana Edwin melakukan pembakaran atau penyobekan pada al-Qur’an memiliki hukum yang melindungi tindakan-tindakan seperti itu atas dalih kebebasan berekspresi.

Yesilgoz (Menteri Kehakiman) menyatakan jika secara personal merusak dan membakar al-Qur’an itu tindakan yang primitif, seraya dia menyatakan jika negeri Belanda secara konstitusi membolehkan tindakan yang dilakukan Edwin.

Sekali lagi ini adalah dilema antara kebebasan berekspresi pada satu sisi dan penghormatan pada kitab suci atau keyakinan pihak lain dalam sebuah negera yang memang menjamin kebebasan berekspresi tersebut.

Di Jerman sendiri, ketika PEGIDA beraksi, maka di sana pasti ada kelompok yang menentangnya. Pernah terjadi demonstrasi besar-besaran yang dilakukan oleh PEGIDA, namun demonstrasi untuk melawan PEGIDA ternyata lebih besar dari demonstrasi PEGIDA itu sendiri.

Artinya, hal yang mungkin kita lihat adalah tindakan-tindakan yang dilakukan oleh PEGIDA itu mendapat perlawanan juga dari orang-orang Eropa yang terbuka dan meninginkan peaceful co-existence. Padahal gerakan itu dilakukan oleh kelompok yang mainstream secara suka bangsa.

Sebagai catatan, gerakan PEGIDA dan Edwin Wagensveld ini tidak bisa ditolerir dan benar-benar bentuk Islamophobia di dunia Barat. Namun ada catatan penting bagi kita di Indonesia, jika ada gerakan demonstrasi yang dilakukan oleh kelompok agama mainstream katakanlah orang Islam, maka itu hampir bisa dikatakan tidak ada orang Islam yang berani melawan tindakan itu. Kita melihat hal yang berbeda, ketika PEGIDA dan kelompok Islamamophobia demonstrasi, maka orang Barat yang anti-PEGIDA juga melawannya dalam bentuk yang lebih besar.

Syafiq Hasyim
Syafiq Hasyim
Pengajar pada FISIP UIN Syarif Hidayatullah, Jakarta dan Visiting Fellow pada Indonesia Programs ISEAS Singapore. Tulisan ini merupakan pandangan pribadi.
Facebook Comment

ARTIKEL TERPOPULER

Log In

Forgot password?

Don't have an account? Register

Forgot password?

Enter your account data and we will send you a link to reset your password.

Your password reset link appears to be invalid or expired.

Log in

Privacy Policy

Add to Collection

No Collections

Here you'll find all collections you've created before.