Selasa, Maret 19, 2024

RUU Penghapusan Kekerasan Seksual sebagai Strategi Penyelesaian Masalah Kekerasan Seksual di Indonesia

Pada abad 21 ini, jumlah penduduk di Indonesia semakin meningkat dari tahun ke tahun. Berdasarkan proyeksi pertumbuhan penduduk Badan Perencanaan Pembangunan Nasional, Badan Pusat Statistik dan United Nations Population Fund jumlah penduduk Indonesia pada 2018 mencapai 265 juta jiwa. Dari jumlah tersebut, sebanyak 131,88 juta jiwa berjenis kelamin perempuan.      

Meningkatnya pertumbuhan penduduk sebenarnya membawa beberapa keuntungan, di antaranya adalah ketersediaan tenaga kerja yang melimpah. Namun, jika pertumbuhan penduduk yang tinggi tidak dibarengi oleh kebijakan pemerintah yang baik dalam menghadapi masalah ini, maka pertumbuhan penduduk yang tinggi hanya akan membawa dampak yang buruk bagi suatu negara. Apalagi, jika kita lihat diatas pertumbuhan penduduk tersebut didominasi oleh kaum perempuan. Tentunya kebijakan-kebijakan kedepannya yang menyangkut pelanggaran-pelanggaran HAM terhadap perempuan harus kita kedepankan contohnya kekerasan seksual.

Kekerasan seksual didefinisikan sebagai tindakan seksual, usaha untuk memperoleh seks, komentar atau pendekatan seksual seperti apapun atau menjualbelikan seseorang sebagai objek seksual secara paksa, hal-hal tersebut dapat dilakukan oleh siapapun tidak mempedulikan hubungannya dengan korban, dan ia dapat terjadi di rumah maupun tempat kerja. Kekerasan seksual erat kaitannya dengan pemaksaan dan pemaksaan dapat mencakup berbagai bentuk tindakan. Selain paksaan secara fisik, ia dapat mencakup intimidasi psikologis, pemerasan atau ancaman seperti ancaman melukai, dipecat ataupun penolakan penerimaan kerja. Kekerasan seksual juga dapat terjadi saat korban tak dapat menolak atau menerima tindakan seksual, misalnya ketika mabuk, dalam pengaruh obat, tidur atau terganggu secara mental.

Menurut Catahu ( Catatan Tahunan ) Komnas Perempuan, ada 348.446 kasus kekerasan terhadap perempuan yang dilaporkan dan ditangani selama tahun 2017, yang terdiri dari 335.062 kasus bersumber pada data kasus/perkara yang ditangani oleh Pengadilan Agama, serta 13.384 kasus yang ditangani oleh 237 lembaga mitra pengadalayanan, tersebar di 34 Provinsi. Komnas Perempuan mengirimkan 751 lembar formulir kepada lembaga mitra pengadalayanan di seluruh Indonesia dengan tingkat respon pengembalian mencapai 32%, yaitu 237 formulir. Berbagai bentuk kekerasan seksual ini harus kita ketahui bersama sebagai langkah awal untuk bisa mengidentifikasi masalah yang ada.          

Berikut adalah 15 bentuk kekerasan seksual; 1.  Perkosaan; 2. Intimidasi Seksual termasuk Ancaman atau Percobaan Perkosaan; 3. Pelecehan Seksual; 4. Eksploitasi Seksual; 5. Perdagangan Perempuan untuk Tujuan Seksual; 6.  Prostitusi Paksa; 7.  Perbudakan Seksual; 8.  Pemaksaan perkawinan; termasuk cerai gantung; 9.  Pemaksaan Kehamilan; 10. Pemaksaan Aborsi, 11. Pemaksaan kontrasepsi dan sterilisasi; 12. Penyiksaan Seksual; 13. Penghukuman tidak manusiawi dan bernuansa seksual; 14. Praktik tradisi bernuansa seksual yang membahayakan atau mendiskriminasi perempuan; 15. Kontrol seksual, termasuk lewat aturan diskriminatif beralasan moralitas dan agama. Oleh karena itu, segala bentuk kekerasan seksual ini harus kita selesaikan secara cepat dengan menindaklanjuti berbagai penyebab kekerasan seksual sebagai berikut.

  1. Faktor budaya,
  2. Faktor lingkungan,
  3. Kurangnya penanganan cepat dari pemerintah.

Berdasarkan kondisi riil diatas sangatlah penting untuk mengeksploitasi ide dan gagasan intelektual demi menuntaskan akar permasalahan tersebut. Permasalahan kekerasan seksual di Indonesia memang seakan hangat diperbincangkan tiap harinya karena kita melihat belum ada penanganan yang pasti kepada korban. Penyebab faktor budaya diatas adalah karena budaya masyarakat kita masih menempatkan perempuan lebih rendah posisinya daripada laki-laki, bisa dilihat dari posisi pengambilan keputusan, jarang sekali bisa diambil perempuan. Konstruksi berpikir masyarakat yang salah inilah yang menjadi akar persoalan terhadap perempuan untuk terjadi kekerasan seksual.

Masyarakat kita menganggap seperti itu, karena laki-laki lah yang menentukan akan kemana, mau apa, dan ini sebenarnya mempngaruhi cara pandang yang diskriminatif yang dapat mempengaruhi tindakan kekerasan. Kemudian, faktor lingkungan juga dapat mempengaruhi perempuan terjadi kekerasan seksual. Hal itu dapat terjadi karena pergaulan yang sangat bebas sehingga menyebabkan seseorang bebas untuk berteman dengan siapapun dan keluar rumah kapanpun, tidak menjadi masalah. Seharusnya, peran keluarga sangat dibutuhkan dalam memberikan pendidikan kepada anaknya. Dan peran tokoh-tokoh agama, tokoh masyarakat selain pendidikan yang diberikan di institusi pendidikan. Ini semua punya mempunyai andil yang besar dalam mengatasi permasalahan kekerasan seksual.

Disamping, menyelesaikan segala faktor penyebab yang ada. Pemerintah harus berperan aktif menyiapkan regulasi dan kebijakan. Karena dengan demikian perubahan budaya itu bisa dipercepat dengan tindakan tegas dari pemerintah. Oleh karena itu, yang awalnya tidak ada sanksi hukum, setelah ada hukum dari pemerintah seseorang akan takut terkena sanksi hukum. Salah satu tindakan ini dapat memperbaiki budaya diskriminatif yang terjadi dimasyarakat. Selain pemerintah, aparat penegak hukum juga dianggap memiliki peran penting dalam pengurangan tindak kekerasan terhadap perempuan. Dengan begitu, permasalahan kekerasan seksual ini dapat menjadi permasalahan yang sangat serius.

Pemerintah seharusnya bisa berupaya yang terbaik untuk segera mengesahkan Rancangan Undang-Undang Penghapusan Kekerasan Seksual yang akan menjadi perlindungan hukum bagi korban sekaligus sebagai strategi penyelesaian dan langkah preventif dari tindak kekerasan seksual karena regulasi terkait kekerasan seksual saat ini sangat minim, hanya berpegang pada KUHP. Rancangan Undang-Undang Penghapusan Kekerasan Seksual penting dibahas segera mungkin oleh pemerintah karena kasus pelecehan seksual meskipun tidak bersentuhan fisik contohnya dalam kasus Baiq Nuril, namun kekerasan verbal termasuk kekerasan seksual.

Kalau sudah ada Undang-Undang Penghapusan Kekerasan Seksual, maka perlindungan terhadap korban dan pemenjaraan bagi pelaku memiliki pijakan hukum. Oleh karena itu, Rancangan Undang-Undang Penghapusan Kekerasan Seksual ini harus segera dibahas dan disahkan secepatnya agar nantinya korban mendapatkan penanganan yang baik. Rancangan Undang-Undang Penghapusan Kekerasan Seksual ini dinilai mengatur banyak hal. Tak hanya mengatur penanganan hukum acara atau sanksi pidana tetapi Rancangan Undang-Undang Penghapusan Kekerasan Seksual ini banyak memberikan manfaat kepada korban. Persoalan kekerasan seksual ini harus menjadi pemikiran kita semua bukan hanya pemerintah saja, karena kekerasan seksual bisa terjadi kepada siapapun dan dimanapun.

Berdasarkan pemaparan diatas, maka masalah kekerasan seksual ini harus menjadi fokus kita bersama dan kita haruslah sangat peduli terhadap korban kekerasan seksual serta segala bentuk kekerasan seksual harus bersama-sama kita hentikan. Kita harus bisa merangkul kembali orang-orang korban kekerasan seksual bukan malah membuat stigma buruk terhadap mereka. Ini adalah bencana besar, sama halnya dengan musibah-musibah yang pernah terjadi belakangan ini. Meningkatnya kekerasan seksual ini sama dahsyatnya dengan bencana tsunami yang terjadi beberapa tahun yang lalu di Nanggroe Aceh Darussalam. Bila  bencana tsunami korban fisik lebih besar, maka kekerasan seksual ini menghancurkan diri dari dimensi karakter dan mentalitas bangsa serta psikis seseorang. Sama dengan kekhawatiran kita bersama tentang perluasan dan penyebaran penggunan narkoba yang semakin membesar.

Sebagai pribadi yang baik seharusnya laki-laki dapat menjaga perempuan karena perempuan adalah pelindung dari tatanan sosial dan penjaga nilai-nilai moralitas dan kesusilaan. Sungguh berat tugas yang dipikulkan kepada perempuan. Cacat sedikit saja perilaku perempuan, maka sejumlah penilaian yang negatif akan terlemparkan kepadanya. Lain halnya dengan kaum laki-laki yang secara arogan selalu merasa sebagai pemimpin dan pejuang kehidupan, sehingga seolah-olah mereka tidak pernah bersalah. Oleh sebab itu, peran kita adalah ikut memikirkan bagaimana meringankan beban yang ditanggung oleh korban tindak kekerasan seksual, dan ikut memikirkan bagaimana cara menekan jumlah kejadian pelecehan seksual di masyarakat.

Dengan menuntaskan segala akar permasalahan diharapkan Rancangan Undang-Undang Penghapusan Kekerasan Seksual dapat disahkan secara cepat karena RUU PKS ini sangatlah penting untuk menekan tindak kekerasan seksual di Indonesia sekaligus sebagai langkah preventif serta mampu membantu korban untuk mendapatkan penanganan yang baik sehingga stigma buruk dapat berubah seiring dengan berjalannya waktu. Marilah kita terus berkontribusi dalam menekan tindak kekerasan seksual di Indonesia dan dengan berdoa kepada Tuhan Yang Maha Esa, semoga setiap langkah dan pengharapan kita selalu diberikan kemudahan oleh-Nya.

Daftar Pustaka :

Badan Perencanaan Pembangunan Nasional, Badan Pusat Statistik  dan United Nations Population Fund 2018.

Catahu ( Catatan Tahunan ) Komnas Perempuan 2018.

(World Health Organization, 2002).

Facebook Comment

ARTIKEL TERPOPULER

Log In

Forgot password?

Don't have an account? Register

Forgot password?

Enter your account data and we will send you a link to reset your password.

Your password reset link appears to be invalid or expired.

Log in

Privacy Policy

Add to Collection

No Collections

Here you'll find all collections you've created before.