Senin, Oktober 7, 2024

Admin Nurhadi-Aldo Tak Sepintar yang Mereka Pikir dan Ini Buktinya.

Nadya Karima Melati
Nadya Karima Melati
Coordinator and Researcher, Support Group and Resource Center on Sexual Studies, Indonesia. Menyukai belajar feminisme seperti menyukai dirinya sendiri.

Ketika malam pergantian tahun 2018 ke 2019 menjelang, saya sibuk sendiri. Jemari ini tidak berhenti mengsap layar telpon pintar. Mata saya menatap layar instagram dan membagikan konten gambar meme yang membuat saya tergelitik. Saya terkesima dengan akun calon presiden alternatif nomor urut 10 yang mudah sekali saya identifikasi sebagai guyonan dan kritik pemilu dalam sekali kunjungan akun. Seminggu berikutnya saya mengajukan diri menjadi calon legislatif dari partai untuk keberagaman iman (PUKI) tapi dua belas hari kemudian saya berhenti memajang poster caleg saya dengan alasan sudah banyaknya bandwagon. Dan pada tanggal 25 Januari ketika saya hendak membeli atribut Nurhadi-Aldo sebagai fashion statement saya dalam pemilu 2019 ini tapi tidak jadi.

Ada alasannya mengapa saya tidak jadi membeli atribut dan banyak menggunakan istilah bahasa Inggris dalam kalimat pengantar tulisan ini akan dibahas.  Pertama, internet meme adalah sebuah budaya global dan banyak terma-terma belum dicerap ke dalam bahasa Indonesia. Dan kedua akan dibahas kemudian melalui tulisan ini untuk membedah internet meme (IM) dan fenomena Nurhadi-Aldo sebagai fenomena kultural orang Indonesia di kelas menengah-kota.

Meme sebagai Gejala Kultural

Hal pertama untuk mengkaji sebuah meme internet adalah mengetahui apa itu yang dimaksud dengan meme. Istilah meme digunakan oleh Richard Dawkins, seorang Darwinian alias penganut teori evolusi yang menulis buku sains pop berjudul “The Selfish Gene”. Sederhananya konsep gen dalam biologi bersifat egois dan itu yang menjadi landasan mengapa kita mencari pasangan yang berwajah cakep dengan harta melimpah. Karena gen hanya ingin bertahan hidup, mereplikasi dan melanjutkan keturunan. Konsep gen dalam biologis berlaku secara budaya-sosial dalam konsep meme. Meme dilihat sebagai upaya imitasi sebuah budaya. Budaya di sini adalah produk yang dihasilkan manusia untuk bertahan hidup. Perdebatan selanjutnya adalah apakah meme internet sama dengan meme yang dicetuskan oleh Dawkins?

Carlos Mauricio Castaño Díaz dalam papernya berjudul “Defining and characterizing the concept of Internet Meme” tahun 2013 menjelaskan bahwa alih-alih s ebagai imitasi kultural seperti gene, internet meme (selanjutnya disebut IM) lebih bersifat seperti virus yang menyebar. Ia menganalisis bahwa IM memiliki karakteristik menyebar secara horizontal atau peer-to-peer ketimbang vertikal antar-generasi seperti identifikasi meme ala Dawkins. Meme internet berkembang dalam bentuk teks, olah gambar, video ataupun gif/jiff yang menyebar melalui internet dan aktivitas interaksi di sosial media.

Fenomena IM bisa dilacak dari kemunculan 9gag.com yang booming pada tahun 2008an dan dalam konteks Indonesia ditanggapi dengan FuckYeahMahasiswa (kemudian berubah menjadi Yeah Mahasiswa) dan kemudian muncul 1cak hingga era Dagelan. IM yang diperkenalkan melalui 9gag lebih mirip template gambar dengan isi teks yang bisa digonta-ganti. Format IM seperti ini yang populer dikenal sebagai meme atau IM di lingkungan siber Indonesia. Kemunculan IM bukan hal yang sekedar menghibur dan netral. Meme internet sangat kental nuansa politis karena sebuah meme selalu hadir dengan tujuan. Biasanya adalah kritik sosial atau kritik terhadap kekuasaan dalam sebuah negara.

Saya setuju dengan Carlos Diaz untuk mengkategorikan meme sebagai fenomena kultural karena meme internet sangat bersifat eksklusif, ada prasyarat untuk bisa mengerti sebuah IM seperti kesamaan pengalaman atau latar belakang kelas sosial, pemahaman tentang budaya pop dan literasi digital. Juga dibutuhkan sering  berinteraksi dengan budaya bercandaan internet dan dan shitposting (IM absurd). IM punya waktu kadarluasa dan jika ketinggalan dalam sebuah fenomena IM kita bisa memahaminya melalui situs/laman bantuan seperti KnowYourMeme yang sayangnya sedikit sekali orang yang menikmati IM tanpa memahami budayanya. IM bisa dibuat oleh siapa saja tapi sebuah membuat sebuah dan memahami sebuah meme butuh pengetahuan tentang budaya populer, ideologi dan pesan yang hendak disampaikan semua dituangkan dengan sederhana dalam sebuah template gambar yang mudah dicerna dan direplikasi.

IM bersifat fenomena budaya yang bersifat endemik daripada epidemik. Artinya karena sifat eksklusifitasnya budaya IM membentuk peer-peer yang menjadi produsen sekaligus konsumen IM. Dan humor dalam IM membuat IM menjadi fenomena yang punya batas kadarluasa. Bisa dilihat dalam laman facebook KnowYourMeme Indonesia (unoficiall) sebuah fenomena IM mempunya siklus linier bisa dilihat dalam gambar berikut:

Sumber: cover laman KnowYourMeme Indonesia (unoficiall)

Jika Anda tidak mengerti siklus ini dalam sekali lihat, mohon maaf Anda belum memahami budaya IM. Digital literasi alias mengetahui dari komunitas mana IM berasal, sampai batas mana sebuah IM digunakan dan pesan apa yang mau disampaikan adalah hal-hal dasar untuk turut berpartisipasi dalam budaya IM.

Nurhadi-Aldo Sebagai Fenomena

Gempita Nurhadi-Aldo telah kita lalu sebelumnya dengan IM seorang polisi perempuan dari tayangan Net.TV dengan tagline “di situ saya merasa sedih” lalu disusul dengan IM Edi Rahmayadi ketua PSSI dan Gubernur Sumatera Utara dengan tagline “Apa urusan Anda menanyakan hal itu?”. Persamaan ketiganya menjadi populer adalah satu, sebuah kritik sosial dan politik atas keadaan. Nurhadi-Aldo muncul sebagai kritik pemilu di mana para capres kampanye hal yang ingin mereka jual bukan permasalahan Indonesia sesungguhnya seperti HAM yang belum tuntas, bencana alam, persekusi oleh ormas dan intoleransi. Gaya bahasa yang sarkas, vulgar dan sinis adalah respon atas keadaan dan sistem politik yang absud. Absurditas dan berandaan kelam dimunculkan untuk menjadi refleksi bahwa perpolitikan di Indonesia seperti tidak ada harapan bagi kelompok muda. Kelompok anak muda dikomodifikasi dan disederhanakan sebagai objek konsumsi dalam label “millenials” sebagaimana para politisi lakukan dengan kelompok rakyat miskin.

Mengacu pada siklus meme dari gambar di atas, kemerosotan popularitas Nurhadi-Aldo sebagai fenomena IM sudah diprediksi sejak masuk televisi dan menjadi bahan berita hingga mancanegara. Dari situ admin Nurhadi-Aldo sudah mengendus potensi komodifikasi dengan berjualan merchandise. Sebuah proyek kritik politik iseng-iseng para mahasiswa yang gemar shitposting menjadi fenomena nasional yang bisa menghasilkan uang. Admin yang banyak dan kurang koordinasi membuat ‘kecolongan’ bahwa tidak semua admin punya prespektif terhadap isu gender dan kiri dengan menggunakan becandaan perkosaan yang langsung membuat penggemar mereka kecewa.

Beberapa (mohon maaf) bandwagon dan normies mulai mengutarakan pendapatnya bahwa fenomena internet ini dari awal sudah vulgar dan tidak layak, beberapa mulai mempertanyakan prespektif dan ideologi para admin. Walaupun tim kampanye sudah meminta maaf, upaya shaming dilakukan berbagai pihak. Gelombang apresiasi berganti menjadi penyerangan, terlebih para cebong yang paling sensitif dengan fenomena IM ini karena menggerus para swing-votersnya.

Fenomena IM seperti Nurhadi-Aldo kemungkinan besar akan terus muncul dan menjadi kontroversi. IM Nurhadi-Aldo sendiri akan berevolusi menjadi ironic meme. Hebatnya, dari muncul hingga backlash  hanya butuh waktu selama kurang dari dua bulan. Fenomena IM lekat dari bagaimana kelompok muda berkomunikasi melalui teknologi dan aktivisme digital, budaya populer dan kritik politik. Tidak layak jika kita mengkategorikan IM dan shitposting sebagai sesuatu yang benar atau salah sama seperti menjadikan budaya IM menjadi studi tersendiri. IM adalah sebuah gejala kultural dan yang harus dikaji adalah manusia yang melakukan interaksi dan mengalaminya.

Nadya Karima Melati
Nadya Karima Melati
Coordinator and Researcher, Support Group and Resource Center on Sexual Studies, Indonesia. Menyukai belajar feminisme seperti menyukai dirinya sendiri.
Facebook Comment

ARTIKEL TERPOPULER

Log In

Forgot password?

Don't have an account? Register

Forgot password?

Enter your account data and we will send you a link to reset your password.

Your password reset link appears to be invalid or expired.

Log in

Privacy Policy

Add to Collection

No Collections

Here you'll find all collections you've created before.