Sabtu, Desember 14, 2024

Soekarno-Hatta dan Hari Nelayan Nasional

Dani Setiawan
Dani Setiawan
Ketua Umum Harian Kesatuan Nelayan Tradisional Indonesia (KNTI), Tokoh Jaringan Intelektual Berkemajuan (JIB)
- Advertisement -

Hari Nelayan Nasioan diperingati setiap 6 April, setidaknya dari berbagai referensi yang penulis telusuri. Momen peringatan ini dirayakan sejak tahun 1960. Masih sulit menemukan sumber yang lengkap mengapa tanggal ini yang dipilih, pun dari versi pemerintah. Dari sedikit bacaan yang tersedia, saya memahami bahwa periode 1950-1960-an memang sedang muncul kesadaran yang kuat bangsa Indonesia sebagai negara kepulauan dengan laut yang amat luas dan potensi perikanan yang sangat besar.

Selain Deklarasi Djuanda yang masyhur pada 13 Desember 1957, sebuah momentum penting peneguhan kedaulatan teritori Indonesia yang terdiri dari laut dan daratan, juga penting dilihat apa yang terjadi pada tahun-tahun tersebut di sektor perikanan, dimana nelayan merupakan aktor penting di dalamnya.

Jika dilihat dari urutan sejarahnya, pasca Deklarasi Djuanda, Pemerintah Indonesia bergegas menyusun UU No. 4 Tahun 1960 tentang Perairan Indonesia yang disahkan pada 18 Februari 1960. Dalam memori penjelasannya, UU ini sangat menyadari bahwa penentuan batas perairan Indonesia memiliki akibat penting di lapangan ekonomi.

Terutama pemanfaatan dan pencadangan sumber pangan protein perikanan yang tak ternilai besarnya dan manfaatnya bagi rakyat. Oleh sebab itu sebuah upaya perlindungan atas sumber kekayaan laut mutlak dilakukan di tengah kondisi teknik penangkapan ikan oleh rakyat yang masih sederhana.

Sejalan dengan kerisauan di atas, pada pertengahan 1950-an, pemerintah Indonesia mulai memodernisasi armada perikanan dengan memesan kapal motor di galangan kapal di Juwana, tetapi baru pada akhir 1950-an gelombang mekanisasi massal pertama terjadi di Indonesia. Melalui Dinas Perikanan, pemerintah mensponsori produksi besar-besaran kapal kayu penangkap ikan dengan panjang 12 sampai 14 meter dan lebar 4 meter, yang digerakkan oleh mesin buatan Jepang. Perahu-perahu itu kemudian disediakan untuk para nelayan melalui program kredit.

Periode ini juga ditandai dengan berkembangnya koperasi-koperasi perikanan yang memiliki peran penting dalam perekonomian rakyat. Gagasan mengubah organisasi nelayan warisan penjajahan Jepang menjadi koperasi datang dari Muhammad Hatta. Proklamator sekaligus Wakil Presiden pertama yang sangat gigih memperjuangkan koperasi sebagai pilar ekonomi yang dijalankan oleh rakyat.

Menurut saya, selain Hatta, Soekarno juga sangat peduli terhadap nasib nelayan. Setidaknya hal tersebut bisa ditelusuri dari persahabatannya dengan nelayan bernama Kota, sewaktu pengasingan di Ende, NTT (1934-1938).

Kedatangan Soekarno di Ende pada 14 Januari 1934, mengawali pengasingannya di kota kecil di pesisir selatan pulau Flores yang penduduknya kebanyakan nelayan kecil dan petani. Di tempat inilah Bung Karno mengungkapkan hasil renungannya kepada dua anak angkatnya, Ratna Djoeami dan Kartika, “Nelayan adalah manusia yang paling kaya, tapi juga paling miskin. Merekalah manusia yang paling sabar menanti datangnya ikan ke kail. Mereka kaya dengan ikan, tapi sangat miskin dengan uang.” (dikutip dari buku Kisah Cinta Inggit dan Bung Karno, 1992).

Hormatku kepada para nelayan, pejuang pangan, petarung di laut, dan penjaga Republik.

Dani Setiawan
Dani Setiawan
Ketua Umum Harian Kesatuan Nelayan Tradisional Indonesia (KNTI), Tokoh Jaringan Intelektual Berkemajuan (JIB)
Facebook Comment
- Advertisement -

Log In

Forgot password?

Don't have an account? Register

Forgot password?

Enter your account data and we will send you a link to reset your password.

Your password reset link appears to be invalid or expired.

Log in

Privacy Policy

Add to Collection

No Collections

Here you'll find all collections you've created before.