Lembaga Bantuan Hukum Jakarta mengecam tindakan pihak kepolisian yang melakukan kriminalisasi dengan cara kekerasan terhadap buruh dan sejumlah masyarakat yang menyampaikan pendapatnya di muka umum. Tindakan aparat kepolisian tersebut tentu bakal mengancam sistem demokrasi di Indonesia.
Direktur Lembaga Bantuan Hukum Jakarta Alghiffari Aqsa mengatakan, dalam aksi demo buruh pada 30 Oktober lalu ada dua pengacara publik dan 23 buruh yang mendapat perlakuan kriminalisasi dari aparat kepolisian Polda Metro Jaya.
“Mereka menjadi korban kriminalisasi saat melakukan serangkaian aksi damai menuntut pembatalan Peraturan Pemerintah Nomor 78 Tahun 2015 tentang Pengupahan yang tentu sangat merugikan buruh,” kata Alghifari di Jakarta, Senin (2/11).
Alghiffari mengungkapkan, tindakan kriminalisasi kepolisian dalam menghadapi unjuk rasa buruh maupun masyarakat dengan cara kekerasan merupakan tindakan yang bertentangan dengan Undang-undang Kepolisian Pasal 19 dan Peraturan Kapolri Nomor 8 Tahun 2009 tentang Implementasi Prinsip dan Standar Hak Asasi Manusia dalam Penyelenggaraan Tugas Kepolisian Negara.
“Aksi buruh kemarin itu aksi damai. Tidak ada tindakan anarkis yang dilakukan buruh. Jika mengacu pada aturannya, polisi seharusnya tidak berhak mengintimidasi buruh yang tidak melakukan perlawanan. Jelas hal ini tidak dibenarkan. Dan polisi telah melanggar peraturannya sendiri,” tuturnya.
Kepala Divisi Pengemabangan Sumber Daya Hukum LBH Jakarta, Maruli Tua Radjagukguk, mengatakan tidak seharusnya pihak kepolisian melakukan upaya kriminilasi terhadap buruh atau masyarakat. Apalagi upaya kriminalisasi melebar hingga menyeret pengacara publik.
Sebab, yang dilakukan pengacara publik merupakan suatu kewajiban untuk mendampingi dan memberi bantuan hukum kepada buruh atau masyarakat yang bersengketa dengan negara. Hal tersebut sudah dijamin oleh hukum yang diatur dalam Pasal 10 Undang-Undang Nomor 16 tahun 2011 tentang Bantuan Hukum.
Tindakan pihak kepolisian yang menangkap buruh dan pengacara publik dan lalu menjadikan mereka tersangka merupakan tindakan yang mengada-ada, yang bertujuan memberangus perjuangan buruh dan masyarakat untuk mendapat haknya memperoleh keadilan.
“Upaya ini merupakan pembungkaman terhadap demokrasi. Semakin hari kita tahu rezim Joko Widodo-Jusuf Kalla semakin memperlihatkan bahwa rezimnya perlahan mengarah pada rezim Orde Baru. Yaitu, melakukan pembungkaman dengan cara-cara kekerasan,” kata Maruli.