Selasa, April 30, 2024

Mahasiswa Tidak Wajib Skripsi, Mengapa Perlu Dipertimbangkan?

Muchamad Arif Kurniawan
Muchamad Arif Kurniawan
Pengajar di Institut Ummul Quro Al-Islami Bogor; Pemerhati Isu-isu Pendidikan, Aktivis Gusdurian dan Masyarakat Anti Fitnah Indonesia (MAFINDO).

Diskursus mengenai apakah mahasiswa tingkat akhir harus atau tidak wajib menyelesaikan skripsi sebagai persyaratan kelulusan telah menjadi perdebatan pelik dunia pendidikan tinggi di Indonesia akhir-akhir ini. Hal ini berawal dari kebijakan anyar yang dibuat oleh Menteri Pendidikan Kebudayaan Riset dan Teknologi (Mendikbud Ristek) yakni Nadiem Makarim melalui Peraturan Menteri Nomor 53 Tahun 2023 yang menyebutkan skripsi tidak menjadi syarat kelulusan utama bagi mahasiswa yang sedang menempuh jenjang sarjana.

Beberapa perguruan tinggi telah mempertimbangkan opsi ini dan berbagai pandangan muncul seiring waktu. Dalam tulisan ini, kita akan mengeksplorasi beberapa alasan mengapa mahasiswa tingkat akhir tidak wajib menyelesaikan skripsi dan bagaimana pendekatan alternatif dapat memberikan manfaat yang signifikan bagi perkembangan mereka.

Variasi Tujuan Pendidikan Tinggi

Penting untuk mengakui bahwa tujuan pendidikan tinggi dapat sangat bervariasi dari satu program studi ke program studi lainnya. Banyak perguruan tinggi menawarkan beragam program, termasuk yang lebih praktis seperti kejuruan dan program yang lebih berorientasi pada penelitian. Skripsi mungkin menjadi persyaratan yang sangat relevan dalam program-program penelitian, di mana mahasiswa diharapkan untuk memberikan kontribusi pada pengetahuan baru dalam bidang studi mereka.

Namun, untuk program-program yang lebih berfokus pada penerapan praktis keterampilan, seperti vokasi atau program profesional, skripsi mungkin tidak selalu menjadi sarana evaluasi yang paling relevan. Penting untuk mempertimbangkan keragaman tujuan pendidikan tinggi ini ketika kita membahas apakah mahasiswa tingkat akhir harus wajib menyelesaikan skripsi. Memaksa semua mahasiswa tingkat akhir untuk menulis skripsi dapat menjadi tidak sesuai dengan tujuan pendidikan tinggi dan dapat menghambat perkembangan keterampilan praktis yang lebih diperlukan dalam beberapa bidang pekerjaan.

Alternatif yang Relevan: Proyek Praktis dan Keterampilan Kerja

Salah satu argumen dalam mendukung pembebasan dari kewajiban menulis skripsi adalah bahwa ada alternatif yang lebih relevan dan bermanfaat bagi mahasiswa. Misalnya, dalam beberapa program, mahasiswa dapat diminta untuk menyelesaikan proyek yang berfokus pada aplikasi langsung pengetahuan yang mereka pelajari selama studi mereka. Proyek seperti ini dapat memberikan pengalaman yang lebih nyata dan memberikan kesempatan kepada mahasiswa untuk mengembangkan keterampilan kerja yang langsung dapat diterapkan setelah lulus.

Selain itu, keterampilan kerja seperti komunikasi, kepemimpinan, dan kemampuan beradaptasi juga menjadi aspek penting dalam pasar kerja yang kompetitif seperti saat ini. Dalam konteks ini, program-program yang melibatkan mahasiswa dalam proyek tim, magang, atau pelatihan keterampilan khusus mungkin lebih bermanfaat daripada skripsi yang terkesan tradisional.

Dengan cara ini, pendidikan tinggi dapat lebih sesuai dengan tuntutan dunia kerja yang terus berubah. Salah satu prinsip utama dalam pendidikan tinggi adalah memberikan mahasiswa pilihan dan fleksibilitas dalam perjalanan akademis mereka. Memaksakan semua mahasiswa tingkat akhir untuk menulis skripsi dapat mereduksi pilihan mereka dan membatasi kemungkinan pengejaran minat akademis atau profesional yang lebih khusus.

Dengan mempertimbangkan kebutuhan mahasiswa, pendidikan tinggi dapat menciptakan program yang lebih dinamis dan beragam. Mahasiswa dapat memilih antara menyelesaikan proyek penelitian,  magang, atau mengikuti kursus tambahan yang berfokus pada keterampilan tertentu sesuai dengan minat dan tujuan mereka. Pendekatan ini dapat memberikan kesempatan yang lebih besar bagi mahasiswa untuk mengikuti jalur yang sesuai dengan visi mereka.

Efisiensi dan Relevansi

Skripsi seringkali memerlukan waktu yang signifikan untuk penelitian, penulisan, dan penyuntingan. Bagi mahasiswa yang ingin mengejar kelulusan dengan cepat atau yang memiliki tanggung jawab pekerjaan atau keluarga, menulis skripsi dapat menjadi beban tambahan yang tidak mungkin mereka tangani dengan baik. Membuka opsi alternatif yang lebih efisien dapat membantu mahasiswa untuk menyelesaikan studi mereka dalam waktu yang lebih sesuai dengan situasi mereka.

Selain itu, tidak semua mahasiswa memiliki latar belakang atau persiapan yang sama dalam penelitian atau penulisan akademis. Menyediakan alternatif yang lebih sesuai dapat membantu memastikan bahwa evaluasi mereka lebih seimbang dan adil. Membahas argumen bahwa skripsi tidak wajib bagi mahasiswa tingkat akhir juga membuka peluang untuk mempertimbangkan bagaimana pendidikan tinggi dapat lebih memfokuskan pada pengembangan keterampilan yang relevan untuk masa depan.

Banyak pimpinan lembaga mengidentifikasi kekurangan keterampilan praktis, seperti kemampuan berkomunikasi dan pemecahan masalah sebagai salah satu tantangan utama dalam merekrut lulusan baru. Dalam konteks ini, pendidikan tinggi dapat lebih aktif dalam mengembangkan kurikulum yang membantu mahasiswa menguasai keterampilan tersebut. Dalam beberapa kasus, pengalaman praktis dan proyek kolaboratif dapat lebih efektif dalam mengasah keterampilan ini daripada menulis skripsi yang mungkin memiliki relevansi terbatas dengan kehidupan nyata.

Meminimalisir Perjokian

Perjokian dalam penyusunan skripsi adalah tabir kelam di balik dunia pendidikan tinggi. Praktik ini telah menjadi rahasia terbuka di kalangan akademisi dan masyarakat luas. Dalam dunia di mana tekanan akademik semakin terasa, banyak mahasiswa merasa terjebak dalam labirin yang rumit.

Mereka merasa dihadapkan pada beban tugas yang tak terbayangkan dengan tenggat waktu yang datang lebih cepat dari yang diharapkan. Di tengah kekalutan ini, menggunakan jasa joki seakan menjadi pilihan yang tepat untuk menyelesaikan permasalahan yang mereka hadapi.

Tapi perlu dilihat juga dari sisi lain mata uang. Menggunakan jasa joki bukanlah pilihan yang diambil dengan sukarela oleh mahasiswa. Itu adalah refleksi dari krisis kepercayaan diri yang mendalam, kebingungan dalam memahami materi dan tekanan akademik yang seakan tidak berujung.

Pendidikan tinggi tidak boleh memungkiri dampak negatif dari praktik ini. Perjokian skripsi adalah pelanggaran etika akademik dan mengancam integritas pendidikan tinggi. Maka hadirnya kebijakan anyar tentang tidak diwajibkannya mahasiswa dalam menyusun skripsi dapat dijadikan argumentasi untuk memberikan ruang sempit bagi penyedia jasa perjokian skripsi.

Menakar Jalan Tengah

Penting untuk memahami bahwa skripsi tidak selalu relevan untuk semua program studi dan aspirasi karir adalah langkah penting dalam meningkatkan fleksibilitas pendidikan tinggi. Mengganti persyaratan skripsi dengan alternatif yang lebih sesuai, pendidikan tinggi dapat memberikan mahasiswa kesempatan untuk mengembangkan keterampilan yang lebih relevan sesuai dengan bidangnya.

Selain itu, hal ini dapat memperkuat konsep pendidikan yang berpusat pada mahasiswa (Student Centered) yang menghargai pilihan, kebutuhan dan aspirasi individu mereka. Dengan demikian, menghapus kewajiban skripsi untuk mahasiswa adalah langkah yang perlu dipertimbangkan untuk meningkatkan relevansi dan efektivitas pendidikan tinggi di era yang terus berubah.

Muchamad Arif Kurniawan
Muchamad Arif Kurniawan
Pengajar di Institut Ummul Quro Al-Islami Bogor; Pemerhati Isu-isu Pendidikan, Aktivis Gusdurian dan Masyarakat Anti Fitnah Indonesia (MAFINDO).
Facebook Comment

ARTIKEL TERPOPULER

Log In

Forgot password?

Don't have an account? Register

Forgot password?

Enter your account data and we will send you a link to reset your password.

Your password reset link appears to be invalid or expired.

Log in

Privacy Policy

Add to Collection

No Collections

Here you'll find all collections you've created before.