Sabtu, April 27, 2024

Membaca Masyarakat sebagai Permainan

Dion Al-Faqir
Dion Al-Faqir
S-1 Fakultas Syariah UIN Sunan Kalijaga Jogjakarta tahun 2005 S-2 Filsafat Agama UIN Sunan Ampel Surabaya tahun 2016-sekarang

Masih ingatkah kita, ketika masih kecil kita bermain dengan permainan-permainan bersama teman-teman. Yang laki-laki mungkin pernah bermain perang-perangan, polisi-polisian, membangun rumah atau istana, kejar-kejaran atau sejenisnya. Sedangkan yang perempuan biasa bermain dakon-dakonan, boneka-bonekaan di mana boneka sebagai bayi dan si anak sebagai dokternya, si anak berperan seperti ibu dan satunya sebagai anak, atau bermain masak-masakkan dan masih banyak jenis permainan yang kita mainkan disaat masih kecil.

Bermain bagi anak seusia tersebut bisa saja bermakna ingin menghadirkan imajinasi mereka dalam dunia nyata. Istilahnya, khayalan imajiner yang mereka anggap real mereka mainkan sama persis seperti dalam kehidupan orang-orang dewasa. Dan sesunnguhnya, permainan yang dimainkan dari kita diwaktu kecil justru merefleksikan dari gambaran nyata kehidupan nyata.

Anehnya atau lebih tepatnya uniknya, imajinasi dalam permainan berhubungan dengan kehidupa nyata kita. Misalnya, ingat ketika kita berperan seperti polisi atau seorang perwira militer justru sesunggubnya ingin menampilkan refleksi ketika si anak kecil besok menjadi dewasa nantinya.

Gambaran yang menarik lainnya adalah cara bermain, strategi dan filosofi bermain kita sebaliknya tidak saja menggambarkan kehidupan nyata tetapi bahwa kehidupan nyata bisa di ‘engginering’ sesuai apa yang ada dalam permainan. Dan hal seperti ini tidak heran, cek saja aplikasi permainan yang paling bisa mewakili fenomena ini adalah aplikasi permainan berbasis computer.

Para animator game computer tentu tidak lupa dengan aplikasi game berbasis kerjasama dan futuristic. Misalnya, SIMCity sebuah aplikasi game untuk membangun sebuah masyarakat masa depan. Game ini lengkap dengan strategi keluar dan masuk, plus beberapa prediksi akan gambaran masyarakat abad 21.

Artinya apa yang tertera pada games berserta perangkat permainnya memungkinkan bahwa masyarakat bisa dibentuk sesuai dengan mdel-model dalam game tersebut. Tidak 100 % benar. Iya, tetapi pencapaian ini oleh para teoritikus Games adalah pencapaian spektakuler dan patut diapresiasi.

Bermain bagi anak-anak kecil adalah bermain untuk menghabiskan waktu atau hanya untuk bersenang-senang belaka. Namun seiring dengan perkembangan waktu, si anak kecil tumbuh besar dan dewasa, lambat laun mereka akan menyadari bahwa apa yang pernah mereka lakukan diwaktu kecil betul-betul mempengaruhi ketika mereka tumbuh dewasa nanti. Apa arti kerja, arti menang atau kalah, arti bekerjasama dan arti posisi social mereka dalam masyarakat nantinya.

Teori interaksi simbolik

Sekarang mari kita coba memahami fenomena diatas dengan teori interaksi simbolik. Teori ini menyatakan bahwa terdapat saling keterhubungan symbol antara individu dalam masyarakat. Manusia adalah pencipta makna. Karena di dalam masyarakat terbentuk satu ikatan komunikasi satu dengan yang lain, maka makna yang dicipta satu individu berdialog dengan ‘makna-makna’ lain yang saling berintegrasi. Teori ini juga berpusat pada konsep Diri dan persepsi yang dimiliki Individu berdasarkan interaksi dengan individu lain.

Ingatkah kita saat bermain catur? Permainan ini beroperasi pada tataran saling tukar menukar symbol. Bermain catur adalah tentang apa yang terbaik yang harus dicapai akhir permainan, bukan pada awal permainan. Saat langkah terakhir dijalankan, seorang pemain membuat langkah kemenangan bila hal itu dimungkinkan, atau paling tidak membuat langkah remis (dalam catur: draw).

Pada tahap atau langkah selanjutnya, lawannya membuat langkah yang menghindarinya dari kekalahan. Jika dia dapat melakukan langkah kemenangan pada tahap itu, dia akan melakukannya. Dan setiap langkah yang dia tempuh bisa disebut langkah demi langkah meuju akhir dari permainan. Pemain harus belajar bagaimana menempatkan posisinya tetapi juga mempelajari poisis lawan main.

Jika kita tafsirkan sebagai bentuk interaksi simbolik, permainan catur mengatur posisi diri sendiri dan kaitan posisi diri dengan posisi orang lain. Hal ini yang penting adalah pemahaman terhadap aturan-aturan dalam permainan dan bagaimana kita berinteraksi dengan sesama pemain lain atau individu lain yang berpusat pada konsep Diri sebagai pemain dan persepsi kita untuk merespon tindakan simbolik dari pemain lain.

Teori Interaksi simbolik membicarakaan bagaimana sebuah permainan dapat dibuat dalam bentuk konsep diri yang berinteraksi dengan masyarakat yang dipengaruhi dari cara dan prilaku ketika masih kecil. Ketika masih kecil kita bermain dan melakukan permainan, maka konsep diri secara tidak langsung dipengaruhi oleh permainan-permainan yang pernah kita mainkan. Pengaruh ini secara tidak langsung atau secara tidak disadari telah terbentuk dalam diri seseorang sehingga hal tersebut ikut mempengaruhi dalam melihat konsep diri dan masyarakat.

Dalam bermasyarakat, kita memiliki kemampuan untuk menamakan sesuatu atau mengenali sesuatu. Ungkapan untuk memaknai sesuatu atau menamakan sesuatu tersebut direpresentasikan dengan penggunaan sebuah bahasa. Bahasa merupakan sumber makna yang berkembang secara luas melalui interaksi sosial antara satu dengan yang lainnya.

Mead menyatakan bahwa dalam kehidupan sosial dan komunikasi antar manusia hanya mungkin dapat terjadi jika kita memahami dan menggunakan sebuah bahasa yang sama. Bahasa permainan adalah bahasa bagaimana cara bermain, strategi yang dimainkan, nilai-nilai yang diyakini dan keuntungan-keuntungan yang didapat dalam bermain sebuah permainan. Seperti analogi dalam masyarakat bahwa posisi kita dalam relasi social berbeda-beda, terikat dalam satu aturan, pun juga skil dalam menempatkan diri dan kemampuan untuk mengetahui kelemahan diri sendiri dan anggota masyarakat yang lain.

Konsep yang sangat penting dalam sebuah permainan adalah membangun kerjasama. Baik di masyarakat, kantor, bisnis, atau bahkan bersahabat. Kita butuh kerjasama. Kita tahu pahitnya dikhianati. Tapi bila kita kemudian saling berkhianat, semua rugi. Bagaimana dong? Nah, menurut simulasi komputer Axelrod, strategi yang terbaik bagi kita yang ingin membangun kerjasama jangka panjang.

Di sebuah masyarakat akan ditemui seseorang yang mulai berkhianat pada seorang sahabat atau partner bisnis. Tapi kalau dia berkhianat, kita harus menghukumnya. Tidak boleh dibiarkan. Tidak boleh kita baik terus, nanti kita terhukum berat terus. Tapi, setelah satu hukuman pembalasan, anda harus memaafkannya dengan mempercayainya lagi. Inilah salah satu clue, menurut penulis, bagaimana melihat masyarakat dalam bentuk permainan. Wallahu a’lam.

Dion Al-Faqir
Dion Al-Faqir
S-1 Fakultas Syariah UIN Sunan Kalijaga Jogjakarta tahun 2005 S-2 Filsafat Agama UIN Sunan Ampel Surabaya tahun 2016-sekarang
Facebook Comment

ARTIKEL TERPOPULER

Log In

Forgot password?

Don't have an account? Register

Forgot password?

Enter your account data and we will send you a link to reset your password.

Your password reset link appears to be invalid or expired.

Log in

Privacy Policy

Add to Collection

No Collections

Here you'll find all collections you've created before.