Jumat, Desember 6, 2024

Masa Depan Kabinet Jokowi Jilid II

Siti Karoulina
Siti Karoulina
Peminat Studi Politik | Mahasiswa Pascasarjana Ilmu Politik Universitas Indonesia
- Advertisement -

Ramai diperbincangkan di media massa terkait ucapan ‘minta maaf’ Jokowi dalam pidatonya pada acara Pembukaan Musyawarah Besar X Ormas Pemuda Pancasila, Sabtu (26/10/2019). Ucapan ‘minta maaf’ ditunjukkan Jokowi kepada para calon menteri yang tidak terpilih masuk ke dalam jajaran Kabinet Indonesia Maju.

Sesuai dengan UU No 39 Tahun 2008,  Presiden memiliki hak prerogatif untuk memilih menteri yang bisa turut mendorong kinerjanya menyelesaikan berbagai permasalahan bangsa. Namun, hal yang menjadi permasalahan di sini, bukan soal tidak semua nama yang diajukan partai diakomodir oleh Jokowi, namun lebih ke soal tepat atau tidak Jokowi menempatkan nama-nama tersebut sebagai menteri di jajaran kabinetnya.

Rasa Kabinet Jokowi Jilid I

Berkaca pada pemerintahan Jokowi Jilid I, 14 kursi Kabinet Kerja diisi oleh partai koalisi, sisanya 20 kursi diisi oleh kalangan profesional. Dari sini terlihat bahwa Jokowi cukup banyak mengakomodir pesanan partai pendukung sehingga perbedaan kursi tidak terlalu signifikan antara golongan partai dengan profesional.

Kemudian dengan beralihnya 2 partai oposisi menjadi pendukung pemerintah (PAN dan Golkar), Jokowi juga menunjukkan sikap mengakomodir kedua partai tersebut dengan mereshuffle kabinet dan memasukkan perwakilan kedua partai ke dalam jajaran Kabinet Kerja.

Alhasil, keberadaan utusan partai pendukung ke dalam jajaran kabinet ini ternyata juga kurang dapat mengoptimalisasi pencapaian Program Nawacita. Rapor akhir pemerintahan Jokowi Jilid I menunjukkan tidak tercapainya beberapa target dalam Nawacita, seperti pertumbuhan ekonomi, penurunan angka kemiskinan, penguatan nilai tukar rupiah, penurunan utang pemerintah, dan tidak terselesaikannya kasus pelanggaran HAM berat.

Kalkulasi Kabinet Jokowi Jilid II

Saat ini, Jokowi maju sebagai Presiden dengan koalisi gemuk berisikan 10 partai pendukung. Jika Jokowi mengambil pelajaran dari periode sebelumnya, seharusnya Jokowi mampu meningkatkan lagi porsi kalangan profesional dalam kabinet agar pemerintah dapat mencapai berbagai target yang belum tercapai dalam Program Nawacita.

Namun, hal yang terjadi adalah pemerintahan Jokowi Jilid II masih memberikan porsi besar untuk partai koalisi. Sebanyak 16 kursi ditempati partai koalisi dan 18 kursi ditempati kalangan profesional. Perbedaan proporsi kursi antara partai pendukung dengan kalangan profesional tersebut, masih tidak menunjukkan perbedaan yang signifikan dari periode sebelumnya.

Perpecahan Dukungan Koalisi

Selain soal proporsi kursi, terdapat keputusan Jokowi yang mengejutkan soal pembagian porsi untuk partai koalisi. Pertama, Jokowi tidak memasukkan perwakilan dari 3 partai koalisi namun memasukkan perwakilan partai oposisi ke dalam kabinet. Sebagai bagian dari partai koalisi, Hanura, PKPI dan PBB tidak mendapatkan jatah kursi, namun Gerindra yang jelas sedari awal sebagai partai oposisi malah mendapatkan 2 kursi.

Di satu sisi, harga yang harus dibayar oleh Jokowi terhadap koalisi gemuk yang diciptakan adalah pemberian jatah kursi menteri untuk setiap partai koalisi. Namun di lain sisi, Jokowi perlu mempertimbangkan porsi yang tepat untuk partai pendukung dan untuk kalangan profesional. Oleh karena itu, dengan adanya partai koalisi yang tidak mendapatkan jatah kursi dalam kabinet, komposisi politik ini kedepannya diprediksi dapat menciptakan perpecahan dukungan partai koalisi terhadap Jokowi.

Kabinet Kontroversial

Kedua, pesanan dari partai koalisi seolah-olah diterima secara mentah oleh Jokowi tanpa mempertimbangkan track recordnya. Sebagai contoh, terdapat beberapa nama menjadi sorotan publik karena track record mereka dinilai kontroversial berbagai pihak. Misalnya saja seperti Zainudin Amali (Menteri Pemuda dan Olahraga), Menteri Desa, Abdul Halim (Pembangunan Daerah Tertinggal dan Transmigrasi) dan Ida Fauziah (Menteri Ketenagakerjaan). Ketiga menteri tersebut pernah menjadi saksi atas sejumlah kasus korupsi.

- Advertisement -

Dalam proses rekuitmen, Jokowi secara nyata tidak melibatkan para ahli di luar pemerintahan seperti misalnya KPK untuk mengecek latar belakang calon menteri yang akan dipilih sehingga tanpa adanya pertimbangan KPK, nama-nama tersebut dapat masuk ke dalam jajaran kabinet.

Padahal, dalam politik proses rekuitmen memainkan peranan penting dalam jalannya sistem politik. Seperti yang diungkapkan oleh Lester G. Seligman (1964), bahwa rekuitmen merupakan fungsi sentral dari setiap sistem politik dimana proses rekuitmen merupakan indikator distribusi pengaruh elite politik ke posisi tertentu.

Oleh karena itu, walaupun Jokowi memiliki hak prerogatif untuk memilih menteri, sebaiknya Jokowi juga tetap menjaga proses rekuitmen berjalan secara profesional dengan melibatkan para ahli di luar pemerintahan untuk memberikan pertimbangan terhadap calon menteri yang akan dipilih.

Rasa Kabinet Jokowi Jilid II

Dengan melihat kalkulasi politik saat ini, pengambilan sikap Jokowi dalam membentuk susunan kabinet terlihat tidak jauh berbeda dengan periode sebelumnya. Seharusnya, periode ini menjadi moment Jokowi untuk berbenah diri dengan lebih banyak mengikutsertakan kalangan profesional untuk menyelesaikan berbagai permasalahan di negara ini.

Pertimbangan Jokowi untuk tetap mengakomodir banyak pesanan partai dan bahkan tidak mengakomodir beberapa pesanan partai pendukung, dapat berpotensi menciptakan perpecahan dukungan yang pada akhirnya menimbulkan instabilitas terhadap pemerintahan Jokowi. Kedepannya, kita juga dapat melihat reshuffle kabinet akan terjadi secara berulang dan pada akhirnya kita kembali menyaksikan pemerintahan dengan rasa yang sama. Jadi, Pak Jokowi tidak perlu minta maaf, kan?

Siti Karoulina
Siti Karoulina
Peminat Studi Politik | Mahasiswa Pascasarjana Ilmu Politik Universitas Indonesia
Facebook Comment
- Advertisement -

Log In

Forgot password?

Don't have an account? Register

Forgot password?

Enter your account data and we will send you a link to reset your password.

Your password reset link appears to be invalid or expired.

Log in

Privacy Policy

Add to Collection

No Collections

Here you'll find all collections you've created before.