Minggu, Mei 5, 2024

Komitmen Jokowi dan Isu Kemerdekaan Palestina di KTT OKI

Iqbal Kholidi
Iqbal Kholidi
Penulis adalah pemerhati terorisme dan politik Timur Tengah

palestinaSeorang guru mengajar murid Palestina Badui di luar ruangan dekat perumahan Maale Adumim Yahudi (terlihat di latar belakang), desa Al-Eizariya Tepi Barat, timur Yerusalem, Selasa (1/3). Pasukan Isreal membongkar karavan yang digunakan sebagai ruang kelas untuk sekolah komunitas Badui pada 20 Februari. ANTARA FOTO/REUTERS/Ammar Awad/cfo/16

6-7 Maret 2016 Indonesia menjadi tuan rumah Konferensi Tingkat Tinggi Luar Biasa Negara-Negara Organisasi Kerja Sama Islam (KTT Luar Biasa OKI) ke-5. Palestina memang secara khusus meminta Indonesia untuk menjadi tuan rumah KTT Luar Biasa OKI kali ini.

Ini pertama kalinya dalam sejarah Indonesia dipercaya menjadi tuan rumah sejak OKI berdiri pada 1969. Pembentukan OKI semula didorong oleh keprihatinan negara-negara berpenduduk muslim atas masalah yang dihadapi oleh umat Islam, khususnya tragedi pembakaran Masjid Aqsha di Yerussalem pada 21 Agustus 1969, dan juga membantu perjuangan pembentukan negara Palestina yang berdaulat. OKI saat ini beranggotakan 57 negara di kawasan Asia dan Afrika.

Selaku tuan rumah, Pemerintah RI melalui Kementerian Luar Negeri RI menyatakan KTT kali ini OKI akan fokus membahas isu Palestina dan tempat suci Al-Quds (Yerussalem) sebagaimana permohonan Palestina. Sebab, beberapa tahun belakangan ini isu-isu Palestina seakan terabaikan sejak krisis bersenjata yang meletus di Suriah, Irak, Libya, dan Yaman yang menyita perhatian dunia Islam.

Apalagi fenomena kemunculan Negara Islam (ISIS) di negara-negara konflik tersebut membuat isu-isu Palestina semakin dilupakan. Padahal perkembangan yang mengkhawatirkan sedang terjadi di Palestina, proses nenegoisasi perdamaian antara Palestina dan Israel terhenti, dan kekerasan di Al-Quds (Yerussalem) makin meningkat, bahkan bentrokan warga Palestina dan Israel menyebar ke beberapa wilayah sepanjang tahun 2015.

Sudah menjadi rahasia umum bahwa salah satu faktor yang menghambat Palestina menjadi negara berdaulat adalah konflik dua faksi yang berkuasa di Palestina, yakni Fatah dan HAMAS. Akibatnya, otoritas Palestina terbagi menjadi dua, faksi Fatah memerintah di Tepi Barat, sementara HAMAS di Gaza.

Baik faksi Fatah dan HAMAS sama-sama menghendaki kemerdekaan Palestina. Perbedaannya, Fatah menghendaki kemerdekaan Palestina yang hidup berdampingan damai dengan Israel, sedangkan HAMAS menghendaki kemerdekaan Palestina tanpa mengakui keberadaan negara Israel.

Persatuan kedua faksi berpengaruh di Palestina ini semakin jauh dari harapan ketika dunia internasional yang peduli terhadap isu Palestina juga berpihak kepada salah satu faksi. Dunia Barat, misalnya, lebih memilih menyalurkan perhatiannya tentang Palestina melalui faksi Fatah. Sedangkan negara Iran dan sekutunya memilih memberikan dukungannya kepada faksi HAMAS.

Pada Desember 2014 pemerintahan Joko Widodo pernah menolak permintaan HAMAS membuka kantor perwakilan di Indonesia. Akibat penolakan ini ada sebagian pihak yang mempertanyakan komitmen Jokowi ihwal dukungannya terhadap perjuangan Palestina untuk meraih kemerdekaan seperti yang Jokowi janjikan ketika kampanye Pemilihan Presiden 2014.

Padahal, jika dicermati, keputusan pemerintahan Jokowi menolak permintaan HAMAS ini sudah tepat, dan ini modal awal pemerintahan Jokowi mendorong persatuan Palestina ke depan. Sebab, Palestina bukan hanya soal HAMAS atau Gaza, tapi juga Yerussalem dan Tepi Barat.

Karena itu, pemerintah RI harus menghindari mempersempit dukungan terhadap Palestina, misalnya hanya pada HAMAS. Karena itu sama halnya seperti sebuah pandangan yang menyederhanakan permasalahan di Palestina hanya persoalan agama.

Langkah pemerintahan Jokowi atas kesediaannya menjadi tuan rumah KTT Luar Biasa OKI ke-5 patut diapresiasi. Pertama, alasan Jakarta tetap menyatakan kesiapannya menjadi tuan rumah KTT Luar Biasa OKI, meskipun waktunya mepet. Hal ini disebabkan Maroko yang sebelumnya ditunjuk menjadi tuan rumah KTT OKI menyatakan ketidaksiapannya dan mengundurkan diri sebagai tuan rumah. Kedua, keputusan ini membuktikan keseriusan pemerintahan RI di bawah Jokowi terhadap isu Palestina yang nantinya akan dibahas dalam KTT Luar Biasa OKI tersebut.

Isu Palestina, termasuk keberadaan Masjid Aqsha di Yerussalem yang hingga kini dalam pendudukan Israel, memang harus terus menjadi perhatian dunia Islam, termasuk Indonesia. Dunia tidak boleh melupakan isu tersebut, sebab secara tidak langsung sama halnya menguatkan pamor gerakan jihadis seperti Negara Islam (ISIS). Kegagalan dunia Islam mengatasi persoalan pendudukan Israel di Palestina, khususnya di Masjid Aqsha, oleh ISIS dijadikan propaganda untuk membesarkan namanya dan meraih dukungan umat Islam.

Meskipun perjuangan Palestina meraih kemerdekaan masih belum tercapai, upaya itu mulai membuahkan hasil. Bendera Palestina sudah berkibar di kantor Perserikatan Bangsa-Bangsa dan sebentar lagi pemerintah Indonesia akan meresmikan konsulat kehormatan di Ramallah, Palestina.

Untuk itu, KTT Luar Biasa OKI di Jakarta adalah momentum yang tidak boleh disia-siakan oleh Presiden Jokowi untuk memainkan peranannya mendukung perjuangan Palestina meraih kemerdekaan. Dan bagi Palestina KTT ini sangat penting untuk meyakinkan dunia internasional, khususnya negara-negara OKI, bahwa Palestina adalah negeri yang pantas untuk didukung dan diperjuangkan meraih kemerdekaan dan perdamaian.

Iqbal Kholidi
Iqbal Kholidi
Penulis adalah pemerhati terorisme dan politik Timur Tengah
Facebook Comment

ARTIKEL TERPOPULER

Log In

Forgot password?

Don't have an account? Register

Forgot password?

Enter your account data and we will send you a link to reset your password.

Your password reset link appears to be invalid or expired.

Log in

Privacy Policy

Add to Collection

No Collections

Here you'll find all collections you've created before.