Segar, menyentuh, dan membebaskan.
Cinta yang kandas barangkali masih menjadi tema paling penting bagi banyak penulis. Penyebab kandasnya percintaan itu bisa apa saja, dari beda agama, beda kasta, hingga dilarang oleh keluarga yang berujung kematian seperti Romeo dan Juliet. Bagaimana jika pasangan itu seagama tapi dengan latar belakang aliran berbeda?
Inilah yang coba ditawarkan Kambing dan Hujan. Novel ini menuturkan kisah percintaan dua remaja dengan latar Nahdlatul Ulama dan Muhammadiyah.
Novel karya Mahfud Ikhwan ini menjadi juara pertama sayembara novel Dewan Kesenian Jakarta 2014. “Novel ini sudah satu tahun di penerbitan, tapi ternyata tidak terbit,” ujar sang penulis. Namun, penerbit Bentang memilih keputusan brilian menunda penerbitan ini. Dalam kondisi bangsa yang tengah diributkan masalah Islam Nusantara dan sejenisnya, novel ini hadir seolah menjadi penengah yang baik. Sebuah usaha untuk memberikan perspektif berbeda kepada para pemeluk agama Islam untuk menerima perbedaan.
Dalam laporan pertanggungjawabannya, anggota dewan juri Sayembara Novel DKJ Nukila Amal menyebutkan novel ini menawarkan tema menarik. Selain itu, ditulis dengan bahasa yang bersih dan cermat dibandingkan novel lain. “Variasi dan permainan kata-katanya pun bisa dibilang unggul dan menyakinkan,” katanya.
Tentu ini bukan sekadar pujian. Setidaknya untuk sayembara dengan juri seperti Zen Hae, Martin Suryajaya, dan Nukila Amal, Kambing dan Hujan punya kelebihan.
Kritik juga diberikan terkait penggunaan bahasa Arab yang jarang terdengar dan tidak dijelaskan dan kurangnya perspektif kritis atas peristiwa Gerakan 30 September 1965. Namun secara umum Kambing dan Hujan kembali membuat kita ingat bagaimana pertikaian antara NU dan Muhammadiyah berlangsung.
Meski memiliki perbedaan, kedua pihak tidak sampai pada tahap saling “mengkafirkan” atau menyatakan pihak lain “sesat”.
Novel ini berkisah tentang Miftahul Abrar yang tumbuh dalam tradisi Islam modern. Latar belakang itu tidak membuatnya ragu mencintai Nurul Fauzia, anak seorang tokoh Islam tradisional. Namun, seagama tidak membuat hubungan mereka baik-baik saja. Perbedaan cara beribadah dan waktu hari raya serupa jembatas putus yang memisahkan keduanya, termasuk rencana pernikahan mereka.
Hubungan Miftahul dan Fauzia menjelma menjadi tegangan antara hasrat dan norma agama. Ketika cinta harus diperjuangkan melintasi jarak kultural yang rasanya hampir mustahil mereka lalui, keduanya justru menemukan sekelumit rahasia yang selama ini terkubur oleh ribuan prasangka.
Rahasia itu akhirnya membawa mereka pada pilihan: percaya pada kekuatan cinta atau menyerah pada perbedaan yang memisahkan.
Kepada literasi.co, situs yang dibidaninya melalui gerakan literasi, Makhfud Ikhwan mengatakan novel ini ditulis ketika sedang mengerjakan novel pertamanya Ulid. Namun, saat baru beberapa halaman memulai menulis novel pertama itu, ide menulis novel yang lain pun mendesak-desak dan kelak menjadi Kambing dan Hujan.
“Tapi, jika ditelisik lebih jauh, saya tahu bahwa ide novel yang mendesak belakangan itu jelas sudah mengisi kepala saya jauh sebelumnya,” kata Makhfud.
Novel ini juga diakui Makhfud karena ada pengaruh dari buku-buku Clifford Gertz, Mohammad Iskandar, Jerome Pieters, dan sejenisnya. “Kalimat-kalimat dan nama-nama yang sebelumnya cuma jadi kenangan masa kuliah, tiba-tiba menyergap dan menyekap saya dan kisah cinta yang hendak saya bangun,” katanya.
Namun lebih dari itu seluruh kisah ini berangkat dari pengalaman pribadinya sebagai warga Muhammadiyah.
“Pengalaman itu adalah sebuah desa kecil tempat saya tumbuh. Desa kecil yang riuh, tempat nyaris semua hal harus dua: masjid, sekolah, kakus umum, tim sepakbola, dan tak jarang hari raya juga dua. Terletak di salah satu region Pantura Jawa yang didominasi kaum modernis, desa saya adalah sentra Nahdliyin,” tutur Makhfud.
Di desa kecil itu terdapat persaingan yang unik, laten, seru, dan sering kali lucu antara mayoritas Nahdliyin yang menggebu dan minoritas Muhammadiyah yang ngeyel dan angkuh. [*]
Judul: Kambing dan Hujan
Penulis: Makhfud Ikhwan
Penerbit: Bentang Pustaka
Tebal : 374 Halaman
Genre: Fiksi / Novel