
Presiden Konfederasi Serikat Pekerja Indonesia (KSPI), (13/7), Said Iqbal, menghimbau pemerintah menaikkan status hukum mengenai peraturan Tunjangan Hari Raya (THR). KSPI menganggap pengetatan peraturan THR perlu dilakukan melihat jutaan buruh kontrak dan outsourcing sengaja diputus kontaknya H-14 sebelum Idul Fitri.
Said Iqbal meminta pemerintah menaikan status mengenai kewajiban pemerintah, dari peraturan menteri menjadi Peraturan Presiden. Selain itu, Iqbal menginginkan agar peraturan mengenai THR memuat pasal sanksi perdata bagi perusahaan yang tidak memenuhi kewajiban membayar THR.
Menurut Said Iqbal, keluhan karyawan mengenai pelanggaran kewajiban THR kepada Dinas Ketenagakerjaan/Menteri Ketenagakerjaan mengenai penunggakan THR, masih sebatas pemberian peringatan kepada perusahaan.
Pemberian Tunjangan Hari Raya kepada karyawan diatur pemerintah menurut Peraturan Menteri Tenaga Kerja No. 4, tahun 1994. Pengusaha yang mempekerjakan karyawan diwajibkan memberikan THR , selambat-lambatnya tujuh hari sebelum hari raya raya. Menurut peraturan tersebut, THR wajib diberikan kepada pekerja yang telah bekerja minimal tiga bulan di sebuah perusahaan.
Pemerintah juga mengatur ketentuan bagi perusahaan yang tidak dapat menjalankan kewajiban memberikan THR karena keadaan ekonomi. Pengusaha diwajibkan mengajukan permohonan penyimpangan kewajiban kepada Direktur Jenderal Pembinaan Hubungan Industrial dan Pengawasan Ketenagakerjaan.
Di sisi lain, bagi pengusaha yang melanggar kewajiban membayar THR dapat diberikan ancaman pidana. Dengan denda kurungan paling lama tiga bulan pidana dan denda Rp.100 ribu.
KSPI siap membuka posko pelaporan pengaduan THR di kantor cabang KSPI di 20 provinsi. Hal ini dilakukan untuk memberikan ruang bagi karyawan mengadukan keluhan terkait THR.
Said menambahkan, momen Lebaran seharusnya dapat digunakan pemerintah untuk meningkatkan perekonomian. Pekerja formal Indonesia, kira-kira mencapai 44 juta orang, dengan rata-rata upah pekerja sebesar Rp. 2,3 juta. Bila dikalikan, maka nilai THR yang didapatkan pekerja formal mencapai Rp.80 triliun.
Said menilai bila mengakumulasi THR pekerja yang mencapai Rp 80 triliun dengan kiriman uang pekerja migran kepada keluarganya sebesar Rp 50 triliun, pekerja dapat menyumbang 130 triliun untuk pertumbuhan ekonomi. [*]