Sidang Mahkamah Kehormatan Dewan terkait persoalan yang membelit Ketua Dewan Perwakilan Rakyat Setya Novanto diminta terbuka. Keterbukaan sidang Mahkamah Kehormatan Dewan diperlukan untuk memperbaiki citra DPR yang hingga kini masih mendapat penilaian paling buruk dari masyarakat.
“Saat ini langkah tersebut merupakan momentum untuk mengembalikan citra DPR. Selain itu, ini juga kesempatan untuk mengembalikan kepercayaan publik terhadap DPR,” demikian diungkapkan Direktur Pusat Studi Hukum dan Kebijakan Indonesia Bivitri Susanti di Jakarta, Jumat (27/11).
Dia menjelaskan, dalam posisi yang sudah terang benderang seperti sekarang ini, bahkan publik juga sudah mengetahui permasalahan tersebut, tak ada alasan lagi bagi pihak Mahkamah Kehormatan Dewan untuk tidak menyelenggarakan sidang yang terbuka. Hal ini merupakan kesempatan masyarakat untuk menilai ketegasan Dewan terhadap anggotanya yang diduga melakukan pelanggaran serius.
Menurut Bivitri, sidang yang dilakukan secara terbuka memiliki manfaat bagi publik untuk menilai partai politik yang saat ini duduk di Parlemen. Nantinya publik dapat menilai sendiri partai mana yang tidak layak lagi untuk dipilih pada pemilihan umum berikutnya, karena partai tersebut membela pelanggaran yang dilakukan Setya Novanto.
Selain itu, lanjut dia, sidang yang terbuka bisa mendorong keterlibatan publik. Publik nanti bisa mempelajari bahkan melakukan pengkajian ulang jika benar-benar didapati ada suatu kesalahan dalam persidangan tersebut.
Di tempat yang sama, Kurnia Ramadhana, mahasiswa Univeristas Sumatera Utara yang juga penggagas petisi online mendorong sidang Mahkamah Kehormatan Dewan agar dilakukan secara terbuka, mengatakan saat ini dukungan publik lewat petisi tersebut sudah mencapai 39 ribu orang. Hal ini menunjukkan publik saat ini sudah semakin ingin mengetahui perpolitikan yang sedang terjadi di negaranya.
“Kasus yang dilakukan Setya Novanto seperti tak ada habis-habisnya. Belum lama dia (Setya Novanto) melakukan pelanggaran etik dengan mengikuti kampanye calon Presiden Amerika Serikat Donal Trump. Dan sekarang ini lagi-lagi dia melakukan pelanggaran mencatut nama Presiden Joko Widodo terkait Freeport. Publik semakin pesimistis dengan Setya Novanto untuk bisa menyalurkan aspirasi masyarakat,” katanya.
Menurut Kurnia, ini permasalahan nasional. Terbukti dukungan masyarakat yang besar tidak bisa diabaikan. Karena itu, pihaknya mendesak agar Mahakamh Kehormatan Dewan bisa bersikap transparan dengan membuka seluas-luasnya sidang tersebut kepada publik, sehingga publik yang ada di seluruh Indonesia bisa melihat secara langsung. Jika bisa dilakukan, ini suatu kemajuan bagi bangsa Indonesia yang diinisiasi oleh Mahkamah Kehormatan Dewan
Seperti diketahui, Pasal 15 Peraturan DPR No 2 Tahun 2015 tentang Tata Beracara Mahkamah Kehormatan Dewan menyatakan Sidang Mahkamah Kehormatan Dewan dapat dinyatakan terbuka oleh dirinya sendiri. Kemudian sesuai Pasal 40 Peraturan No 2/2015, mereka juga bisa membentuk panel yang terdiri dari tiga orang anggota MKD dan empat orang dari luar DPR (publik). Panel dibentuk bila ada pelanggaran kode etik yang bersifat berat.