Sabtu, Desember 14, 2024

Etnosentrisme Penghambat Solidaritas antar Bangsa

Rahma Nur Azizah
Rahma Nur Azizah
Mahasiswa Sosiologi, Universitas Syiah Kuala. Asal Pemalang, Jawa Tengah. Tertarik isu-isu sosial
- Advertisement -

Negara Indonesia terdiri dari beribu pulau dan bermacam-macam suku. Kemajemukan bangsa ini menjadi ciri khas yang berbeda dengan bangsa lain.

Menurut  laporan terbaru dari Worldometres, Indonesia  memiliki luas wilayah sebesar 1,9 juta km2. Dengan besaran luas wilayah tersebut, maknanya masyarakat Indonesia tersebar di penjuru nusantara meskipun persebarannya tidak merata.

Kemajemukan tersebut menjadi problematika antara masyarakat dengan entitas suku tertentu. Rasa kecintaan seseorang yang berada pada suatu kelompok  terkadang menimbulkan rasa untuk lebih mendominasi kelompok lain.

Rasa Etnosentrisme dalam Masyarakat

Berawal  dari anggapan in group dan out group seakan menjadi tameng bagi seseorang dalam menilai kesesuaian kelompok lain harus sesuai dengan apa yang menjadi tolak ukur dalam kelompoknya. In group dan out group merupakah istilah yang dikemukan oleh sosiolog W.G. Sumner dalam mengidentifikasi  kelompok sosial.

In group bermakna sebagai kesatuan diri seseorang dalam mengintroduksi atau memahami dirinya di dalam suatu kelompok, sedangkan out group  bermakna pandangan seseorang terhadap kelompok lain yang dapat diartikan sebagai lawan.

Adanya in group dan out group akan melahirkan sikap etnosentrisme dalam diri individu, dengan memandang segala kebiasaan dan peraturan yang ada di kelompoknya merupakan hal yang terbaik dan kelompok lain harus memiliki pemahaman yang sama dan mengikuti peraturan tersebut. Peraturan-peraturan  yang ada di kelompoknya harus menjadi  patokan untuk dapat di jalankan oleh semua pihak.

Dalam diri seseorang kecintaan terhadap kelompok yang ia duduki merupakan suatu hal yang wajar. Contohnya seperti, suku bangsa, pada dasarnya seseorang tidak bisa memilih untuk dilahirkan dari suku mana yang ia inginkan. Otomatis secara sadar atau tidak sadar, seseorang  digerakan oleh struktur atau norma yang berlaku untuk mengatur individu  dalam bertindak dan berperilaku.

Perbedaan kebudayaan antar daerah menjadikan masing-masing suku tersebut memiliki cara tersendiri dalam memaknai kehidupannya. Contohnya seperti Suku Jawa, yang dikenal dengan kehalusannya atau dengan istilah Jawa menyebutnya “Alon-alon asal kelakon”. Dalam bertindak mereka memiliki cara perlahan tapi pasti dalam mencapai tujuan mereka. Berbeda dengan Suku Batak yang terbiasa berbicara dengan nada keras.

Meskipun mereka tidak sedang terlibat percekcokan, namun berbicara dengan nada keras sudah menjadi suatu hal yang wajar. Dalam hal ini, masing-masing suku bangsa harus bisa menyadari adanya perbedaan karakteristik yang mendorong cara mereka untuk bertindak sesuai asal daerah dengan norma yang berlaku dalam budaya tersebut.

Etnosentrisme Melekat dalam Jiwa Individu

Sikap etnosentrisme dalam diri seseorang tidak bisa sepenuhnya dihilangkan. Seseorang dari kalangan manapun pasti pernah terbesit rasa bangga terhadap kelompoknya  sendiri meskipun tidak tampak.

- Advertisement -

Seseorang akan merasa budaya yang dimiliki oleh kelompoknya berbeda atau mempunyai cara lain dalam memahami tindakan dan perilaku. Mereka merasa ada beberapa hal tertentu yang sekiranya diajarkan oleh kelompoknya, namun tidak ada pada kelompok lain. Dalam hal ini,  kita harus memiliki jiwa terbuka tenggang rasa terhadap perbedaan yang ada.

Persebaran penduduk dan pembangunan yang tidak merata menjadi penyebab timbulnya rasa ketidaksesuaian dengan kelompok lain yang akhirnya meyebabkan konflik. Contohnya seperti Pulau Jawa yang menjadi pusat membangunan di negara ini. Padahal sebenarnya di Pulau Jawa sendiri masih banyak wilayah-wilayah yang tidak memiliki akses yang memadai dan bahkan tidak terjamah dalam pembangunan, seperti akses jalan, sekolah, dan kesehatan. Fasilitas-fasilitas masyarakat di seluruh daerah perlu diperbaiki, agar aktivitas masyarakat dapat berjalan dengan lancar dan juga tidak menimbulkan  kecemburuan sosial.

Konflik Dipandang sebagai Penguat Solidaritas Antar Bangsa 

Solidaritas bangsa harus diperkuat agar perpecahan dapat diantsipasi. Seperti ungkapan sosiolog Dahrendrorf  dalam analisis mengenai teori konflik yang berbunyi “Setiap masyarakat memperlihatkan perpecahan, konflik sosial ada di mana-mana dan setiap  elemen dalam masyarakat memberikan kontribusi terhadap perpecahan dan perubahannya”.

Pada hal tersebut, konflik dalam masyarakat dianggap sebagai seuatu hal yang wajar. Dengan adanya sebuah konflik dapat membawa masyarakat untuk lebih meningkatkan solidaritas dan meciptakan ikatan hubungan yang kuat dengan kelompok lain. Misalnya, apabila seluruh masyarakat menginginkan  negara ini untuk lebih maju, maka masing-masing kelompok pada akhirnya berjibahu bersama-sama dalam membangun bangsa tanpa melihat lagi adanya perbedaan.

Mereka bersama-sama tergerak untuk memajukan bangsa dan negara, hingga akhirnya lambat laun konflik tersebut dapat berlalu dan solidaritas bangsa akan semakin kuat dan bersatu.

Rahma Nur Azizah
Rahma Nur Azizah
Mahasiswa Sosiologi, Universitas Syiah Kuala. Asal Pemalang, Jawa Tengah. Tertarik isu-isu sosial
Facebook Comment
- Advertisement -

Log In

Forgot password?

Don't have an account? Register

Forgot password?

Enter your account data and we will send you a link to reset your password.

Your password reset link appears to be invalid or expired.

Log in

Privacy Policy

Add to Collection

No Collections

Here you'll find all collections you've created before.