Kamis, April 25, 2024

Vonis 3,5 Tahun AG dan Ironi Pelaksanaan Undang-Undang SPPA

Akhirnya hakim Pengadilan Negeri Jakarta Selatan memvonis 3,5 tahun pidana penjara di Lembaga Pembinaan Khusus Anak (LPKA) bagi AG. Sebagaimana kita ketahui AG yang masih berusia 15 tahun terlibat tindak pidana sebagaimana pada pasal 355 KUH Pidana. AG bersama dua pelaku lainnya melakukan tindak pidana penganiayaan berat terhadap korban Mario Dandy, yang sampai saat ini masih terbaring menjalani perawatan di rumah sakit.

Vonis yang diterima AG memang lebih ringan ½ tahun dari tuntutan jaksa penuntut umum. Sebelumnya jaksa menuntut 4 tahun pidana penjara bagi AG. Kasus ini yang sedari awal sudah menyita perhatian publik, kemudian kembali trending di twitter. Beragam komentar netizen, namun semuanya satu suara memojokan AG. Hukuman penjara 3,5 tahun dianggap terlalu ringan buat AG.

Saya rasa apa yang dilakukan para netizen sudah kelewat batas. Bagaimanapun juga kelakuannya, AG merupakan seorang gadis berusia 15 tahun, yang secara hukum masih masuk dalam kategori anak. Proses peradilan anak sudah diatur dalam Undang-undang Nomor 11 Tahun 2012 tentang sistem perdilan pidana anak (SPPA). Lalu bagaiman hukum kita melihat anak ketika berkonflik dengan hukum?

Dampak Pidana Penjara 

Undang-undang Nomor 11 Tahun 2012 tentang sistem perdilan pidana anak (SPPA) kini sudah berumur 10 tahun, walaupun dalam pelaksanaanya undang-undang ini baru pada tahun 2014. Satu dekade usia Undang-undang ini tentu telah membawa berbagai perbaikan dan hal-hal positif. Namun bukan berarti tidak ada masalah dalam pelaksanaanya.

Undang-undang SPPA hadir untuk memastikan anak yang berhadapan dengan hukum (ABH) mendapatkan perlindungan dan hak-haknya selama proses peradilan pidana. Namun pada praktik pelaksanaanya masih terdapat banyak catatan merah.

Salah satunya adalah penggunaan pidana penjara bagi anak masih menjadi pilihan utama dalam memutus perkara. Walaupun angka sudah menurun dari tahun 2014, namun presentase pemidanaan penjara bagi anak masih tinggi. Hasil studi Bappeas, PUSKAPA DAN UNICEF pada tahun 2020 menunjukan bahwa 90% anak diputus pidana penjara ketika diproses sampai pengadilan.

Padahal salah satu semangat dari SPPA adalah berupaya menghindarkan anak dari dampak buruk pemenjaraan. Kita harus sepakat bahwa menempatkan anak di fasilitas penahanan atau pemenjaraan malah akan berdampak buruk bagi anak. Kondisi dan situasi di LPKA atau Lapas saat ini belum sepenuhnya mendukung hak anak.

Layanan dasar bagi anak di LPKA masih di bawah standar. Seperti layanan pendidikan, kesehatan, dukungan psikososial dan kualitas air bersih. Hak-hak anak akan semakin rentan ketika di dalam penjara. Dari beberapa kasus anak yang saya tangani, sebagian besar anak yang melakukan tindak pidana akan dikeluarkan dari sekolah. Sedangkan ketika menjalani pidana penjara di LPKA, fasilitas pendidikanya berada jauh di bawah sekolah formal.

Belum lagi ketika bebas, anak akan dicap kriminal dan penjahat oleh lingkungannya. Pidana penjara tidaklah menyelesaikan permasalahan si anak. Bahkan membuat anak akan kesulitan untuk kembali berintegrasi dengan masyarakat.

Jaminan Perlindungan Hukum

Negara wajib memberikan perlindungan hukum terhadap setiap anak, sekalipun anak tersebut tersebut melakukan tindak pidana. Perlindungan dari negara sudah tertuang dalam Undang-undang SPPA. Setiap anak yang berhadapan dengan hukum berhak mendapatkan perlindungan hukum berupa : layanan pendampingan hukum dan pengacara, layanan pendampingan psikologis dan pemulihan, layanan pendampingan sosial dari pekerja sosial, pendampingan dan bimbingan dari petugas kemasyarakatan, terlindungi dari ancaman dan kekerasan selama proses peradilan dan dirahasiakan identitas dirinya baik dari publik maupun media massa.

Satu hal yang saya sayangkan dari kasus AG adalah kerahasiaan identitas dirinya. Sejak awal kasus bergulir indentitas AG sudah terlanjur diketahui oleh publik dan media massa. Padahal sebagaimana diamanahkan SPPA identitas anak selama menjalani proses peradilan harus dirahasiakan. Pada pasal 19 dijelaskan bahwa identitas anak wajib dirahasiakan dalam pemberitaan di media cetak ataupun elektronik. Identitas yang dimaksud meliputi nama, alamat, nama orangtua, wajah cdan hal lain yang mengungkapkan jati diri anak.

Bahkan di lini massa twitter AG cenderung sering mendapatkan harassment dari netizen. Tentu hal ini akan berpengaruh pada kondisi psikologis anak. Bagaimanapun juga AG masihlah seorang gadis yang baru berusia 15 tahun. Tentu ini harus menjadi perhatian bagaimana sistem peradilan pidana anak dijalankan agar lebih baik.

Bagi saya pidana penjara selama 3 tahun 6 bulan terlalu tinggi untuk diberikan kepada anak. Melihat kasus yang terjadi,  tentu bisa dipertimbangkan memberikan pidana alternatif bagi anak. Pada tahun 2022 kita telah mempunyai Peraturan Pemerintah nomor 58 tahun 2022 tentang Bentuk dan Tata Cara Pelaksanaan Pidana dan Tindakan terhadap Anak. Tentu dengan adanya PP ini semakin menguatkan pelaksanaan pidana alternatif bagi anak. Sehingga pidana penjara benar-benar menjadi solusi terakhir bagi anak yang berhadapan dengan hukum.

Dari kasus AG kita jadi tahu bahwa masyarakat kita masih bersifat punitif. Masih memandang hukuman yang seberat-beratnya diberikan kepada pelaku adalah bentuk dari keadilan. Mereka berpikir dengan hukuman berat, AG mendapatkan efek jera dan berubah menjadi lebih baik. Kenyataannya tidaklah demikian, hukuman penjara tidak akan memperbaiki apapun. Sebaik-baik tempat buat anak untuk menjadi lebih baik adalah di keluaraga, bukan penjara.

Melalui kasus AG kita harus kembali berkaca tentang penerapan undang-undang SPPA. Sudah hampir satu dekade SPPA diberlakukan, masih banyak tantangan yang harus dihadapi. Masih banyak anak yang harus menjalani masa mudanya di dalam penjara. Satu anak masuk dalam penjara itu sudah terlalu banyak.

Facebook Comment

ARTIKEL TERPOPULER

Log In

Forgot password?

Don't have an account? Register

Forgot password?

Enter your account data and we will send you a link to reset your password.

Your password reset link appears to be invalid or expired.

Log in

Privacy Policy

Add to Collection

No Collections

Here you'll find all collections you've created before.