Selasa, April 16, 2024

Tiongkok Meninggalkan Sosialisme?

Alvino Kusumabrata
Alvino Kusumabrata
Penulis untuk beberapa media, kini mahasiswa Fakultas Hukum Universitas Gadjah Mada, Yogyakarta.

Sebelum menjawab apakah benar Tiongkok meninggalkan visi tersebut, mari kita melihat ke dalam sejarah mengapa muncul persepsi masyarakat dunia mengenai hal tersebut.

Pada tahun 1978 Deng Xiaoping, pemimpin ke-2 RRT mengumumkan restrukturisasi ekonomi yang awalnya terencana / terpusat menjadi liberal / bebas.

Pertama Deng menyadari bahwa dalam bidang pertanian adalah pokok perekonomian saat itu karena pada tahun itu, 80% masyarakat Tiongkok adalah petani. Kebijakan pertama kali dalam pertanian adalah reformasi bentuk kepemilikan dari komune menjadi individu, diharapkan petani-petani dapat bereksplorasi kreativitas dan bertanggung jawab atas produksi sehingga keuntungan mereka untuk diri sendiri. Kebijakan ini pada akhirnya meningkatkan produksi pertanian secara besar-besaran. Antara tahun 1978-1998, produksi pertanian Tiongkok tumbuh 6,5% per tahun.

Dalam bidang industri makro, Deng mulai melakukan reformasi pada tahun 1984 yang dimulai dengan privatisasi BUMN, memberikan kelonggaran pada sebuah perusahaan swasta, membuka investasi masuk, mulai mencabut ketetapan harga dan membiarkan hukum supply and demand berjalan.

Kebijakan yang paling penting adalah program Zona Ekonomi Khusus (ZEK) yang merupakan upaya Tiongkok untuk memfokuskan suatu wilayah untuk menarik investor asing. Wilayah awal program ini adalah Shenzhen, Zhuhai, dan Santaou. Dengan adanya kebijakan tersebut, warga lokal akhirnya mendapat pekerjaan sebagai buruh hingga manajer suatu perusahaan.

Buah dari kebijakan ini mencapai titik terang dengan mencapainya pertumbuhan ekonomi 9,6% per tahun dan juga Shenzhen yang mencapai pertumbuhan ekonomi 75% dari rentang 1981-1984.

Dengan begitu, Kebijakan ZEK mulai menyebar ke berbagai wilayah-wilayah Tiongkok hingga sekarang. Dari apa yang saya kemukakan diatas, timbul pertanyaan sebagian besar pembaca apakah benar Tiongkok telah meninggalkan visi sosialisme?

Tahap Utama Sosialisme

Merujuk pada artikel Mao Zedong, negara Tiongkok (1911–1939) adalah bentuk setengah jajahan (kapitalisme) dan setengah feodal yang artinya perkembangan menurut Marxisme belum mencapai titik kapitalisme yang matang.

Marxisme menyatakan bahwa revolusi sosialis hanya akan terjadi di masyarakat kapitalis maju / kapitalisme yang sudah matang dan percaya diri akan menandai transisi dari ekonomi berbasis komoditasis kapitalis ke ekonomi produk di mana barang-barang akan berdagang untuk kebutuhan rakyat. Hal ini terbukti dengan “pemaksaan” implementasi sosialisme tahap tinggi kedalam ekonomi yang berujung gagal (The Great Leap Forward).

Setelah kematian Mao, penerusnya, yaitu Deng Xiaoping mengenalkan “Sosialisme dengan karakteristik Tiongkok” yang merupakan teori yang mengukuhkan bahwa Tiongkok berada dalam tahap pertama sosialisme (transformasi kapitalisme ke sosialisme alamiah) karena perkembangan dan pertumbuhan materi ekonomi Tiongkok belum mampu untuk mewujudkan sosialisme. Deng Xiaoping menjelaskan dengan jitu pada Komite Sentral pleno, 30 Juni 1984 abad lalu.

Sosialisme Tiongkok sekarang adalah memasuki tahap utama dan tahap yang lebih lanjut prinsip dari masing-masing sesuai dengan kemampuannya dan untuk masing-masing sesuai dengan kebutuhannya akan diterapkan. Hal ini membutuhkan kekuatan produktif yang sangat berkembang dan kekayaan materi yang melimpah. Oleh karena itu, tugas dasar dari tahapan sosialis adalah mengembangkan tenaga produktif.

Untuk melanjutkan emban tugas sejarah dari Deng Xiaoping, maka pemimpin Tiongkok saat ini dalam bukunya ‘The Governance of China’ menuturkan bahwa perkembangan kekayaan material pada tahap pertama sosialisme Tiongkok adalah krusial.

Ia harus membebaskan masyarakat dari kemiskinan (dan telah dicapai mereka pada peringatan 1 abad Partai Komunis Tiongkok) sebelum melanjutkan ke tahap perkembangan selanjutnya yakni Sosialisme seutuhnya pada tahun 2049. Memang, benar adanya dalam tahap perkembangan sejarah menurut Marxisme, peringkat sosialisme lebih tinggi daripada kapitalisme.

Sehingga kapitalisme ada untuk mempersiapkan: teknik perkembangan produksi, kebudayaan, kekayaan materi dan proletariat itu sendiri. Mengutip buku Friedrich Engels, kaum proletar hanya dapat menjamin kepemilikan pribadi jika persyaratan yang diperlukan telah memenuhi.

Pada fase sebelum penghapusan swasta, Pengajuan perpajakan progresif, pajak warisan yang tinggi, dan pembelanjaan wajib untuk membatasi properti pribadi yang menggunakan kekuatan perusahaan milik negara untuk memperluas sektor publik.

Selaras dengan Engels, Mao Zedong dalam bukunya menyatakan, bahwa kemajuan kapitalis dari hasil revolusi rakyat (revolusi yang bertujuan menggulingkan kaum imperialis dan kaum feodal tetapi tidak menggulingkan anasir-anasir kapitalis yang notabene ikut berjuang) mendorong untuk arah revolusi sosialis pula.

Apa yang dirumuskan Deng berhasil, mengacu pada World Economic Forum (WEF) Tiongkok pada tahun 1992 menduduki peringkat 10 besar negara dengan PDB terbesar di dunia dan juga naik lebih tinggi ke peringkat 3 pada tahun 2008.

Saat ini produk domestik bruto atau PDB Tiongkok mencapai US$ 14.342,9 miliar dan pada 2024 diperkirakan akan tumbuh menjadi US$ 39.814,8 miliar. Sehingga Tiongkok tumbuh lebih cepat dalam berbagai hal (teknik, kebudayaan, dan lain-lain).

Dari apa yang saya paparkan diatas, bahwa reformasi ekonomi yang terjadi di Tiongkok pada tahun 1978 hingga saat ini tidak meninggalkan visi sosialisme, melainkan guna pengembangan kekayaan materi ekonomi, perkembangan teknik yang produktif lewat kapitalisme untuk mewujudkan slogan “berilah sesuai kemampuan, terimalah sesuai kebutuhan”/masyarakat sosialis.

Entah berapa lama periode ini — pengembangan kekayaan ekonomi — berlangsung untuk mewujudkan masyarakat sosialis terjadi, mungkin 10 tahun, 20 tahun, hingga 1 abad mendatang? Hanya mahkamah zaman yang bisa menjawab.

Alvino Kusumabrata
Alvino Kusumabrata
Penulis untuk beberapa media, kini mahasiswa Fakultas Hukum Universitas Gadjah Mada, Yogyakarta.
Facebook Comment

ARTIKEL TERPOPULER

Log In

Forgot password?

Don't have an account? Register

Forgot password?

Enter your account data and we will send you a link to reset your password.

Your password reset link appears to be invalid or expired.

Log in

Privacy Policy

Add to Collection

No Collections

Here you'll find all collections you've created before.