Selasa, Mei 7, 2024

Tidak Produktif, Masa Kerja DPR Perlu Dirumuskan Kembali

Suasana Sidang Paripurna DPR di Kompleks Parlemen, Jakarta, Rabu (20/5). Sidang Paripurna ke-29 tersebut mengagendakan mendengar keterangan pemerintah mengenai Pokok-pokok pembicaraan pendahuluan RAPBN Tahun Anggaran 2016, laporan Tim Implementasi Reformasi DPR serta penetapan struktur Tim Mekanisme Penyampaian Hak Mengusulkan dan Memperjuangkan Program Pembangunan Daerah Pemilihan (DAPIL). ANTARA FOTO/Akbar Nugroho Gumay
Suasana Sidang Paripurna DPR di Kompleks Parlemen, Jakarta, Rabu (20/5). Sidang Paripurna ke-29 tersebut mengagendakan mendengar keterangan pemerintah mengenai Pokok-pokok pembicaraan pendahuluan RAPBN Tahun Anggaran 2016, laporan Tim Implementasi Reformasi DPR serta penetapan struktur Tim Mekanisme Penyampaian Hak Mengusulkan dan Memperjuangkan Program Pembangunan Daerah Pemilihan (DAPIL)/ANTARA FOTO/Akbar Nugroho Gumay

Pimpinan Dewan Perwakilan Rakyat didesak segera merumuskan kembali aturan mengenai masa kerja anggota dewan. Pasalnya, saat ini kinerja anggota DPR tidak efektif. Apalagi jika dilihat dari fungsi legislatif, itu masih sangat minim.

“Manajemen waktu untuk masa kerja DPR perlu diatur ulang. Sebab, saat ini pola pengaturannya masih belum baik. Akibatnya, hal tersebut berimplikasi pada kinerja DPR yang kurang produktif,” kata Anggota Badan Legislasi Dewan Perwakilan Rakyat, Taufiqulhadi di Jakarta, Kamis (9/7).

Dia mengakui, kinerja DPR memang masih sangat kurang terkait fungsi legislasi. Hal tersebut dapat dilihat sepanjang Juli 2015, DPR baru mengesahkan 2 undang-undang dari 37 Rancangan Undang-Undang yang masuk dalam Program Legislasi Nasional 2015.

Undang-Undang yang disahkan itu adalah Undang-Undang Nomor 30/2002 tentang Komisi Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi dan Undang-Undang Nomor 1/2015 tentang Pemilihan Gubernur, Bupati, dan Walikota. Sementara pada masa persidangan ke-IV Dewan Perwakilan Rakyat yang telah berakhir Selasa (7/7) kemarin. Tidak ada satupun undang-undang yang disahkan.

Taufiq mengungkapkan, ada tiga alasan yang menjadi penyebab minimnya undang-undang yang dihasilkan. Pertama, masa persidangan ke-IV menurutnya sangat singkat dan ditambah dengan masa reses. Dalam setahun terdapat 5 kali reses, dan 1 kali reses menghabiskan waktu satu bulan.

“Pengaturan waktunya sangat buruk. Dan ini yang menurut saya jadi kurang optimal, bahkan mubazir. Masa reses satu bulan terlalu panjang. Seharusnya dipangkas menjadi dua minggu saja,” tuturnya.

Kedua, menurut Taufiq, Badan Legislasi DPR saat ini tidak dilengkapi dengan hak untuk mengusulkan Rancangan Undang-Undang. Pencabutan kewenangan ini yang sering kali membuat anggota Baleg merasa ‘mandul’ karena semuanya sudah dibahas di komisi.

“Fungsi Baleg sekarang tidak seperti pada periode lalu. Kita sekarang hanya tugasnya hanya sebagai harmonisasi RUU saja, tanpa ada hak untuk mengusulkan. Ini mandul menurut saya,” kata Taufiqulhadi. “Karenanya, wewenang Baleg supaya dikembalikan dalam pengusulan RUU aga bisar lebih optimal.”

Ketiga, rapat komisi lebih banyak dihabiskan oleh Rapat Dengar Pendapat dan Rapat Dengar Pendapat Umum. Meski kedua hal ini penting,  namun seringnya rapat tersebut justru melebihi kebutuhan. Akibatnya, mempengaruhi fungsi legislasi. Anggota dewan tidak punya banyak waktu membahas RUU. [*]

Facebook Comment

ARTIKEL TERPOPULER

Log In

Forgot password?

Don't have an account? Register

Forgot password?

Enter your account data and we will send you a link to reset your password.

Your password reset link appears to be invalid or expired.

Log in

Privacy Policy

Add to Collection

No Collections

Here you'll find all collections you've created before.