Direktorat Jenderal Standardisasi dan Perlindungan Konsumen (SPK) Kementerian Perdagangan menemukan 113 barang yang beredar di masyarakat tidak sesuai dengan ketentuan. Barang tersebut ditemukan dalam kurun waktu Januari hingga Juni 2015. Hal tersebut disampaikan oleh Direktur Jenderal SPK, Widodo di Jakarta, Selasa (7/7).
Temuan produk tidak sesuai ketentuan tersebut antara lain barang elektronik, bahan bangunan, produk tekstil serta mainan. Barang yang tidak sesuai standar ini tidak memperhatikan Standar Nasional Indonesia (SNI) yang terkait dengan kemanan, keselamatan, kesehatan dan lingkungan. Selain itu, barang-barang tersebut tidak memenuhi ketentuan pencantuman label.
Dirjen SPK mengawasi 118 unit dalam hal pencantuman label SNI. Dari produk yang diawasi tersebut hanya 39 unit yang sesuai dengan SNI. Sementara untuk pencantuman label peringatan keselamatan, Dirjen SPK mengawasi kurang lebih 60 unit barang. Hasilnya hanya tujuh produk yang memenuhi ketentuan pencantuman label tersebut. Pencantuman label SNI dan peringatan keselamatan telah tertuang dalam Peraturan Menteri Perdagangan Nomor 67/2013 dan Peraturan Menteri Perdagangan Nomor 10/2014.
Dalam aturan tersebut, pemberian label SNI harus secara permanen dan melekat secara utuh pada barang. Pemberian label SNI juga tidak diperbolehkan menggunakan stiketr. Untuk label peringatan keselamatan, setiap produsen harus memberikan peringatan tersebut dalam bahasa Indonesia. Selain itu, peringatan juga harus menempel secara permanen.
Barang tidak layak yang beredar di masyarakat ini akan berakibat kepada keselamatan konsumen. Untuk barang elektronik misalnya, kondisi barang yang tidak sesuai standar akan memicu kebakaran. Data dari Badan Nasional Penanggulangan Bencana DKI Jakarta mencatat setiap bulannya 85% kebakaran diakibatkan kerusakan arus listrik. Kerusakan listrik tersebut didominasi oleh pemakaian barang elektronik yang tidak sesuai standar.
Selain barang elektronik, bahan baku bangunan yang tidak sesuai standar juga mengancam keselamatan konsumen. Padahal sebanyak 81% dari 30,2 juta rumah di perkotaan ada di zona gempa kuat. Sementara di pedesaan jumlahnya sekitar 85% dari 30,8 juta rumah.[*]