Sabtu, April 27, 2024

Tragedi Novel dan Premanisme yang Biadab

Bagong Suyanto
Bagong Suyanto
Guru Besar di Departmen Sosiologi FISIP Universitas Airlangga, Surabaya.

Kondisi Novel Baswedan pasca insiden penyiraman air keras ke wajahnya usai salat subuh oleh preman. [Sumber: www.news.okezone.com]
Novel Baswedan, salah satu penyidik senior Komisi Pemberantasan Korupsi kemarin menjadi korban aksi premanisme yang tidak bertanggung jawab. Seusai menunaikan salat subuh di masjid dekat rumahnya, tidak dinyana tiba-tiba ada pengendara sepeda motor sengaja menyiram wajah Novel dengan air keras. Sungguh biadab! Meski tidak sampai merenggut nyawa, tindakan dan aksi teror terhadap Novel ini tentu sangat meresahkan.

 

Aksi penyiraman air keras ke wajah Novel bisa dipastikan bukan tindakan kriminal biasa. Ini aksi teror yang kemungkinan besar berkaitan dengan sepak terjang Novel sebagai penyidik KPK yang kerap bersinggungan dengan kasus-kasus korupsi besar. Sejak menjadi penyidik KPK tahun 2007, Novel dikenal sebagai penyidik garang dan berperan penting dalam menguak berbagai kasus megakorupsi yang melibatkan sejumlah tokoh berpengaruh.

Berbagai kasus korupsi yang menyita perhatian publik, seperti kasus korupsi Wisma Atlet yang menyeret sejumlah nama dari kalangan partai politik, kasus jual-beli perkara sengketa pilkada di Mahkamah Konstitusi, kasus dugaan korupsi simulator SIM yang mencoreng instansi Kepolisian, serta sejumlah kasus lainnya membuat banyak pihak tidak nyaman dengan keberadaan Novel.

Saat ini kasus besar yang tengah ditangani Novel adalah korupsi proyek pengadaan e-KTP. Novel yang sejak awal terlibat dalam penyidikan kasus korupsi yang tergolong fantastis dan menyebabkan kerugian negara hingga 2,3 triliun rupiah ini bukan saja menyeret sejumlah aktor politik, pejabat kementerian, dan pengusaha, tapi juga mempertaruhkan nama baik partai politik.

Jalur Premanisme

Berbeda dengan bentuk tekanan yang berkembang di masa lalu ketika para aktivis dan orang-orang yang bergerak di isu pemberantasan korupsi biasanya lebih banyak berhadapan dengan supremasi dan tekanan dari negara, yang dialami Novel memperlihatkan bahwa kini ada musuh baru yang menjadi ancaman, yakni para preman profesional.

Upaya perlawanan yang dikembangkan pihak-pihak yang terlibat kasus korupsi, untuk meredam agar kasus mereka tidak dikembangkan lebih lanjut, kini tidak hanya melalui jalur hukum atau dengan jalan memanfaatkan relasi di kalangan pejabat.

Mengancam penyidik, melancarkan teror, bahkan melakukan aksi penyerangan secara biadab adalah bentuk-bentuk tindakan perlawanan ala preman yang mulai berkembang sekarang. Cara-cara semacam ini adalah sepenuhnya kriminal.

Sebagai bagian dari institusi yang terkenal anti-suap, peluang bagi para terdakwa kasus korupsi yang ditangani KPK untuk memainkan proses penegakan hukum, seperti menyuap penyidik, melakukan pendekatan nepotisme, dan lain sebagainya, saat ini tampaknya sudah tidak lagi manjur.

Sebuah kasus korupsi yang sudah terekspose ke publik, misalnya, niscaya tidak akan mungkin dimainkan. Para penyidik KPK yang bekerja di bawah dukungan sekaligus sorotan banyak pihak, terutama media massa, tentu tidak akan mungkin dapat bertindak tebang pilih atau bersikap lunak kepada para terdakwa.

Teror yang dialami Novel menjadi salah satu risiko yang sudah dipertimbangkan dan diprediksi para penyidik. Tidak mungkin aksi teror seperti yang dialami Novel akan membuat KPK surut dan kemudian bersikap lunak pada terdakwa kasus korupsi yang mereka tangani. Namun demikian, sepanjang aksi-aksi teror seperti itu tidak segera berhasil diungkap aparat penegak hukum, bukan tidak mungkin akan membuat semangat para penyidik KPK mengendur.

Maka, pekerjaan rumah yang mesti segera ditangani jajaran Kepolisian saat ini tentu bukan hanya bagaimana segera menangkap pelaku dan memproses menurut ketentuan hukum yang berlaku. Yang tak kalah penting adalah bagaimana melacak dan membongkar aktor intelektual di balik aksi teror penyiraman air keras yang menimpa Novel itu.

Tindakan mengintimidasi KPK dan ancaman yang meneror aparat penegak hukum, dalam bentuk apa pun, tentu harus dilawan dan ditangani secara profesional. Aksi teror tersebut adalah bentuk premanisme yang berisiko mengendurkan semangat aparat penegak hukum dalam memberantas korupsi di tanah air yang sudah melembaga di semua sendi kehidupan.

Karena itu, ujung penanganan kasus ini oleh Kepolisian menentukan arah perkembangan penanganan kasus korupsi di Tanah Air.

Selain membutuhkan perlindungan dan penjagaan lebih ketat agar aksi teror yang dialami Novel sebagai penyidik KPK tidak terulang kembali, kita semua juga harus tetap memupuk semangat dan memegang teguh kredo untuk memberantas praktik korupsi hingga seakar-akarnya.

Upaya pemberantasan praktik korupsi bisa dipastikan akan terus menghadapi tantangan yang tidak mudah. Riak-riak kecil hingga terjangan badai besar akan selalu dihadapi para aktivis dan aparat penegak hukum yang berkomitmen memberantas korupsi yang merugikan bangsa dan negara.

Persoalannya sekarang tinggal bagaimana menyikapi ancaman kapak perang dari para pelaku korupsi yang mencoba melawan proses dan sistem penegakan hukum yang sudah mulai terbangun di negeri ini.

Bagong Suyanto
Bagong Suyanto
Guru Besar di Departmen Sosiologi FISIP Universitas Airlangga, Surabaya.
Facebook Comment

ARTIKEL TERPOPULER

Log In

Forgot password?

Don't have an account? Register

Forgot password?

Enter your account data and we will send you a link to reset your password.

Your password reset link appears to be invalid or expired.

Log in

Privacy Policy

Add to Collection

No Collections

Here you'll find all collections you've created before.