Senin, Oktober 14, 2024

Hybrid Yes, Pribumi No!

Nita Trismaya
Nita Trismaya
Dosen di Sekolah Tinggi Desain Interstudi Jakarta Mahasiswa S3 Jurusan Antropologi Universitas Indonesia

Istilah pribumi dan non-pribumi yang pernah heboh beberapa minggu silam telah memancing masyarakat untuk mendiskusikannya. Konotasinya bisa bermakna positif maupun negatif. Meski sesungguhnya dikotomi pribumi dan non-pribumi berakar dari arus globalisasi yang seperti kita tahu telah merasuki sendi-sendi kehidupan, mulai dari ekonomi, sosial, politik, budaya dan agama.

Konsep globalisasi itu sendiri tidak jauh-jauh dari kata homogenisasi yang mengancam keberagaman budaya, atau semacam Amerikanisasi dengan menyebarnya simbol-simbol Amerika ke seluruh penjuru dunia. Ketika berbicara tentang globalisasi, selalu menyangkut aspek ekonomi dengan terjadinya pergerakan dan distribusi barang-barang yang bernilai komersial dari negara-negara Barat dan Amerika Serikat ke negara-negara lain. MacDonaldisasi, Starbuckisasi, Hollywoodisasi dan segala sasi-sasi lainnya.

Kata ‘globalisasi’ erat kaitannya dengan fenomena penyebaran budaya Barat ke seluruh penjuru dunia terutama negara-negara dunia ketiga yang rentan secara ekonomi, sosial dan politik sebagai dampak teknologi modern yang merambah lini kehidupan sehingga memudahkan setiap orang untuk mengakses informasi dari negara-negara maju (baca: Barat) sekaligus menjadikannya kiblat utama. Sebagai tambahan, fenomena J-Rock maupun K-Pop tidak dapat dipungkiri kekuatan pengaruhnya sebagaimana halnya negara Barat.

Semua orang bisa jadi menganggap fenomena globalisasi merupakan gejala sosial yang terjadi di penghujung berakhirnya abad ke-20 menuju pergantian abad ke-21, sebuah fenomena terkini di abad modern. Namun sejatinya globalisasi telah lama berlangsung jauh sebelum istilah itu bergaung, seperti penyebaran nilai-nilai budaya luar yang  datang ke Indonesia dan sejak zaman prasejarah telah terekam jejaknya.

Masa kebudayaan perunggu membawa pengaruh pada budaya masyarakat nusantara dalam ketrampilan bercocok tanam, berburu, membangun rumah, membuat barang-barang dari bahan perunggu sampai menenun dan membuat kain dari kulit kayu. Pengaruh (globalisasi) ini terus berlanjut sampai masa berjayanya kerajaan Majapahit yang semakin mengundang bangsa-bangsa luar mengunjungi negeri ini untuk berdagang, hingga kemudian berubah haluan ingin menguasai perdagangan rempah-rempah, dan akhirnya berujung pada kolonialisasi nusantara.

Perjalanan Marco Polo menjelajah wilayah Cina dan Timur Jauh, menelusuri jalur sutera di awal tahun 1271, diartikan pula sebagai awal mulanya globalisasi dimana terjadi pertukaran dan penyebaran nilai-nilai budaya (meski kini timbul kontroversi dari arkeolog dan ahli sejarah terkait bukti-bukti yang ditemukan mengarah pada keraguan apakah benar Marco Polo pernah melakukan perjalanan tersebut), namun catatan Marco Polo menginspirasi Columbus untuk menemukan dunia yang baru. Pada prinsipnya, globalisasi sudah lama terjadi namun belum bernama ‘globalisasi’ dikarenakan tidak adanya percepatan dalam distribusi, ide, dan produk-produk yang ada di seluruh dunia sebagaimana halnya di era modern kini.

Globalisasi yang dikaitkan dengan kemajuan teknologi modern didorong oleh terjadinya revolusi industri pada abad ke-18 di Inggris yang melahirkan mesin-mesin produksi massal seperti mesin cetak, mesin tenun, dan lokomotif yang digerakkan oleh mesin tenaga uap, kemudian menyebar ke negara-negara Eropa lainnya. Timbulnya kebutuhan akan upah buruh yang murah mendorong bergeraknya perpindahan industri negara-negara Eropa ke wilayah Asia yang lebih murah tenaga kerjanya bersamaan dengan kolonialisasi oleh bangsa-bangsa Eropa.

Di Indonesia sendiri, globalisasi melahirkan budaya hybrid; bentuk baru yang lahir dari percampuran unsur luar dan lokal. Contoh dari aspek busana; model beskap pada dasarnya bukan asli Indonesia, melainkan percampuran dari budaya lokal (Jawa) dan internasional (Belanda) yang menghasilkan nilai-nilai baru dalam berpakaian. Kebaya juga diasumsikan merupakan hasil budaya hybrid yang terjadi di masa lalu dari percampuran budaya lokal dengan budaya luar (Portugis, Timur Tengah, Cina) sehingga tak heran ragam kebaya tidak hanya terdapat di pulau Jawa tetapi juga di Maluku, Minahasa, Sumatera, dan Bali.

Karena dilihat dari bukti kesejarahan yang terdapat di relief candi-candi, orang Indonesia di masa lalu menggunakan kain hanya untuk menutupi tubuh bagian bawah sedangkan bagian atas ditutupi oleh perhiasan atau dibiarkan terbuka begitu saja. Ketika agama Islam masuk, diikuti datangnya kolonial Belanda dan berbagai bangsa Eropa lainnya, termasuk Cina, memberi pengaruh pada cara berpakaian penduduk lokal Indonesia sampai saat ini.

Seperti halnya klaim pribumi dan non-pribumi, sejatinya orang Indonesia itu tidak ada yang benar-benar berdarah asli pribumi melainkan terbentuk dari percampuran berbagai bangsa yang datang, menetap, berasimilasi, berakulturasi dan melakukan kawin campur dengan penduduk lokal. Asal-usul nenek moyang orang Indonesia pun diyakini bukan berasal dari asli wilayah negeri tercinta ini, melainkan melalui migrasi bangsa-bangsa luar dari wilayah Indocina menuju nusantara yang kemudian menetap dan akhirnya menyandang sebutan sebagai penduduk lokal.

Bangsa Indonesia adalah bangsa hybrid. Darahnya terbentuk dari percampuran, persilangan dan harmonisasi beragam bangsa. Sekaligus multikultur. Menyitir pendapat Stuart Hall dalam Cultural Identity and Diaspora (1990) bahwa keaslian (kemurnian) itu pada dasarnya tidak ada karena sebuah identitas dan identitas lainnya memiliki saling keterkaitan.

Alhasil, alangkah lucunya andaikata masih saja ada orang Indonesia yang mengklaim dirinya sebagai, “Saya asli pribumi.”

Nita Trismaya
Nita Trismaya
Dosen di Sekolah Tinggi Desain Interstudi Jakarta Mahasiswa S3 Jurusan Antropologi Universitas Indonesia
Facebook Comment

ARTIKEL TERPOPULER

Log In

Forgot password?

Don't have an account? Register

Forgot password?

Enter your account data and we will send you a link to reset your password.

Your password reset link appears to be invalid or expired.

Log in

Privacy Policy

Add to Collection

No Collections

Here you'll find all collections you've created before.