Jumat, April 26, 2024

Ustaz Somad dan Salah Kaprah NU Garis Lurus

Amamur Rohman
Amamur Rohman
Koordinator wilayah DIY Jaringan Ulama Muda Nusantara (JUMAT)

Ustaz Abdul Somad atau biasa disebut dengan UAS adalah salah satu fenomena di jagat dakwah Islam saat ini. Nilai jualnya ada di keluasan ilmunya dalam ilmu Hadits dan hukum Islam, maklum ia adalah alumnus Universitas al-Azhar Mesir dan Darul Hadits Maroko. Tentu saja bagi orang-orang Indonesia alumni luar negeri masih begitu prestisius dan bergengsi.

Sulit untuk tidak mengatakan UAS adalah seorang yang alim, seperti diakui oleh KH Yusuf Chudori (Gus Yusuf) dalam sebuah ceramahnya. Dalam video-video yang banyak beredar di media sosial baik di Youtube maupun di Instagram ia terlihat sangat menguasai materi-materi apa yang menjadi bahan ceramahnya. Ia menjawab dengan detail disertai dalil setiap pertanyaan yang diajukan kepadanya.

Hal yang demikian tentu dapat bernilai positif karena umat bisa dengan mudah mendapatkan informasi serta pengetahuan tentang keIslaman. Namun jangan dipungkiri bahwa fenomena UAS juga bisa membawa efek negatif bagi umat. Demikian ini cukup logis, karena UAS bukan manusia yang maksum, ia hanyalah manusia biasa yang tak luput dari kesalahan. Begitu juga sah-sah saja untuk memberikan kritik dan saran bagi UAS, khususnya berkaitan dengan tema-tema yang selama ini menjadi kontroversi.

Banyak pernyataan UAS yang cukup menjadi kontroversi di kalangan umat Islam, seperti pernyataannya terkait dengan Nabi Muhammad yang sebelum menjadi Nabi tidak mampu mewujudkan ramatan lil alamin, pernyataannya tentang khilafah yang dalam pernyataannya ia menyebut khilafah Islam adalah solusi terbaik bagi umat Islam saat ini, selain itu terdapat pula pernyataan terkait dengan NU garis lurus yang sempat ia gemborkan di salah satu ceramahnya.

Untuk yang pertama dan kedua, mungkin itu masalah ijtihadiyahnya terkait dengan pengalaman dan ilmu-ilmunya selama ini. Namun untuk yang ketiga, untuk pernyataan tentang NU garis lurus yang dalam pernyataannya ia menyarankan untuk mengikuti tiga ulama NU yakni Ustaz Idrus Romli, kiai Lutfi Basori, dan Buya Yahya adalah pernyataan yang tidak bisa diterima dan harus diluruskan.

Secara tidak langsung dengan pernyataan tersebut ia telah mengkhususkan para pengikutnya hanya untuk mengikuti tiga orang yang disebutkan di atas, yang dia sebut dengan NU garis lurus. Pernyataan ini dalam bahasa Arab disebut dengan ishtisna’, yakni pengecualian yang dikhususkan pada tema atau orang-orang tertentu saja.

Kaitannya dengan pernyataan tersebut, secara tidak langsung ia telah mengecualikan para ulama-ulama NU selain tiga orang di atas. Dengan kata lain, yang lurus di NU itu cuma tiga orang di atas, sedangkan selain mereka adalah golongan NU yang tidak lurus.

Meskipun pernyataan ini sudah ia klarifikasi dengan alasan bahwa yang meng-counter para liberalis dalam NU hanya tiga orang tersebut, sedangkan ulama NU yang lain tidak. Ia mencontohkan dengan banyaknya ia kutip pernyataan dari KH Maimoen Zubair (Mbah Moen) tentang tazkiyatun nafs. Namun klarifikasi ini tidaklah cukup untuk menjelaskan apa yang pernah ia sampaikan dengan mendiskreditkan ulama-ulama NU yang lain selain tiga orang di atas.

Bagi yang paham, mungkin pernyataan ini bisa diterima, tapi bagi umat yang belum paham, hal ini bisa menjadikan paradigma mereka sempit. Yakni hanya mau mengambil pendapat dari tiga orang di atas. Hal demikian cukuplah logis, karena pengikut UAS banyak dari kalangan pemuda yang memuncak hasratnya namun belum berkesempatan menimba ilmu di pesantren dan hanya bisa mengikuti video-video UAS yang tersebar di dunia maya.

Tentu ini sangat membahayakan, karena orang awam apalagi yang belum belajar tentang adab (etika) dan sedang dalam puncak hasrat penasaran terhadap ilmu Agama akan menerima begitu saja apa yang disampaikan tanpa menyaring mana yang benar dan mana yang salah. Apalagi UAS sekarang sudah menjadi idola yang tentu para pengikutnya akan menerima apa saja yang disampaikan UAS.

Perihal istilah NU garis lurus, ada yang perlu diluruskan di sini. Seperti apa yang pernah disampaikan oleh KH Muwafiq (Gus Wafiq) bahwa mereka yang mengistilahkan garis lurus tersebut adalah orang yang sombong. Mereka menganggap yang lurus itu hanya dirinya saja, sedangkan yang lain tidak lurus.

Sebenarnya apa yang dimaksud dengan NU garis lurus tersebut? Sampai sekarang tidak ada yang bisa menjelaskan tentang apa itu yang disebut NU garis lurus. Paling banter mereka menyatakan bahwa NU garis lurus adalah NU yang sesuai dengan NU nya KH Hasyim Asy’ari. Mereka fikir yang tidak setuju dengan kelompok mereka adalah NU yang tidak sesuai dengan NU nya KH Hasyim Asy’ari. Namun apakah yang demikian ini bisa dianggap benar?

Adanya fenomena NU garis lurus sendiri tidak lain hanya memecah belah NU dan ini merupakan bid’ah di kalangan NU. Apalagi mereka mengatasnamakan mengikuti KH Hasyim Asy’ari. Pengakuan sepihak ini adalah pengakuan yang cukup lucu karena seakan-seakan mereka saja yang mengikuti mbah Hasyim, sedangkan yang lain tidak.

Semoga Hadratussyaikh tidak marah dengan adanya NU garis lurus ini. Mereka seolah-olah ingin menyatukan dan mengembalikan NU kepada aslinya, dan mereka tidak sadar bahwa pemecah-belahan di kalangan internal NU sendiri bisa melemahkan NU. Kalau ukhuwah Nahdliyah saja tidak bisa buat, bagaimana mereka bisa menyatukan umat Islam?

Ulama-ulama NU yang arif nan bijak semacam, KH Maimoen Zubair, KH Mustofa Bisri, KH Ma’ruf Amin, dan Habib Lutfi dan lain sebagainya adalah beberapa ulama yang selalu mengedepankan akhlak dan persatuan umat, khususnya internal NU sendiri yang sedari dulu memang sering terdapat perbedaan pandangan beberapa tokohnya seperti ketika KH As’ad Syamsul Arifin menyatakan mufaraqah terhadap NU nya KH Abdurrahman Wahid.

Namun belakangan diketahui bahwa ini hanya strategi dari KH As’ad agar Gus Dur tidak ditangkap oleh penguasa, namun mereka yang tak paham menganggap Gus Dur menyimpang, sesat dan lain sebagainya

Kalau tidak sepakat dengan pandangan-pandangan KH Said Aqil Siradj seharusnya di lawan dengan pemikiran pula, bukan dengan cara memecah NU dan membikin kelompok sendiri. NU dari awal berdiri sampai hari kiamat insa Allah NU yang satu, yakni jam’iyyah yang mengedepankan akhlak dan kesantunan untuk mendakwahkan ajaran Islam yang luhur nan agung itu. Tidak ada yang namanya pengkotak-kotakan NU ini dan NU itu.

Belajar dari sini, seharusnya UAS menarik kembali pernyataan NU garis lurus yang justru membingungkan umat, apalagi mereka yang paham akan NU akan merasa sedikit sakit hati ketika NU hanya dikerdilkan dengan NU garis lurus. Padahal NU yang besar nan keramat itu adalah organisasi dan perkumpulan bukan di dunia saja, melainkan di akhirat pula. Teruntuk para masyayikh NU wabil ksusus KH Hasyim Asy’ari lahumul fatihah.

Amamur Rohman
Amamur Rohman
Koordinator wilayah DIY Jaringan Ulama Muda Nusantara (JUMAT)
Facebook Comment

ARTIKEL TERPOPULER

Log In

Forgot password?

Don't have an account? Register

Forgot password?

Enter your account data and we will send you a link to reset your password.

Your password reset link appears to be invalid or expired.

Log in

Privacy Policy

Add to Collection

No Collections

Here you'll find all collections you've created before.