Rabu, Mei 1, 2024

Chairil Anwar: “Binatang Jalang” yang Tak Bisa Jinak

Innocentius Kredo Ananta Anindito
Innocentius Kredo Ananta Anindito
Mahasiswa Fakultas Filsafat Universitas Sanata Dharma Yogyakarta

Dalam puisinya yang berjudul ‘Aku’, ia mengaku sebagai “binatang jalang dari kumpulannya terbuang”. Dengan penuh kemantapan, ia lalu menulis “Aku mau hidup seribu tahun lagi!” Sayangnya, ia mati muda di usia 27 tahun, tepatnya pada 1949. Hidupnya justru penuh penderitaan dan pengembaraan. Ia harus mencuri dan menjual barang temannya tanpa memberi tahu pemiliknya untuk bertahan hidup.

Dalam ulasan majalah Tempo yang terbit 15 Agustus 2016Charil Anwar diceritakan tidak memiliki tipe sebagai “orang kantoran”. Dari segi kemampuan, tidak perlu diragukan lagi sebab ia menguasai beberapa bahasa dengan sangat lancar seperti Inggris, Jerman, dan Belanda. Ia sempat bekerja sebagai penerjemah di kantor Mohammad Hatta. Menurut Des Alawi, Chairil dibayar 60 gulden sebulan. Jumlah itu sangat cukup untuk hidup di zaman Jepang. Dengan hasil itu, ia bisa tinggal sendiri bersama ibunya dan tidak menumpang di rumah Sutan Sjahrir.

Bekerja dengan gaji yang cukup, tidak membuat Chairil betah bekerja di kantor. Cukup tiga bulan ia merasakan menjadi seorang pegawai kantoran. Hingga Perang Dunia II usai, ia tak pernah terikat dengan pekerjaan formal. Ia tak mau dikekang atau terikat. Ia tidak suka kepastian deadline yang pantang untuk terlambat. Ia mau bebas, pergi kemana jiwa mengajaknya. Kebebasan telah menggoda chairil untuk lepas dari pekerjaan yang rapi dan tersusun, sekalipun hasil dari pekerjaannya sudah mampu membuatnya untuk hidup.

Charil memberontak terhadap kemapanan. Di masa Orde Baru yang mengidealkan keseragaman, ia adalah lambang dari kebebasan. Dalam karya “Hoppla!”, ia menjunjung tinggi kebebasan dengan segala resikonya. Ia mengamini bahwa kedua hal itu memberikan akan makna dan sumbangan bagi kemanusiaan.

Meskipun mengagungkan kebebasan, jangan diragukan dukungannya terhadap bangsa Indonesia. Karya-karyanya tidak hanya dihasilkan dari imajinasi tetapi juga keterlibatan dalam proses revolusi. Sebut saja karya yang berjudul Persetujuan Bung Karno, Thermopylae, Karawang-Bekasi, dan Diponegoro telah menunjukkan semangat patriotiknya. Ia tidak pernah mau bekerjasama dengan para penjajah. Ia memang tidak lihai memegang senjata tetapi melawan dengan karya-karyanya.

Seorang pahlawan tidak selalu harus berasal dari kelompok politisi. Chairil adalah pahlawan tanpa seragam dan bukan juga dari golongan politisi. Ia adalah seniman yang hidup di jalanan. Kontribusinya terwujud dalam perjuangan melalui karya sastra, seni, dan aktivisme sosial. Melalui gairahnya, ia telah menciptakan dobrakan baru bagi dunia perpuisian Indonesia.

Karya-karyanya dianggap telah membentuk aliran baru kesusastraan Indonesia setelah kemerdekaan. Ia dikenal dengan sastrawan 45 yang paling besar pengarunya. Pengarunya juga pada penggunaan bahasa. Menurut Maman S. Mahayana, Chairil telah membuat bahasa Indonesia yang berakar dari bahasa Melayu berjalan ke arah yang berbeda ketimbang bahasa Melayu di Malaysia.

Lewat puisinya, Chairil memberikan ruang kebebasan bagi puisi untuk tidak terpatok pada bahasa Melayu dengan strukturnya yang baku. Ia membawa gaya baru yang menghantar sastra Indonesia masuk pada gaya yang realistik dan meninggalkan karya Angkatan Pujangga baru yang romantik-idealistik. Ia membawa sastra Indonesia mendukung kemerdekaan Indonesia serta berkarya sesuai hati nurani. Kekhasan inilah yang kerap membuat dirinya dianggap sebagai pelopor Angkatan ’45.

Chairil juga mengangkat kosakata sehari-hari dalam karya-karyanya. Kata-kata seperti “mampus” atau “jalang” pernah digunakan dalam puisinya. Kata-kata itu memang sudah tidak asing bagi masyarakat Indonesia, terutama bagi mereka yang kerap mengunjungi tempat perjudian atau lokalisasi. Kebebasannya dalam penggunaan kosa kata membuat sastra Indonesia semakin akrab di telinga masyarakat Indonesia.

Sebagai seorang anarki, Chairil Anwar menentang segala tradisi kokoh dalam lingkungannya. Hal ini tentunya menimbulkan tantangan dan penolakan dari lingkungannya. Sutan Takdir Alisjahbana pernah menolak penerbitan sajak-sajaknya dalam majalah Pujangga Baru. Perlu diketahui, majalah ini juga mempengaruhi perkembangan budaya Indonesia dengan mengedukasi masyarakat tentang kebebasan berpendapat dan mengedarkan sastra Indonesia. Sampai pada akhirnya, Sutan Takdir Alisjahbana mengakui kebesaran nama Chairil Anwar dengan karya-karyanya sebagai “sambal pedas yang menikmatkan”.

Meskipun berhadapan dengan tantangan dari sesama sastrawan atau tantangan menjaga kemerdekaan, Charil Anwar menunjukkan semangat untuk terus hidup. Tantangan bukan menjadi alasan untuk mengubur cita-citanya. Dengan semangat yang menyala, ia berjuang dengan menempuh jalan sendiri yang sesuai dengan suara hatinya. H.B. Jasmin melihat Charil memang sebagai “binatang jalang” yang hidup di tengah hutan bersama banyak saingannya. Oleh karena itu, ia harus siaga dan berani berhadapan dengan segala lawannya. Ia memang tidak mengenal tata adab, tetapi mengakui vitalitas sebagai tenaga hidup.

Meski hidup singkat, Chairil Anwar telah berhasil memberi kontribusi yang tidak sedikit bagi sastra Indonesia. Secara keseluruhan, ia telah menciptakan 60 puisi asli, 4 puisi adaptasi, 10 puisi terjemahan, 6 prosa asli, dan 4 prosa terjemahan. Ia telah membawa perubahan dalam semangat kebebasannya serta semangat hidupnya. Ia menjadi wujud dari pepatah “verba volent scripta manent”, hidup itu singkat tetapi tulisan itu abadi. Meski mati muda, karya-karyanya tetap terkenang dan menjadi saksi semua perjuangannya. Karya-karyanya masih menggugah dan menginspirasi para pembaca.

Innocentius Kredo Ananta Anindito
Innocentius Kredo Ananta Anindito
Mahasiswa Fakultas Filsafat Universitas Sanata Dharma Yogyakarta
Facebook Comment

ARTIKEL TERPOPULER

Log In

Forgot password?

Don't have an account? Register

Forgot password?

Enter your account data and we will send you a link to reset your password.

Your password reset link appears to be invalid or expired.

Log in

Privacy Policy

Add to Collection

No Collections

Here you'll find all collections you've created before.