Selasa, April 23, 2024

Wabah, Membela Eksistensi Tuhan di Hadapan Ateisme (Habis)

A. Jefrino Fahik
A. Jefrino Fahik
Mahasiswa STF Driyarkara, Jakarta. Anggota penulis pada komunitas LSF Nahdliyyin.

Covid-19 Sebagai Fakta Kehidupan 

Terlepas dari apakah Covid-19 adalah akibat dari ulah manusia, dan karena itu sebagai bagian dari kehendak bebas manusia, penderitaan kita hari ini pada dirinya adalah sebuah fakta kehidupan. Sebagai fakta, penderitaan melekat pada jati diri kita sebagai manusia dan realitas dunia empiris yang pada hakikatnya adalah mortal.

Oleh karena itu, kita dituntut untuk menerimanya secara terbuka dan realistis sebagai langkah awal untuk memerangi dan mengatasinya. Hanya dengan itu, manusia bisa mengolahnya sebagai bagian integral dari kehidupan manusia.

Kita diminta untuk tidak panik tetapi bersikap realistis (stoik), yakni membebaskan diri dari emosi negatif dan segala rasa perasaan yang mengganggu itu. Artinya, manusia perlu melepaskan diri dari sikap bersungugut-sungut, perlu mengontrol diri untuk tidak ceroboh menyalahkan manusia lain, bahkan perlu tahu diri untuk tidak menuduh bahwa Covid-19 adalah kutukan Allah. Manusia dituntut untuk menunjukan sikap terbuka, mengakui dan menerima fakta tersebut sebagai bagian dari hidup.

Bahwa hari ini Covid-19 membunuh banyak manusia adalah fakta yang tak terelakkan. Tetapi menjadikan covid-19 sebagai dalil untuk menyangkal/menghapus/menolak eksistensi Allah adalah sebuah kecerobohan serius. Sebab dengan atau tanpa upaya menolak adanya Allah, Ada-nya Allah secara per se tak bisa dianggu gugat dan penderitaan di muka bumi tidak akan pernah lenyap.

Allah itu absolut, bersifat substansial dan bukan aksidental. Maka, adalah masuk akal untuk mengatakan bahwa Allah itu ada ketimbang menghapus Allah dari eksistensi manusia. Sebab dunia tanpa Allah malah jauh lebih fatal. Kita akan berhadapan dengan fakta yang lebih mengerikan.

Bisa anda bayangkan, apa yang terjadi jika Allah dinyatakan mati? Apakah manusia akan mengisi takhta yang kosong itu? Lalu, bentuk pembenaran macam apa yang bisa diberikan berhadapan dengan fakta melimpahnya penderitaan dan ketidakadilan?

Situasi malah makin ruwet bahkan tidak menentu lagi bila manusia berusaha membunuh Tuhan lewat kekuatan dirinya. Nyatanya sang manusia yang diharapkan akan membawa peradaban menjadi makin baik malah tak memadai untuk menghadapi masalah kejahatan dan penderitaan.

Pokok ini menjadi bukti bahwa manusia bukan semata-mata menjadi korban kejahatan dan penderitaan melainkan juga pelaku kejahatan itu sendiri. Manusia kembali terjebak dalam gugatan yang jauh lebih buruk dan absurd.

Berhadapan dengan absurditas hidup manusia dengan kepastian keagagalan segala upayanya, satu-satunya jalan keluar yang bisa diambil oleh manusia adalah berani masuk ke dalam dirinya untuk mengakui dan mengolah penderitaan itu sebagai fakta kehidupan. Dengan itu manusia bisa bersikap realistis dan mudah mengatasi apa yang oleh Kaum Stoa sebut rasionalitas yang melenceng.

A. Jefrino Fahik
A. Jefrino Fahik
Mahasiswa STF Driyarkara, Jakarta. Anggota penulis pada komunitas LSF Nahdliyyin.
Facebook Comment

ARTIKEL TERPOPULER

Log In

Forgot password?

Don't have an account? Register

Forgot password?

Enter your account data and we will send you a link to reset your password.

Your password reset link appears to be invalid or expired.

Log in

Privacy Policy

Add to Collection

No Collections

Here you'll find all collections you've created before.