Sabtu, April 27, 2024

Menuntut Kesejahteraan Petani

Ica Wulansari
Ica Wulansari
Pengkaji isu sosial ekologi

Jelang pemilu 2019, terdapat banyak hal terkait permasalahan bangsa yang perlu mendapatkan prioritas. Dalam tulisan ini, saya menyoroti permasalahan penting menyangkut petani. Tulisan ini berdasarkan dialog dan diskusi saya dengan beberapa petani yang penting untuk diperhatikan.

Pertama, masalah pertanian menjadi penting karena data BPS pada Februari 2017 menunjukkan bahwa bidang pertanian, perkebunan, kehutanan dan perikanan menempati bidang kerja tertinggi di Indonesia mencapai 39.678.453 jiwa. Banyak jiwa yang tergantung kehidupannya dalam sektor agraris. Maka, wong tani menjadi penting tidak hanya sekedar sebagai modal suara untuk Pemilu tetapi sebenarnya petani merupakan sumber daya manusia yang potensial.

Kedua, sensus Pertanian BPS tahun 2013 memperlihatkan bahwa jumlah rumah tangga pengguna lahan di Indonesia sebanyak 25.751.267 didominasi oleh jumlah rumah tangga petani gurem sebanyak 14.248.864 rumah tangga. Apabila data menunjukkan bahwa populasi petani didominasi petani gurem, mengapa saya mengatakan petani sebagai sumber daya manusia yang potensial?

Karena faktanya petani-petani mampu berdaya, memiliki ketangguhan dan pada dasarnya petani tidak pernah berhenti belajar setiap waktunya karena tantangan alam yang menjadikan petani bergulat dengan tantangan yang kompleks. Tantangan tersebut meliputi anomali iklim, pergantian cuaca dan temperatur, hingga menghadapi hama dan penyakit yang kian beragam.

Apakah itu saja tantangannya? Masih banyak lagi bagaimana perdebatan penggunaan varietas untuk mencapai tingkat produksi yang tinggi namun toleran terhadap kekeringan maupun banjir. Kemudian bagaimana penggunaan pupuk kimia dan pestisida yang tepat?

Namun, di sisi lain bagi pemangku kebijakan memandang petani sebagai ‘lumbung penghasil beras’ sehingga penekanan pada peningkatan produksi. Tetapi, pandangan tersebut ‘memaksa’ petani berpikir dalam kerangka industri yang berdampak pada kerusakan ekosistem akibat penggunaan bahan kimia aktif terhadap tanaman dan tanah.

Penggunaan bahan kimia aktif tersebut untuk membunuh hama dan penyakit sehingga tidak mengganggu produktivitas. Padahal penggunaan bahan aktif tersebut mendorong petani untuk menjadi pihak yang ‘tidak bijak’ dalam mengelola ekosistem sawah karena tuntutan ekonomi semata.

Persinggungan kepentingan ekonomi dan pengelolaan ekosistem inilah yang membutuhkan jalan keluar. Dari hasil obrolan dengan beberapa petani, saya mendengar secara langsung bahwa petani sebenarnya ingin dibangun mentalnya dan ingin diberikan pendidikan pertanian agar mereka mampu memahami dan mengatasi dinamika lingkungan hidup yang mereka hadapi.

Maka, petani membutuhkan investasi pengetahuan bukan hanya investasi ekonomi semata. Kesadaran petani perlu dibangun dan petani perlu diangkat harkat dan martabatnya, tidak sekedar diberikan instruksi yang hanya akan menumpulkan kemampuan dan kreativitas petani.

Faktanya, petani di masa lalu mampu membuat primbon untuk menghitung waktu tanam dan panen melalui Pranata Mangsa. Selain itu, petani mampu membuat varietas lokal. Pertanyaannya apakah Pranata Mangsa masih dapat digunakan hingga saat ini? Apakah varietas lokal sesuai dengan kriteria sertifikasi benih?

Untuk Pranata Mangsa, ya tidak bisa sepenuhnya menjadi rujukan petani untuk menentukan masa tanam untuk saat ini. Maka di sini lah letak negara untuk memberikan pengetahuan yang baru bagi petani untuk mampu menjawab dinamika iklim yang semakin sulit untuk dipahami.

Kriteria sertifikasi benih? Ya, tentu petani khususnya petani gurem alias petani berlahan kecil tidak memiliki kemampuan keuangan dan pengetahuan untuk melakukan sertifikasi benih. Lantas, apakah pengetahuan yang dimiliki petani harus sepenuhnya dihapus?

Yang paling memahami kondisi pertanian di lapangan, petani juaranya, tetapi secara keilmuan tentu ilmuwan maupun pemangku kebijakan yang memahaminya. Mengapa petani tidak diberikan ruang untuk menghidupkan pengetahuannya? Mengapa petani tidak dilibatkan dalam kegiatan kolaborasi untuk merumuskan kebijakan pertanian.

Bantuan pertanian memang perlu, namun pembangunan mental petani yang dibutuhkan agar petani berdaya dan menjadi petani yang mampu menjawab tantangan jaman. Maka, perlu ada pembentukan ‘Petani milenial jaman now’.

Tantangan lainnya yang nyata dalam bidang pertanian adalah minimnya kaum muda untuk menjadi petani. Berdasarkan penelitian Nugraha dan Herawati (2015) dari AKATIGA di 12 desa di tiga provinsi di antaranya: Jawa Barat, Jawa Tengah dan Sulawesi Selatan menunjukkan bahwa kaum muda terlibat dalam kegiatan di sawah: untuk membantu orang tua, mengeloa sawah sebagai petani pemilik dan bekerja sebagai buruh tani. Kesimpulan penelitian tersebut kaum muda tidak tertarik menjadikan pertanian sebagai pekerjaan utama.

Keengganan kaum muda menjadi petani dapat dipahami karena sektor pertanian begitu gurem sehingga dianggap tidak mampu untuk menjadi sandaran hidup.

Maka, dalam tulisan ini saya berikan judul menuntut kesejahteraan petani, tidak semata kesejahteraan secara ekonomi, tetapi bagaimana kesejahteraan menyangkut petani sebagai profesi yang patut dihargai dan memiliki jati diri.

Jati diri ini menjadi perubahan nilai baru untuk keluar dari anggapan petani tidak berpengetahuan, subsisten dan gurem, tetapi petani yang mampu menjadi pembuat keputusan dalam hal penentuan waktu tanam dan panen dengan pengetahuan yang memadai, mampu berhitung ongkos produksi dan menentukan harga jual gabah yang layak, bahkan mampu untuk menjadi pelestari lingkungan hidup dengan kearifan penggunaan bahan organik dalam menangkal hama dan penyakit.

Petani di Indonesia terbukti tangguh, tidak rewel, tidak banyak menuntut, bahkan tidak cengeng apabila harga gabah turun maupun gagal panen. Apakah sederet sikap tersebut belum menunjukkan mentalitas petani yang mampu untuk menghadapi tantangan jaman?

Salam hormat untuk petani Indonesia.

Ica Wulansari
Ica Wulansari
Pengkaji isu sosial ekologi
Facebook Comment

ARTIKEL TERPOPULER

Log In

Forgot password?

Don't have an account? Register

Forgot password?

Enter your account data and we will send you a link to reset your password.

Your password reset link appears to be invalid or expired.

Log in

Privacy Policy

Add to Collection

No Collections

Here you'll find all collections you've created before.