Kemajuan teknologi informasi merubah semua aspek kehidupan manusia. Sebagaimana yang dikemukakan oleh McLuhan, penggagas teori Determinasi Teknologi, perkembangan teknologi berimbas pada perubahan budaya dan sosial. Selain itu, McLuhan mengungkapkan bahwa kehadiran internet dapat mereduksi cakupan ruang dunia menjadi ruang desa, yang dikenal sebagai Desa Global.
Lalu bagaimana proses terbentuknya warganet? Warganet tercipta akibat kehadiran internet. Sebelum adanya internet, istilah warganet belum muncul. Dengan adanya internet, manusia bisa terhubung dan berinteraksi melalui media sosial tanpa melihat sekat-sekat geografis dan kultural. Sementara, peningkatan jumlah pengguna internet akan selalu berbanding lurus dengan jumlah warganet.
Seseorang memasuki dunia maya juga membawa nilai dan budaya. Budaya manusia lah memuat kebiasaan seseorang dalam keseharian hidupnya, dalam hal kebiasaan, pola pikir, ucapan, dan mentalitas. Kemunculan mentalitas warganet ketika dia mengunggah konten dan menuliskan komentar sesuai dengan isi kepala mereka. Bahasa inilah menjadi tolok ukur adab seseorang dalam dunia maya. Celakanya, sekali mengunggah konten dan berkomentar maka jejak digital tersebut sulit dihapus dan tersebar meluas bagaikan ameba.
Sudah menjadi rahasia umum, warganet Indonesia dikenal lebih barbar daripada warganet negara lain. Selain barbar, mereka menyukai hal-hal pseudo, kepo dengan privasi orang lain, gemar pamer kekayaan, dan hal lain menjadi ciri khas warganet Indonesia. Transformasi dunia nyata kepada dunia digital juga menyertai kebudayaan masyarakat. Berikut ini ciri mentalitas warganet Indonesia.
Perkara, miskin literasi. Jadi, kemiskinan literasi di Indonesia boleh dibilang kronis dan akut. Kemiskinan literasi menyebabkan manusia rentan terkena berita hoaks, bersikap impulsif, dan kesulitan berpikir dan bernalar. Selain itu, manusia selalu menghakimi sesuatu seenaknya dan berkata kasar semaunya. Contoh nyata yang dapat dilihat adalah mengadakan acara pernikahan di tepi jalan. Padahal jalan yang dipakai untuk pernikahan sering dilewati para pengendara bermotor.
Contoh lain yang mengindikasikan rendahnya literasi warganet Indonesia adalah kecenderungan menyukai informasi yang bersifat pseudo dan tidak penting. Berita artis dengan segala kontroversi juga menjadi makanan sehari-hari warganet Indonesia. Sementara, warganet kita acuh tak acuh dengan informasi yang berkualitas dan mencerdaskan. Hal itu berimbas pada menurunnya daya kritis seseorang akibat dari kebanjiran informasi. Informasi yang datang dengan cepat dan massif menyebabkan otak manusia sulit menelaah mana informasi benar atau keliru.
Moral rendah merupakan ciri khas warganet Indonesia. Baik dunia nyata maupun dunia maya, kualitas moral warganet Indonesia juga sama saja. Kerusakan moral adalah salah satu akar dari segala masalah sosial dan bangsa. Salah satu tanda degradasi moral warganet Indonesia adalah membenarkan dan menormalisasi kebiasaan buruk di dunia maya. Sangat disayangkan bangsa Indonesia yang dikenal religius dan dikarunia keberlimpahan sumber daya alam malah melestarikan kebiasaan buruk seperti ini. Contoh paling nyata adalah ketika momen pemilu. Pemilu merupakan masa krusial politik ketika masing-masing pendukung paslon (pasangan calon) gemar menghujat dan menjelek-jelekkan pendukung paslon lainnya di media sosial.
Pun dalam acara kompetensi olahraga e-sports, moral warganet Indonesia dikenal bobrok. Ketika salah satu tim e-sports menang, suporter berbahagia dan memuja-muja pemain bagaikan pahlawan. Akan tetapi, ketika tim mereka kalah tanding dan tidak lolos babak kualifikasi, suporter mereka malah menghujat mereka serendah-rendahnya. Minimal ada tulisan “tutor hero nganu, dek.” Sebegitukah parah moral warganet kita?
Ciri khas warganet Indonesia berikutnya adalah jadi pakar dadakan. Pernyataan ini berkaitan dengan poin sebelumnya. Mental pakar dadakan berasal dari kurang literasi dan kebanjiran informasi dangkal yang masif. Apabila ada informasi baru yang tidak diketahui dan dikuasai minimal tidak asal bunyi dan cari tahu kebenarannya. Celakanya, orang menanggapi isu tersebut menurut asumsi mereka tanpa didukung fakta dan data. Misalnya, ketika pandemi Covid-19 merebak, sebagian warganet Indonesia ramai-ramai menjadi ahli kesehatan dadakan. Begitu demikian isu krusial lainnya, warganet berubah menjadi pakar dadakan sana-sini. Artinya, kepakaran di sini tidak ada marwahnya.
Berpikir kreatif adalah ciri khas warganet Indonesia. Sisi kreativitas ini dapat membawa kebaikan atau keburukan. Warganet Indonesia terkenal dalam kreatif dalam hal apapun. Kreatif dalam konteks ini dapat dimaknai sebagai mampu menciptakan narasi yang mengundang atensi warganet lainnya di media sosial. Salah satu bukti kreativitas warganet kita adalah kalimat “empat sehat lima sempurna. Enam Maret tujuh kosong” dan “one day one oknum.” Barangkali warganet kita mafhum makna konteks kalimat tersebut,
Yang tidak kalah penting adalah warganet Indonesia cepat tanggap. Hal ini berkolerasi positif dengan frekuensi dan durasi berselancar di media sosial. Cepat tanggap dapat dimaknai dalam sudut pandang positif. Misal, ketika ada konflik agraria di suatu daerah yang melibatkan antara perusahaan dengan masyarakat setempat. Maka, warganet pasti berpihak kepada masyarakat karena dinilai pandai merawat alam. Sementara perusahaan cenderung berkonotasi negatif karena dinilai merusak lingkungan sekitar dan wadah eksploitasi karyawan.
Patut disayangkan, Indonesia yang dikenal sebagai negara paling religius malah tercemar akibat perbuatan warganet kita sendiri. Tidaklah heran mengapa Dunia mengolok-olok Indonesia dengan segala bobroknya. Deretan penjelasan masalah di atas mengarahkan suatu hal, yaitu apa akar utama masalah tersebut?
Jawaban utama adalah warganet Indonesia itu malas berpikir. Apa salahnya kita perlu berpikir sejenak untuk memitigasi hal buruk yang muncul akibat ucapan dan perbuatan. Dengan berpikir, kita bisa mengetahui mana wilayah privat dan wilayah publik. Selain itu, berpikir juga mencegah kita berkata dan berbuat seenaknya tanpa memikirkan akibat yang timbul.