Rabu, Oktober 9, 2024

Dunia Perlu Belajar dari Yunani

Perdana Menteri Yunani Alexis Tsipras terlihat di layar televisi saat memberikan pidato kenegaraan di Athena, Minggu (5/7). Warga Yunani memilih "Tidak" dengan pasti dalam referendum bersejarah hari Minggu kemarin, dari hasil sementara, mengacuhkan peringatan dari negara Eropa bahwa menolak bentuk penghematan untuk mendapatkan bantuan keuangan dapat membuat negara mereka tersingkir dari zona euro/ANTARA FOTO/REUTERS
Ilustrasi. Perdana Menteri Yunani Alexis Tsipras terlihat di layar televisi saat memberikan pidato kenegaraan di Athena, Minggu (5/7). Warga Yunani memilih “Tidak” dengan pasti dalam referendum bersejarah hari Minggu kemarin, dari hasil sementara, mengacuhkan peringatan dari negara Eropa bahwa menolak bentuk penghematan untuk mendapatkan bantuan keuangan dapat membuat negara mereka tersingkir dari zona euro/ANTARA FOTO/REUTERS

Krisis yang dihadapi Yunani menjadi pembelajaran tersendiri bagi dunia, termasuk Indonesia. Banyak pihak yang mengatakan keputusan Yunani untuk mengatakan “tidak” kepada bantuan asing dipandang sebagai keputusan yang benar dan bermartabat. Hutang Yunani mencapai 180 persen dari Produk Domestik Bruto (PDB) dan menjadi peringkat tertinggi dari 19 negara zona euro.

Perdana Menteri Yunani, Alexis Tsipras, memutuskan untuk menolak program pengetatan dana dari International Monetary Fund (IMF) untuk membantu pembayaran hutang sebanyak 1,55 miliar euro atau 22 triliun rupiah. Ternyata, Keputusan Tsipras didukung oleh rakyat. Sebanyak 61 persen rakyat menolak dana bantuan.

Banyak pihak menilai bahwa krisis Yunani terjadi akibat kesalahan pemerintah dalam mengelola anggaran yang kurang hati-hati. Namun, ekonom sekaligus peraih Nobel Ekonomi, Joseph Stiglitz dan Paul Krugman, melihat situasi Yunani saat ini tak sepenuhnya kesalahan Yunani.

Mereka mengatakan Yunani adalah contoh kegagalan Konsensus Washington, program yang dipaksakan kreditor multilateral di bawah IMF dan Bank Dunia kepada negara-negara berkembang yang mengalami krisis dan harus mengemis dana talangan kepada kreditor internasional untuk mengatasi krisis ekonomi.

Josepth Stiglitz juga berbicara tentang program pengetatan pendanaan / austerity yang disarankan Uni Eropa, Bank Sentral Eropa, dan IMF (Trioka) di masa krisis justru akan memperburuk dan memperparah krisis. Dana yang diberikan oleh para kreditor tersebut memiliki kepentingan para kreditor, bukan untuk mengatasi krisis suatu negara.

Krisis Yunani juga membuat hubungan antara Yunani dengan Jerman ikut bergejolak. Tuntutan Jerman yang mengharuskan Yunani untuk membayar hutang menuai kritik dari Ekonom dunia asal Perancis, Thomas Pikkety. Ia mengkritik kemunafikan Jerman dalam mempertimbangkan penghapusan hutang Yunani, padahal Jerman juga memiliki sejarah yang kelam tentang hutang.

“Ini lelucon besar, Jerman sendiri adalah negara yang tidak pernah membayar hutangnya yang besar setelah perang dunia,” ungkap Thomas Pikkety.

Ia mengatakan Jerman sendiri tidak pernah membayar hutang yang sudah lebih dari 200 persen dari PDB setelah perang dunia I dan II pada tahun 1945. London Debt Agreement pada tahun 1953 mencatat 60 persen hutang Jerman dihapus dan hutang internal di restrukturisasi. “Yunani harus mengambil langkah yang sama,” ungkapnya.

Kritikan juga datang dari Profesor Ekonomi Dunia, Jeffrey D. Sachs, yang mengatakan bahwa tuntutan Jerman kepada Yunani yang harus membayar hutang adalah sebuah tabrakan realitas karena keadaan Yunani sekarang terpuruk.

Jeffrey D. Sachs mendukung hasil referendum yang menolak dana bantuan dari para kreditor untuk membantu pembayaran hutang. Selain itu, Sachs meminta agar Yunani segera memperbaiki sistem perbankan, infrastrukur, dan kebutuhan rakyat dari tabungan yang ada dan tidak menggunakan dana dari bantuan asing.

Melalui krisis yang dihadapi Yunani, seluruh negara di dunia, termasuk Indonesia, diajak untuk berani menentukan nasib negaranya sendiri tanpa mengandalkan bantuan asing. Indonesia juga diharapkan belajar dari Yunani tentang demokrasi. Keputusan penting yang akan diambil harus ada campur tangan rakyat. [*]

Facebook Comment

ARTIKEL TERPOPULER

Log In

Forgot password?

Don't have an account? Register

Forgot password?

Enter your account data and we will send you a link to reset your password.

Your password reset link appears to be invalid or expired.

Log in

Privacy Policy

Add to Collection

No Collections

Here you'll find all collections you've created before.