Dewan Daerah Wahana Lingkungan Hidup Indonesia wilayah Jakarta Moestaqiem Dahlan menilai sampah di ibu kota merupakan persoalan klasik. Hal itu terlihat dari perseteruan antara Gubernur DKI Jakarta Basuki Tjahaja Purnama dengan Dewan Perwakilan Rakyat Daerah Bekasi.
Perseteruan itu dikarenakan pemerintah DKI Jakarta dinilai melanggar perjanjian soal pengiriman sampah ke tempat pengelolaan sampah terpadu (TPST) Bantar Gebang. Akibat pelanggaran itu, DPRD Bekasi memanggil Ahok untuk dimintai penejelasan ihwal perjanjian tersebut. Namun, Ahok menolak memenuhi panggilan itu karena menurutnya masalah sampah sudah dibicarakan sejak lama dan Ahok menuding oknum DPRD Bekasi berlebihan.
Moestaqiem mengatakan, pemerintah DKI Jakarta harus belajar dari kasus penutupan TPST Bantar Gebang beberapa tahun silam, agar kasus serupa tidak terulang kembali. Sebab, jika hal itu terjadi, wilayah Jakarta akan dipenuhi sampah.
“Jangan mengundang darurat sampah di Jakarta,” kata Moestaqiem di Jakarta, Rabu (28/10). “Kalau itu terjadi, yang akan dirugikan adalah warga Jakarta sendiri.”
Dia menilai, perseteruan ini karena cara berkomunikasi Ahok yang tendesius. Seharusnya Ahok mengklarifikasi persoalan sampah sehingga tidak menjadi masalah ke depan. “Tidak perlu berpolemik masalah sampah. Kalau ada masalah, ya selesaikan baik-baik,” ujarnya menegaskan.
Selain itu, menurut Moestaqiem, ada dugaan kalau Ahok sengaja membuat kegaduhan dengan DPRD Bekasi. Hal itu untuk mengalihkan isu besar lain, seperti reklamasi teluk Jakarta. Pasalnya reklamasi tersebut banyak kejanggalan, mulai dari izin dari Kementerian Kelautan dan Perikanan hingga masalah analisis mengenai dampak lingkungan (AMDAL).
Sebelumnya, Ketua Komisi A DPRD Bekasi Ariyanto Hendrata memanggil Gubernur DKI Jakarta Basuki Tjahja Purnama. Pemanggilan itu untuk mengklarifikasi dugaan pelanggaran masalah perjanjian pembuangan sampah. Dia menilai pemerintah DKI Jakarta melanggar pasal 4 tentang kewajiban pihak pertama ayat 2 poin c tentang penyetoran tipping fee yang seharusnya disetorkan langsung kepada kas daerah Kota Bekasi tanpa melalui pihak ketiga.
“Tipping itu masuk dalam perjanjian. Mereka melibatkan pihak pengelola, tapi tanpa melibatkan Pemkot Bekasi. Jadi, Pemkot Bekasi tidak memiliki akses untuk mengawasi itu,” ujar Ariyanto.
Tak hanya masalah tipping fee, DPRD Bekasi juga mengeluhkan beberapa hal pasca perjanjian itu, yakni pelanggaran rute truk, jam operasional truk, hingga volume sampah yang melebihi kapasitas yang masuk ke TPST Bantar Gebang.