Bagi kalangan aktivis Nahdlatul Ulama (NU), Yaqut Cholil Qoumas bukan nama yang asing. Mungkin, langkah-langkah yang dilakukan Ketua Umum Gerakan Pemuda Ansor (GP Ansor) ini, bagi nahdliyyin, merupakan hal yang lumrah. Tapi, bagi saya, yang berkecimpung di Muhammadiyah dan belum lama mengenalnya, langkah-langkah Yaqut merupakan fenomena yang menarik.
Apa menariknya? Yang paling menonjol adalah kegigihannya dalam menjaga Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI) dari rongrongan yang disebutnya para pengkhianat bangsa.
Banyak tokoh, organisasi atau kelompok, yang rajin meneriakkan NKRI harga mati, tapi maaf, dalam praktik, begitu mudah melecehkan orang atau kelompok lain hanya lantaran perbedaan suku atau agama. Menurut saya, mereka ini para munafik akut. Di ruang publik bersalaman, bahkan cipika-cipiki dengan tokoh-tokoh agama lain, tapi pada saat berada di komunitasnya sendiri tak henti-hentinya menanamkan stigma kafir. Kafir, dalam kitab suci agama-agama, selalu identik dengan keburukan dan nihilnya keselamatan.
Yaqut adalah tokoh umat yang jelas dan tegas sikapnya terhadap para munafik akut ini. Dan, untuk sikapnya itu ia kerap dirundung di sosial media, dan dianggap sebagai “munafik” juga karena dianggap berbaik-baik dengan orang-orang kafir. Yang menarik, para perundung Yaqut tidak ada yang berani terang-terangan, mereka biasanya memakai nama samaran yang pada era digital sekarang ini sesungguhnya mudah dilacak siapa nama yang sesungguhnya.
Kasus terbongkarnya sindikat menyebar berita bohong dan ujaran kebencian “Saracen” membuktikan bahwa, bersembunyi di balik nama-nama palsu pun akan tetap bisa dideteksi dan dijerat hukum. Dalam hal ini kita patut mengapresiasi keberhasilan Polri.
Mengapa para hater tidak berani terang-terangan menyerang Yaqut, dugaan saya, karena di belakang Yaqut, ada paramiliter yang cukup disegari di negeri ini, yakni Banser (Barisan Ansor Serbaguna) yang tampilannya sangat mirip dengan anggota militer sungguhan (yang sesungguhnya tidak dibenarkan oleh undang-undang, tapi siapa yang berani menindak Banser).
Banser adalah unsur “militer” dari GP Ansor yang merupakan sayap pemuda dari NU. Keberadaan Banser di NU sama dengan keberadaan Kokam (Komando Kesiap siagaan Angkatan Muda Muhammadiyah) yang juga berpenampilan sangat mirip dengan militer sungguhan. Atribut kedua organisasi paramiliter ini sulit diubah karena memiliki nilai sejarah yang kuat sebagai barisan pejuang yang ikut berperan besar dalam mempertahankan NKRI sejak awal berdirinya.
“Hubbul Wathan Minal Iman” (cinta tanah air bagian dari iman) ) adalah semboyan yang sudah mendarah daging bagi Banser dan Kokam. Di bawah kepemimpinan Yaqut, GP Ansor dan Bansernya, menjadi komponen masyarakat sipil yang paling gigih untuk saat ini dalam mempertahankan NKRI.
Yaqut tampaknya ingat betul dengan pesan Bung Karno, “Perjuanganku lebih mudah karena mengusir penjajah, tapi perjuanganmu akan lebih sulit karena melawan bangsamu sendiri.”
Yang dihadapi Yaqut dan Banser saat ini adalah “teman-teman sebangsa dan se tanah air” yang katanya cinta tanah air namun nyatanya berusaha untuk memecah belah dan meruntuhkannya. Maka, Yaqut tidak ragu-ragu untuk menyatakan dengan tegas persetujuannya dengan pembubaran ormas Hizbut Tahrir Indonesia (HTI) yang terang-terangan ingin mengubah NKRI menjadi khilafah.
Siapa pun, dan organisasi apa pun, yang mencoba merongrong NKRI, akan berhadapan dengan Yaqut. Dan siapa pun yang coba-coba mengancam keselamatan Yaqut karena sikap tegasnya itu, maka akan berhadapan dengan Banser.
Di luar kesibukannya sebagai Ketua Umum GP Ansor (2015-2020), Yaqut Cholil Qoumas adalah wakil rakyat dari Fraksi Partai Kebangkitan Bangsa dari Daerah Pemilihan (Dapil) Jawa Tengah X yang meliputi Kabupaten Batang, Kabupaten Pekalongan, Kota Pekalongan dan Kabupaten Pemalang, Jawa Tengah.
Yaqut dilantik menjadi anggota DPR RI periode 2014-2019 pada 27 Januari 2015 dari PKB, menggantikan posisi Hanif Dhakiri yang diangkat Presiden Joko Widodo menjadi Menteri Tenaga Kerja pada Kabinet Kerja. Di keluarga dan kalangan pendukungnya, Yaqut sangat populer dengan sebutan Gus Tutut.
Yaqut adalah putra dari KH Muhammad Cholil Bisri, salah satu pendiri PKB. Sebagai politisi, keponakan dari Kiai Mustofa Bisri ini juga pernah menjadi anggota DPRD Rembang (2005) yang kemudian menjabat Wakil Bupati Rembang (2005-2010) dan Wakil Ketua DPW PKB Jawa Tengah (2012-2017).
Untuk saat ini, Yaqut bisa dikatakan menjadi salah satu politisi paling depan dalam menjaga keutuhan NKRI dari rongrongan orang-orang yang ingin memecah belah bangsa dengan berbagai cara. Saya merasa beruntung bisa bersahabat dengan tokoh muda NU ini.