Sebelumnya saya mohon maaf kepada semua pihak, khususnya kepada siapavpun itu yang secara insyaf dan sadar dirinya memiliki alasan ideal juga tidak mainstream bahwa pasca SLTA yakin untuk melanjutkan ke jenjang selanjutnya, tentunya menjadi Mahasiswa.
Selain itu, saya ingin mengucapkan selamat kepada anda karena telah menjadi orang terpilih diantara jutaan orang yang setiap tahun masuk ke Perguruan Tinggi tanpa alasan yang pasti. Selamat! Semoga anda konsisten, saya hanya berdoa saja semoga anda tidak menjadi orang yang lelah ketika semua harapan tidak sesuai kenyataan dan tidak semua rencana bisa menjadi nyata.
Lalu, kenapa saya sebut anda adalah orang terpilih? Ya, karena anda memiliki arah sehingga anda tidak akan mengalami rasa Lelah. Sebab lelah itu hanya untuk orang yang tak mempunyai arah, jika lelah saja tidak boleh apalagi menyerah. Tapi jangan lupa juga, jangan terlalu semangat sampai lupa bahwa setidaknya butuh tempat curhat atau terlalu memaksakan untuk selalu riang gembira padahal butuh tempat berlindung untuk hanya sebentar saja.
Selebihnya mau nitip saja, jangan merasa bangga hanya sekedar menjadi mahasiswa sehingga merasa yang paling bicara apapun sampai lupa kita sudah dikalahkan oleh kenyataan. Tenang saja kawan, menjadi friendly tidak membuat kita kehilangan ideologi, menjadi ramah tidak membuat kehilangan label tokoh, menjadi riang gembira tidak membuat kehilangan wibawa, atau apa adanya di sosial media tidak membuat kehilangan citra apalagi kehilangan label mahasiswa.
Kita tidak perlu buang-buang waktu hanya untuk sekedar mendapat pengakuan atau penghargaan, karena hal itu akan beiring berjalan dengan kemampuan dan kemanfaatan atas apa yang kita lakukan dengan kapasitas kita hanya pengangguran berkedok Pendidikan.
Bad characters doesn’t make you look smart!
Mari Berhenti Nge-Jargon, Mahasiswa vis a vis Dunia
Menjadi mahasiswa katanya adalah sebuah kebanggan
Bukan status yang menjadi acuan, tapi karena modal pengetahuan dan pengalaman
Sehingga harapan sukses di masa depan seolah dalam genggaman tangan
Namun dalam realitanya hal itu hanya angan-angan
Sebab jika dilihat di lapangan banyak sarjana yang menjadi pengangguran!
Meskipun diatas sudah diulas tentang mahasiswa terpilih itu, tapi untuk alasannya sampai saat ini saya masih belum tau. Oleh karena itu, saya akan fokus saja ke hipotesis bahwa alasan menjadi mahasiswa adalah hanya sekedar menjadi pengangguran berkedok pendidikan.
Namun perlu digaris bawahi, alasan itu tidak akan diakui atau didapatkan oleh mahasiswa-mahasiswa baru sampai kemudian nanti melakukan refleksi di semester akhir pada salah satu dinihari dalam posisi sendiri. Ketika merasa hidup tak berguna, tak produktif dalam dunia nyata yang sangat kompetitif atau sadar bahwa ternyata kita tidak bisa menggapai cita-cita tanpa berbuat apa-apa.
Mari kita flashback ke belakang ke saat kita lulus SLTA, waktu itu pilihannya hanya dua; yaitu, kerja atau menjadi mahasiswa. Ya, mungkin pilihan ketiga bisa saja menikah. Tapi bukannya pasca pernikahan kita dipaksa untuk memiliki pendapatan? Singkatnya untuk melanjutkan bahtera rumah tangga mau tidak mau kita harus kerja-kerja juga, termasuk menjadi pengusaha-pun tetap masuk kategori kerja.
Singkat cerita, kita masuk ke Perguruan Tinggi tanpa satu alasan yang pasti. Paling-paling alasan yang hanya berkuat dan beorientasi untuk “menjadi”, menjadi pengacara, menjadi dokter, teknokrat, menjadi aktivis, menjadi ahli Bahasa, ahli ekonomi, atau bahkan menjadi “seperti”, seperti Hotman Paris, seperti Jokowi, seperti Budiman Sudjatmiko, seperti Megawati atau dalam trend masa kini seperti Maudy Ayunda.
Semua alasan itu “basi”, dengan alasan seperti itu tidak membuat kita menjadi mahasiswa sebagaimana “mestinya”. Pada akhirnya, semua jargon tentang mahasiswa apalagi sejarah gerakan mahasiswa yang heroik itu ketika diceritakan oleh kating ketika ospek akan menjadi fana seperti menggapai fatamorgana di Gurun Sahara, tidak akan tergapai sampai kita habis energi di semester akhir atau pasca wisuda nanti.
Sebenarnya apa sih yang kita yang kita cari dan rindukan? Kita butuh kepastian ditengah situasi yang serba keterombang-ambingan dan ketidakmentuan, kepastian adalah satu hal yang kita rindukan banding dunia yang penuh dengan persaingan. Meskipun kepastian itu memiliki potensi menjadi kemandegan, sehingga berakibat juga terhadap berhentinya perkembangan. Kita menjadi berhenti menjadi lebih baik lagi atau bahkan lupa untuk hanya sekedar beradaptasi.
Jika dibayangkan, dalam serba ketidakpastian itu betapa sulitnya kita memutuskan pada pasca SLTA harus memilih dunia kerja atau menjadi mahasiswa. Karena kedua pilihan tersebut bukan suatu hal yang pasti, meski mau tidak mau harus tetap dihadapi. Dalam periode yang masih suka main-main dan haha-hihi, sepertinya kita terlalu prematur untuk ambil keputusan dan berhadapan dengan dunia yang sangat barbar. Artinya, tanpa maksud menormalisasi wajar saja jika waktu itu kita tidak memiliki alasan yang pasti.
Menjadi Mahasiswa Adalah Kompensasi Ketidak-Mampuan Diri Dari Dunia Yang Tak Pasti
Perlahan akhirnya kita masuk pembahasan inti, setelah hasil renungan sesuai pengalaman dengan sedikit dibantu bacaan. Ternyata dulu memutuskan kuliah dan bergeser label dari “siswa” ke “mahasiswa” adalah karena belum siap saja dengan dunia yang sebenarnya; Dunia Kerja. Dimana harus kerja, harus hidup mandiri dengan berorientasi mencari pundi-pundi dan hal yang paling parahnya akan dihentikan uang jajan dari orang tua.
Soalnya begini, menjadi mahasiswa adalah pilihan yang paling realistis sekaliugus utopis jika berpikir bagaimana nanti menjadi sarjana pasca wisuda akan menjadi apa atau berbuat apa, yang pada tahap minimalnya membuat orang tua bangga atau sekedar tidak menjadi omongan tetangga. Jauh sebelum membuktikan label intelektual mahasiswa dibuktikan dengan sebuah pencapaian fenomenal berhasil melakukan perubahan sosial.
Selain itu, minimalnya terlihat lebih keren seolah masa depan terlihat penuh dengan kepastian dan yang paling penting bagi Sebagian orang akan tetap punya alasan untuk mendapatkan uang jajan dari orangtua. Terakhir, kuncinya kita harus selalu sadar diri, posisi dan fungsi.