Warisan pastilah berkaitan kepada sesuatu yang luhur, yang berhubungan dengan keluarga turun temurun. Ada yang mengatakan warisan itu berkaitan dengan materi, atau bahkan yang non materi. Warisan materi misalnya dapat dilihat seperti harta, emas, bahkan rumah, sedangkan yang non materi adalah sesuatu yang tak dapat dilihat namun dapat dirasa. Hal itu dapat diungkapkan misalnya seperti sifat, pemikiran, atau bahkan kekhasan tertentu yang dimiliki oleh suatu keluarga.
Sokrates sudah pasti merupakan manusia. Namun, bukan sembarangan manusia. Banyak membenci beliau karena dirinya yang sering mengoceh dan selalu bertanya pada masanya. Bahkan sekarang pun beliau juga dapat dipastikan banyak yang membencinya. Itu disebabkan tidak lain kaitannya dengan dunia filsafat. Pembenci filsafat saat ini sudah dapat terbilang tidak sedikit. Alasannya pun beragam. Ada yang mengatakan kalau filsafat itu merusak pikiran, ada bahkan yang mengatakan para peminat filsafat itu sendiri orangnya tak beragama. Kita tentunya tak dapat menyalahkan mereka dengan tuduhan yang mereka miliki tapi kita patut membenarkan jika alasan itu tak berdasar.
Filsafat itu sendiri sering didapati susah, bukan dikarenakan oleh tokoh-tokoh yang sering membawakan apa yang dimaksud filsafat, akan tetapi kebanyakan dari kita tak mengerti secara garis besar, dan lebih condong menuduh bahkan menilai filsafat itu buruk. Sebelum mempelajari filsafat, ada baiknya kita melihatnya melalui arti. Tapi sebaiknya kita tak terlalu membahasnya lebih jauh karena inti dari filsafat adalah kebijaksanaan. Dalam mencari kebijaksanaan itu sendiri, ada tiga cara. Pertama, melalui keberadaan atau dalam istilah canggihnya, ontologis. Kedua, berkaitan dengan nalar kita dalam peraturan-peraturan yang ada, atau aksiologi. Yang terakhir, berkaitan dengan keilmuan itu sendiri atau epistemologi. Kebanyakan orang mengutuk filsafat karena alasannya sudah sangat jelas, mereka tak belajar dengan mengenal ketiga ruang lingkup filsafat tersebut, dan selalu saja melihatnya dari epistemologi. Sudah jelas, kalau memulai dari epistemologi sudah pasti menemukan banyak kesulitan.
Namun, apakah pengantar di atas ada kaitannya dengan topik yang tertera?
Sokrates sendiri bisa dikatakan sebagai salah satu tokoh terbesar dalam dunia filsafat Yunani. Walaupun beliau memiliki wajah yang tak terlalu menarik perhatian, namun tindakan-tindakannya terekam di banyak tulisan-tulisan muridnya, Plato. Warisannya sudah dapat ditentukan dengan adanya karya-karya muridnya.
Di masa sokrates hidup sendiri, beliau banyak mengalami kesulitan. Kekhasan filsafatnya sendiri selalu saja dimulai dengan pertanyaan-pertanyaan mengandung kebijaksanaan, sedangkan orang-orang di masanya tak dapat memahaminya, bahkan mengatakan beliau sebagai orang yang tak waras. Kegiatan beliau pun pada akhirnya menjadi alasan mengapa ia harus mati.
Namun, kematian beliau sendiri terkait erat dengan keadaan sosio-politik yang ada pada saat itu. Atas kemenangan Sparta, yang sebelumnya bukan dari Sparta, keadaan sosio-politik di Athena semakin memburuk dan dikenal sebagai pemerintahan Tiga Puluh Tiran. Dengan keadaan yang seperti itu, sokrates yang dulunya sudah dibenci, pada saat usianya memasuki lebih tujuh puluh tahun, dia harus merasakan takdir yang pahit.
Sokrates sendiri awalnya diberi opsi. Ada yang mengatakan beliau hanya disuruh membayar uang sebesar tiga puluh minae. Namun, para hakim berubah pikiran, karena opsi tersebut terlalu ringan. Ada juga yang mengatakan bahwa Sokrates diberi opsi untuk pergi meninggalkan Athena, tapi jawaban beliau tetap menolak. Bahkan pada malam hari sebelum waktu eksekusi, muridnya ingin membantu beliau untuk melarikan diri, tapi pada akhirnya beliau tetap pada pendiriannya.
Warisan Sokrates pada umumnya dapat dilihat dari murid-muridnya. Namun, ada dua kata yang tepat dalam memahami warisannya tersebut apa lagi dalam dunia politik. Itu tak lain Stoikisme dan Sinisme.
Kedua –isme tersebut sangat berpengaruh dalam dunia politik. Stoikisme adalah cara hidup yang menekankan dimensi internal manusia, seorang Stoik dapat hidup bahagia ketika ia tidak terpengaruh oleh hal-hal di luar dirinya. Di mata kaum Stoa, Logos Universal (Sang Ilahi) adalah yang menata alam semesta ini dengan rasional, senegatif apa pun kejadian yang menimpa, seorang Stoa yang bijak akan melihat kejadian tersebut sebagai bagian dari tenunan indah iahi atau Logos. Ia akan menyesuaikan kodrat rasional dirinya sebagai manusia dengan hukum alam (hukum sebab akibat) dari Alam Semesta.
Ada dua kata yang bisa didapatkan dari Stoikisme, yakni kebijaksanaan dan rasional. Kebijaksanaan itu sendiri adalah sesuatu yang bersifat internal, dan bagi kaum Stoa, itu merupakan sesuatu yang sulit untuk diganggugugat. Karena itu sesuatu yang niscaya di dalam diri kita, baik itu berdasarkan dari sesuatu yang kita alami maupun yang kita saksikan dari pelajaran-pelajaran hidup kita. Sedangkan rasional sendiri bersesuaian dengan nalar kita. Namun penulis merasa bahwa rasional di sini lebih tepatnya merupakan ungkapan “menempatkan sesuatu pada tempatnya.”
Di dalam dunia politik sendiri, mazhab atau pemikiran ini terbagi atas dua bagian, ada yang setuju dan ada juga yang tidak setuju. Bagi yang menjauhi dunia politik, alasan mereka adalah karena muak dengan perilaku elit politik, dan meyakini bahwa hukum yang patut ditaati bukanlah hukum negara, melainkan hukum alam yang diatur oleh sang ilahi. Selain itu, mereka masih sangat dipengaruhi oleh aliran Sinisisme yang mengecam keras pemerintahan tiran kala itu. Sedangkan yang memilih terlibat dan berkarier dalam dunia politik, Cicero misalnya, mengatakan bahwa tugas politik terdapat tugas suci yang dibebankan oleh Tuhan kepada manusia, ganjarannya adalah surga. Dalam relasi dengan manusia lain, kita tak butuh hukum politik, namun harus hidup dalam persahabatan dan kekeluargaan dengan semua makhluk…