Minggu, November 10, 2024

Pesantren Darurat Kekerasan Seksual

Puji Wahyuningrum
Puji Wahyuningrum
saya Puji Wahyuningrum mahasiswa Universitas Muhammadiyah Malang Prodi Psikologi.
- Advertisement -

Pengungkapan terbaru kasus kekerasan seksual cukup mengkhawatirkan. Lonjakan kejadian kekerasan seksual menjadi cerita yang paling menonjol di tahun 2021. Herry Wirawan, 36 tahun, pemilik dan penjaga Pondok Tahfidz Al-Ikhlas dan Pondok Pesantren Madani, keduanya di lingkungan Cibiru Kota Bandung, mendapat nominasi manusia paling bajingan tahun 2021.

Herry menggunakan pondok pesantren yang pernah menjadi tempat tinggal para gadis yang belajar menghafal kitab suci, sebagai tempat berburu. Herry memperkosa total 13 murid perempuan di bawah umur antara tahun 2016 dan 2015. Delapan korban hamil, dan satu di antaranya melahirkan dua kali, melahirkan total sembilan anak. Parahnya, Herry memanfaatkan anak-anak yang diperkosa untuk menggalang dana untuk operasional pesantren.

Perbuatan keji Herry terbongkar pada Mei 2021, namun kasusnya tak kunjung selesai. Kejahatan berat Herry terbongkar pada Mei 2021, namun baru terungkap setelah sidang kesekian kalinya di PN Bandung pada 7 Desember lalu, ketika akun Twitter Nong Andah Darol Mahmada diungkit. Herry ditahan di Rutan Kebon Waru Bandung sejak 1 Juni lalu.

Menurut data Komisi Nasional Perempuan (Komnas), 11.975 kasus kekerasan seksual dilaporkan antara tahun 2015 dan 2020 (Kompas 9/12). Antara Januari dan Oktober 2021, 4.500 insiden dilaporkan ke Komnas Perempuan, meningkat dua kali lipat dari tahun sebelumnya.

Kasus-kasus seperti itu adalah kejadian umum, dengan lebih sedikit kasus yang terungkap daripada yang dilaporkan. Meskipun kita memiliki Undang-Undang Nomor 35 Tahun 2014 tentang Perlindungan Anak sebagaimana telah direvisi oleh Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2016 yang mengatur tentang tindak pidana terhadap pelaku kekerasan seksual, namun tidak memberikan efek jera bagi pelaku.

Memberi umpan atau ancaman kepada korban hingga diperkosa menjadi salah satu penyebab terjadinya pelecehan seksual di pesantren. Herry Wirawan memanfaatkan kemiskinan para korbannya untuk membuat mereka menaatinya. Dia bersumpah untuk menikah, membayar pendidikannya, dan bekerja sebagai polisi. Dia lebih jauh menyesatkan korban dengan mengklaim bahwa anak korban akan dirawat dan dibayar sampai dia lulus dari perguruan tinggi. Jenis intimidasi lainnya adalah menanamkan keyakinan pada subjek bahwa dia harus mematuhi guru.

Roni, warga Garut yang tiga saudara perempuannya diperkosa Herry, mengaku korban juga dibujuk ponpes Herry. Tersedia Alquran gratis dan sekolah gratis. Roni berkata Pojoksatu, “Orang yang tidak punya uang dan modal harus dirayu.” Tahun lalu, I Gusti Ayu Bintang Darmawanti, Menteri Negara Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak (PPA), mengungkapkan bahwa pelanggaran seksual menyumbang 55 persen dari semua kejadian kekerasan.

Akibatnya, kekerasan seksual terhadap perempuan dan anak harus ditangani secara serius karena membahayakan kelangsungan hidup bangsa di masa depan. Namun, komitmen Pemerintah dan Menteri terkait untuk melindungi anak masih kurang ideal. Padahal sudah banyak undang-undang yang dikeluarkan.

Konsekuensi Negatif

Kekerasan seksual memiliki konsekuensi yang menghancurkan bagi korban : Pertama, dampak psikologis. Perbuatan terdakwa menyebabkan anak korban terganggu secara psikologis kejiwaannya, menjadi benci, marah dan takut terhadap terdakwa,” demikian bunyi tuntutan jaksa, dilansir Kumparan.

Kedua adalah dampak fisik. Pelecehan seksual pada anak merupakan penyumbang utama penyebaran penyakit menular seksual. Selain infeksi atau pendarahan vagina, ada beberapa faktor lagi yang perlu dipertimbangkan.

- Advertisement -

Ketiga adalah Faktor dampak sosial. Korban kekerasan seksual mungkin menghadapi penerimaan yang tidak menyenangkan dari teman sebayanya, seperti dijauhi.

Keempat, jika korban pelecehan seksual hamil, siapa yang dapat dimintai pertanggungjawaban atas ibu dan anak tersebut?

Tidak Jera

Sangat disayangkan, karena banyak kasus yang sampai ke ruang sidang tidak membawa korban mendapatkan keadilan. Hukuman yang dijatuhkan kepada pelaku tidak efektif dan seringkali minimal. Pada kenyataannya, tak jarang pelaku bebas tanpa menghadapi konsekuensi apa pun.

Terlepas dari kenyataan bahwa pelanggaran seksual merupakan kejahatan terhadap kemanusiaan, hukumannya seringkali minimal. Guru dan pengasuh lembaga keagamaan yang telah melakukan pekerjaan besar di masyarakat untuk melindungi siswa mereka dapat berubah menjadi predator berbahaya. Padahal wilayah pesantren adalah pusat kegiatan yang dekat dengan kegiatan yang menyenangkan dan selalu ingat agama, seharusnya menjadi surga bagi anak-anak di dunia, namun belakangan ini menjadi sumber/pusat pelecehan seksual.

Orang dewasa dan orang yang paling dekat dengan anak terkadang tidak menyadari perubahan fisik dan perilaku pada anak. Kekerasan seksual terhadap anak dan perempuan tidak hanya berdampak langsung pada korban, tetapi juga berdampak sosial yang signifikan.

Selain itu, penderita mengalami trauma. Oleh karena itu, perjuangan melawan kekerasan seksual harus terus berlanjut. . Pelaku harus diproses sesuai hukum yang berlaku dan diberi sanksi yang tegas. Tidak ada hukuman yang layak selain hukuman mati pada kasus ini. Jika pelaku hanya diberi hukuman yang wajar seperti hukuman seumur hidup atau kebiri. Bagaimana para korban bisa hidup dengan rasa aman jika perangkat untuk melindungi haknya saja tidak tegas dalam memberikan hukuman. Ini harus menjadi pengingat kepada Menteri Agama, Mendikbud dan Menteri terkait.

Pesantren atau Agama apapun yang memiliki kegiatan menginapkan muridnya dalam rangka kegiatan belajar atau mengajar, agar memiliki izin dan audit berkala dari dinas terkait. Polsek, Kepala Desa, RW dan RT pun harus berperan untuk mengecek lingkungan, melakukan kunjungan dan wawancara kepada murid dan guru secara mendadak.

Jadi, harus ada tindakan preventif dan kuratif dari aparat setempat. Dan Berikan edukasi agar siswa lebih berani untuk melapor. Pemerkosaan oleh pemilik pondok pesantren yang sudah menghamili belasan santri menjadi bukti bahwa kekerasan seksual bukan hanya perkara pakaian saja. Tetapi dapat menimpa siapa saja terutama perempuan dan anak perempuan.

Wanita sangat membutuhkan dukungan pemerintah dan masyarakat dalam hal ini. Dan jangan pernah menyalahkan korban dalam kasus pelecehan seksual.

Puji Wahyuningrum
Puji Wahyuningrum
saya Puji Wahyuningrum mahasiswa Universitas Muhammadiyah Malang Prodi Psikologi.
Facebook Comment
- Advertisement -

Log In

Forgot password?

Don't have an account? Register

Forgot password?

Enter your account data and we will send you a link to reset your password.

Your password reset link appears to be invalid or expired.

Log in

Privacy Policy

Add to Collection

No Collections

Here you'll find all collections you've created before.