Kamis, Mei 2, 2024

Taras Bulba: Perjuangan demi Tanah Air

Donny Syofyan
Donny Syofyan
Dosen Fakultas Ilmu Budaya Universitas Andalas

Di belakang sebuah edisi Taras Bulba (1835) yang sudah tidak lagi dicetak terdapat uraian singkat dari Ernest Hemingway, “Salah satu dari sepuluh buku terhebat sepanjang masa!” Mungkin ini benar adanya.

Jika karya itu salah satu dari yang terhebat, berarti banyak pembaca menghabiskan waktu untuk menikmati Taras Bulba. Tidak sedikit yang terjerat senang dan kagum, baik yang disadari maupun yang muncul tiba-tiba. Rasa ini terkesan aneh dan mendalam, seolah-olah pendekatan pengarang bukan hanya orisinal tapi juga karya ini dianggap ini belum pernah ada sebelumnya.

Membaca Taras Bulba terasa menyegarkan dan lebih dari sekadar mengomunikasikan perasaan yang melebihi apa yang kita bayangkan tentang orisinalitas, kecerdasan dan bahkan cinta. Seolah-olah dengan terus berpikir dan penuh konsentrasi terhadap subjeknya, Nikolai Gogol (yang berusia dua puluhan ketika menulis Taras Bulba) sampai pada kebenaran. Tentu saja ini adalah ilusi seni tertinggi.

Novel ini mengambil latar waktu abad ke-16 dan tempat di padang rumput Ukraina, yang dikuasai oleh Polandia namun menjadi sasaran penghancuran oleh pasukan Tatar dan Turki. Taras, keluarga serta teman-temannya adalah suku Cossack, kelompok pejuang Slavia yang menganut agama Ortodoks Rusia. Mereka sudah berperang selama lebih kurang dua ratus tahun.

Taras adalah seorang pria paruh baya yang kekar dengan dua putra yang baru saja kembali dari sekolah di Kiev. Dia membawa mereka ke “Setch”, yang merupakan perkemahan permanen Cossack yang mirip kota. Karena traktat mencegah penyerangan yang diinginkan Tara untuk melatih putra-putranya, dia mulai menghasut kejahatan dengan menyinggung harga diri para pejuang.

Namun, tak lama kemudian, sebuah kelompok muncul dan melaporkan bahwa orang-orang Yahudi telah mengambil alih gereja-gereja. Mereka memungut biaya bagi yang ingin mengadakan kebaktian. Para pendeta Romi telah memanfaatkan orang-orang Kristen Ortodoks untuk naik tingkat. Bangsa Cossack berangkat untuk membalas penghinaan ini dan akhirnya mengepung kota bertembok di Polandia ini.

Orang-orang Rusia, Polandia, Yahudi, dan Muslim tinggal berdekatan. Semuanya marah dengan kaum Kristen Ortodoks serta curiga kepada rumor dan prasangka. Semuanya bersenjata. Gogol terkagum-kagum dan merasakan kedekatan dengan Cossack (dia berasal dari Ukraina). Kekagumannya ini meliputi sisi kekejaman sekaligus ketabahan yang menjadi potret umum abad ke-16.

Gogol memiliki gaya sastra yang sangat modern untuk zaman itu dengan kemampuannya menggambarkan paradoks perasaan dan sensasi. Di awal novel, Gogol membangkitkan kedamaian yang benar-benar melampaui pemahaman umum:

Meanwhile the beauty of the July night had acquired a magnificent and awesome quality. It was the glare of the neighboring districts that had not yet burned to the ground. In one place the flame spread slowly and majestically over the heaven. In another, meeting with something inflammable and bursting into a whirl wind, it hissed and flew upwards to the very stars, and its severed tongues died in the highest regions of the sky. Here stood the charred, black monastery, like a stern Carthusian monk, displaying its gloomy grandeur at every new outburst of flame; there blazed the monastery garden. One could almost hear the trees hissing as they were wrapped up in smoke; and as the fire broke through, it suddenly lighted up clusters of ripe plums with a hot, phosphorescent, violet gleam or turned the yellow pears here and there to pure gold; and in the midst of this, hanging against the wall of the building or from a bough, would be seen the black figure of some poor Jew or monk whom the fire was devouring together with the building.

Keinginan Taras terhadap putra-putranya, berupa penyerangan dan penjarahan, tidak berjalan sesuai rencana. Balas dendam yang dilakukan orang-orang Cossack amat kejam. Namun selama pengepungan kota bertembok di Polandia, putra bungsunya, Andrei, mengkhianati Cossack dan ayahnya, demi cintanya pada keindahan Polandia yang menggoda.

Taras harus membunuhnya tanpa penyesalan. Putra tertua, Ostap, kurang romantis, berani dan tangguh, tetapi ketika Cossack dikalahkan, Ostap ditangkap dan dibawa ke Warsawa. Taras sendiri terluka, tetapi ketika pulih, dia membujuk seorang pedagang Yahudi untuk menyelinapkannya ke kota Polandia. Di sini dia menyaksikan penyiksaan dan eksekusi dramatis terhadap Ostap.

Balas dendam yang dilakukan orang-orang Cossack amat kejam dan kata-kata terakhir Taras menyerukan perang, bukan perdamaian. Orang-orang Cossack tak henti-hentinya melakukan kekerasan dan tanpa belas kasihan, seperti halnya tindakan orang-orang Viking dalam Egilssaga. Ini memang terkait Viking karena bangsa Skandinavia di bawah pemerintahan Rurik menetap di sungai-sungai yang mengalir dari utara ke selatan di Rusia pada Abad Pertengahan.

Namun para pengarang Islandia Abad Pertengahan tidak menampilkan kesan halus akan keindahan lanskap atau pemahaman kompleks tentang psikologi dan karakteristik orang-orang Norse seperti yang dilakukan Gogol terhadap orang Cossack. Taras dan putra-putranya selalu ditampilkan dalam konteks budaya Cossack, di padang rumput Asia Tengah yang luas dan indah. Seperti kebanyakan pengarang Rusia, Gogol menggunakan bakatnya untuk mencoba memahami sifat-sifat Rusia untuk membentuk identitas sastra Rusia yang akan membantu menciptakan jalan menuju masa depan.

Ide-ide Gogol sangat konservatif. Sifat-sifat Rusia sejati, dalam Taras Bulba, didefinisikan sebagai sesuatu yang berani, berotot, nasionalis, dan berwawasan ke belakang. Setiap kehidupan ditentukan oleh takdirnya. Karenanya ia harus dijalani dan ditantang alih-alih menjadi bahan pikiran atau diatur. Ciri-ciri nasional tetap ada; orang Polandia beragama Katolik, mencolok, tidak berguna, dan pengkhianat; Tatar tidak dapat diketahui; orang-orang Yahudi memiliki koneksi yang baik (anti-Semitisme dalam novel sangat kental); Cossack adalah kelompok dengan pria sejati. Namun karakteristik nasional ini tidak serta merta mengarah pada keselamatan atau penebusan. Dalam konteks Ukraina pada abad ke-16, hal ini hanya mengarah pada dilema yang semakin kompleks dan tantangan yang semakin melelahkan yang harus dijalani.

Novel Gogol yang paling terkenal adalah Dead Souls (1842), yang sebagian justru dia hancurkan sebelum dia meninggal. Cerita-ceritanya yang paling terkenal adalah “The Over coat” dan “The Nose.” Dia menulis beberapa drama; produksi drama satirnya The Inspector General mengakibatkan dia harus meninggalkan Rusia menuju Eropa Barat. Karyanya ini menyinggung perasaan Tsar, yang memutuskan meninggalkan ruang teater pada babak pertama. Gogol menjadi seorang sastrawan Rusia yang abadi namun kontroversial yang karyanya sulit dikategorikan. Karya-karya Gogol sangat beragam sehingga mustahil menghasilkan serangkaian keyakinan yang konsisten yang bisa ditiru.

Dia membakar manuskripnya yang terakhir Dead Souls karena dia berpindah agama kepada kepercayaan Ortodoks Rusia yang fanatik, meskipun tidak semua sarjana yang setuju. Gogol adalah contoh sempurna dari seorang pengarang yang mengekspresikan gagasan kebebasan artistik meskipun dia tidak dapat sepenuhnya meraih kepentingannya, seperti ketika dia menyinggung Tsar dan merasa harus mengasingkan diri. Atau sesuatu yang ingin dia lakukan, seperti ketika dia menyelesaikan Dead Souls dengan cara yang ditolaknya sendiri.

Donny Syofyan
Donny Syofyan
Dosen Fakultas Ilmu Budaya Universitas Andalas
Facebook Comment

ARTIKEL TERPOPULER

Log In

Forgot password?

Don't have an account? Register

Forgot password?

Enter your account data and we will send you a link to reset your password.

Your password reset link appears to be invalid or expired.

Log in

Privacy Policy

Add to Collection

No Collections

Here you'll find all collections you've created before.