Sudah 72 tahun Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI) Merdeka. Tentu bukanlah usia yang muda, setelah bapak bangsa Sukarno memproklamirkan kemerdekaan Republik Indonesa dihadapan rakyat indonesia. Sebuah keniscayaan setelah 350 tahun lamanya bangsa ini hidup dalam cengkraman kolonialisme.
Kini kita telah menuai hasil jerih payah para pendahulu bangsa, yang dimanatkan dalam bentuk Undang-undang dan Ideologi pancasila. Tentu kita sebagai generasi bangsa harus ikut serta dan bertanggungjawab merawat bangsa. Sukarno pernah berkata “Jangan sesekali melupakan sejarah (Jas Merah) tentunya mengandung makna/falsafah yang tak lain adalah sembohyan bahwa negara mempunyai historis yang tidak bisa dilupakan dalam merawat kemerdekaan republik indonesia ditengah tekanan politik yang dihadapi bangsa. Hal ini diucapkan oleh Sukarno, dalam pidatonya yang terakhir pada Hari Ulang Tahun (HUT) Republik Indonesia pada Tanggal 17 Agustus 1966.
Kini di Hari Ulang Tahun (HUT) yang 72, indonesia dihadapkan dengan beberapa persoalan bangsa, ketegangan antar negara tetangga dalam hal ini Malaysia yang kebetulan terpilih sebagai Tuan Rumah Sea Game XXIX 2017, sebagai pesta olahraga Asia Tenggara yang dilaksanakan tiap dua tahun sekali. Kejadian bermula dari terbaliknya Bendera Merah Putih sampai protes kepada wasit pemandu sepak takraw putri yang mengakibatkan Timnas Indonesia Walk Out dari gelanggang pertandingan.
Hal tersebut menuai reaksi keras dari masyarakat tak terkecuali Presiden Republik Indonesia H. Ir.Jokowi. Mengutip hasil wawancara media (BBC-Indonesia) Presiden Jokowi sangat menyesalkan kejadian tersebut,” Kawasan Car Free Day Jakarta Pusat, Minggu (20/8),” tapi kita harus tenang pungkasnya.
Tidak cukup hanya itu, reaksi masyarakat indonesia seolah hilang kendali, reaksi spontan bertebaran di sosial media, saling menghujat bahkan tak sedikit Media ikut serta menggiring opini yang menjurus pada pertikaian antar negara yang bisa berdampak pada hubungan billateral serta dapat memicu stabilitas negara dalam ketegangan.
Pada akhirnya saya ingin mencoba mengoreksi diri bahwa negara ini sudah lama merdeka, dan sudah sepatutnya negara bersikap dewasa dalam meredam dan menyikapi segala persoalan yang mengancam keutuhan berbangsa dan bernegara. Para pendahulu bangsa telah mengajarkan kita untuk tidak mudah terprovokasi oleh tekanan politik yang mencoba mengkooptasi perdamaian dunia.
Mengapa Indonesia harus berterimakasih kepada Malaysia? pernyataan yang kontradiksi, mengingat Malaysia adalah Negara yang paling bersitegang dengan indonesia. Tentunya saya tidak berangkat atas spekulasi belaka. Tercatat ada sebanyak 39.581 tahun (01-05/15) dan 38.115 ditahun (01-05/17) BNP2TKI.
Data tersebut saya ambil dari BNP2TKI Periode 2015/2016.
Nyaris kita bisa menilai bahwa Malaysia adalah negara paling banyak menampung Tenaga Kerja indonesia (TKI). Tapi apakah negara harus bangga, tentu tidak. Hal tersebut justru semakin menegasikan bagaimana negara berkewajiban mensejahterakan rakyatnya sebagaimana yang tertuang pada sila ke-5 “Keadilan Sosial bagi seluruh Rakyat Indonesia“.
Efek domino dari ketegangan yang terjadi selama ini kususnya antara Indonesia dengan Malaysia jelas berdampak pada keamanan dan kenyamanan kerja TKI di malaysia, seringkali Warga Negara Indonesia (WNI) mendapat perlakuan tidak manusiawi yang dilakukan aparat negara setempat. Disinilah subtansi seharusnya negara berperan penting dalam melindungi segenap bangsa indonesia demi tercapainya masyarakat yang adil dan makmur bagi seluruh rakyat indonesia.