Pemerintah Kabupaten Seruyan berinisiatif mengembangkan pendekatan sertifikasi yurisdiksi untuk produksi minyak kelapa sawit berkelanjutan. Melalui pendekatan yurisdiksi diharapkan akan meningkatkan kesejahteraan, mengurangi penebangan hutan, dan mengakui hak masyarakat adat.
“Pendekatan ini akan dimulai dengan mengidentifikasi dan mengurangi risiko-risiko berkelanjutan yang dihadapi para pelaku usaha di sepanjang rantai pasokan minyak,” kata Bupati Seruyan Sudarsono dalam pertemuan Roundtable on Sustainable Palm Oil (RSPO) ke-13 di Kuala Lumpur, Malaysia, Rabu (18/11).
Dia menjelaskan selama ini perusahaan dan petani menghadapi beberapa masalah dalam mencapai keberlanjutan, seperti soal legalitas, penebangan hutan, dan konflik sosial yang sering tak bisa diselesaikan oleh perusahaan dan petani sendiri. Karena itu, masalah itu perlu dibahas serta diselesaikan pada tingkat yurisdiksi dan didukung penuh oleh pemerintah di setiap tingkat.
“Impian kami di Seruyan adalah untuk memastikan bahwa semua komoditas yang berasal dari kabupaten kami diproduksi secara berkelanjutan,” tegas Sudarsono. Dengan membeli minyak kelapa sawit, lanjut dia, pembeli dan konsumen akan tahu bahwa perusahaan dan petani memproduksinya tanpa menyebabkan penebangan hutan atau pembukaan lahan gambut. Mereka akan mengetahui bahwa tak ada pembakaran ketika pembukaan lahan dan konflik lahan, misalnya dengan masyarakat adat.
Sementara itu, Kepala Dinas Perkebunan Provinsi Kalimantan Tengah Rawing Rambang mengatakan, pihaknya mendukung penuh komitmen yang disampaikan Kabupaten Seruyan. Rawing juga memuji komitmen Seruyan untuk menjadi kabupaten percontohan pertama dalam pendekatan sertifikasi yurisdiksi.
“Kita berharap Kabupaten Seruyan bisa menjadi model bagi kabupaten lain. Tidak hanya di Kalimantan Tengah tapi juga di Indonesia dan dunia untuk pengembangan kelapa sawit berkelanjutan,” ujar Rawing.
Dalam mendukung implementasi komitmen itu, pemerintah Seruyan akan bekerjasama dengan para pihak, salah satunya perusahaan sawit. Beberapa perusahaan kelapa sawit telah menandatangani nota kesepahaman dengan pemerintah Seruyuan dan Pemerintah Provinsi Kalimantan Tengah untuk mempercepat transisi menuju praktik pertanian berkelanjutan oleh petani kelapa sawit.
Seperti diketahui, Kalimantan Tengah adalah anggota Satuan Tugas Gubernur untuk Iklim dan Hutan (GFC), salah satu forum internasional di tingkat subnasional untuk mengurangi penebangan hutan. Secara global, ada 29 anggota GCF yang memiliki 25% hutan tropis dunia, termasuk 75% dari hutan di Brasil dan lebih dari setengah hutan di Indonesia dan Peru. Bahkan seluruh anggota GFC mendukung pelaksanaan pembangunan pedesaan untuk mengurangi penebangan hutan dan emisi gas rumah kaca.
Daniel Nestad, Direktur Eksekutif Earth Innovation Institute, mengatakan, inisiatif yang disampaikan pemerintah Seruyan merupakan sebuah contoh kepemimpinan yang mengantarkan pembangunan pedesaan berkelanjutan ke tahap berikutnya, yang menggabungkan kekuatan pemerintah dan kebijakan publik.
“Dua kekuatan itu memiliki kemampuan dan pengaruh para pihak di dalam rantai pasok minyak sawit berkelanjutan, terutama perusahaan penghasil dan pembeli minyak sawit. Jadi, kitas sangat senang menjadi bagian dari inisiatif ini,” kata Daniel.