Kamis, April 25, 2024

Tahapan Menuntut Kebenaran dalam Ilmu

nur ada silvyani
nur ada silvyani
Bernama Nur Adha Silvyani, mahasiswa di Institut Agama Islam Daar Al-Uluum Asahan, Sumatera Utara.

Kebenaran adalah persesuaian antara pengetahuan. Kebenaran dapat juga diartikan secara umum sebagai kenyataan sebagaimana adanya yang menampakkan diri sebagai yang ditangkap melalui pengalaman. Adapun kata ilmiah dapat diartikan sebagai sesuatu yang bersifat ilmiah, secara ilmu pengetahuan, memenuhi syarat atau kaidah ilmu pengentahuan.

Dari pengertian tersebut terlihat bahwa kebenaran ilmiah itu dapat diaktualisasikan atau dimanifestasikan dalam pengetahuan ilmiah. Atau dengan kata lain, suatu pengetahuan disebut ilmiah justru karena di dalam pengetahuan tersebut terdapat suatu kebenaran yang bersifat ilmiah. Pengetahuan ilmiah bertitik tolak dari kekaguman terhadap pengalaman biasa atau harian.

Kekaguman terhadap pengalaman, kebenaran, pengetahuan biasa (common sense), menimbulkan berbagai ketidakpuasan dan bahkan keraguan terhadap kebenaran harian tersebut. Ketidak puasan dan keraguan tersebut akan melahirkan keingintahuan yang mendalam yang diwujudkan dalam berbagai pertanyaan. Sekarang proses ilmiah tersebut melahirkan kebenaran ilmiah yang dinyatakan dalam pengetahuan sains (Hadi, 1994).

Kebenaran ilmiah yang diwujudkan sebagai ilmu pengetahuan jika memenuhi beberapa syarat. Syarat-syarat tersebut seperti yang diungkapkan Beerling (1986) bahwa ilmu pengetahuan ilmiah sesungguhnya berkaitan dengan tiganorma, pertama pengetahuan ilmiah, pengetahuan yang memiliki dasar pembenaran. Kedua, pengetahuan ilmiah bersifat sistematis. Ketiga, pengetahuan ilmiah bersifat intersubjektif.

John F. Haught menerangkan empat persepsi terhadap relasi antara agama dan sains. Pertama,  Agama sama sekali bertentangan dengan sains atau bahwa sains membatalkan agama. Kedua, mereka yang berfikiran bahwa agama dan sains sangat berbeda satu sama lain sehingga secara logis tidak mungkin ada konflik atau hubungan di antara keduanya.

Agama dan sains sama-sama valid, tetapi tetap terpisahkan satu sama lainnya. Ketiga, walaupun agama dan sains jelas berbeda, sains selalu mempunyai implikasi-implikasi bagi agama, demikian juga sebaliknya. Sains dan agama niscaya berinteraksi satu sama lain. Karena itu, agama dan teologi pun tidak boleh mengabaikan perkembangan-perkembangan baru dalam sains, Dan keempat, yakni yang melihat relasi itu sebagaimana relasi ketiga, tetapi lebih halus, karena golongan ini melihat bagaimana agama dapat berperan positif dalam mendukung petualangan ilmiah mencari penemuan.

Ilmu, filsafat dan agama adalah tiga institut kebenaran, ketiga cara ini mempunyai ciri-ciri tersendiri dalam mencari, menghampiri dan menemukan kebenaran. Ilmu pengetahuan didapati dari hasil usaha pemahaman manusia yang disusun dalam satu systema mengenai kenyataan, struktur, pembagian atau segala sesuatu yang dapat diselidiki dengan menggunakan daya pemikiran manusia dibantu penginderaannya, yang kebenarannya diuji secara empiris, riset dan eksperimental.

Sains dan filsafat memiliki landasan yang sama, yakni “rasionalitas”. Tetapi agama berlandaskan pada tata keimanan atau tata keyakinan terhadap sesuatu di luar manusia, juga berlandaskan pada sistemritus (tata peribadatan) dan system norma (tata kaidah) yang mengatur hubungan manusia dengan manusia dan alam lainnya, seluruh sistem agama ini berpedoman pada aturan-aturan yang telah ditetapkan dalam kitab-kitab yang diwahyukan.

Ilmu adalah pengetahuan tentang sesuatu bidang tertentu yang disusun secara sistematis menurut metode-metode tertentu yang dapat dipergunakan untuk menerangkan gejala-gejala tertentu di bidang pengetahuan itu, sedangkan pengetahuan adalah segala sesuatu yang diketahui.

Logika adalah salah satu cabang filsafat. Ilmu logika (ilmu pengetahuan) yang mempelajari kecakapan untuk berpikir secara lurus, tepat, dan teratur.

Estetika ialah suatu cabang ilmu filsafat yang membahas tentang keindahan dan biasa nya terdapat didalam seni dan alam semesta.

Etika membicarakan tentang pertimbangan tentang tindakan baik buruk, susila tidak susila dalam hubungan antar manusia. Ada perbedaan antara etika dan moral pengkajian secara mendalam tentang system nilai yang ada, Jadi etika sebagai suatu ilmu adalah cabang dari filsafat yang membahas system nilai (moral) yang berlaku.

Humaniora atau ilmu budaya adalah ilmu yang mempelajari tentang cara membuat atau mengangkat manusia menjadi lebih manusiawi dan berbudaya.

Agama adalah suatu system kepercayaan kepada Tuhan yang dianut oleh sekelompok manusia dengan selalu mengadakan interaksi dengan-Nya. Pokok persoalan yang dibahas dalam agama adalah eksistensi Tuhan, manusia dan hubungan antara manusia denagan tuhan. Keterkaitan antara filsafat dengan, sains dan logika merupakan kaitan yang dapat dinalarakan dan diberikan kerasionalitasan.

Filsafat dengan ilmu pengetahuan, mengacu kepada berkembangnya pemahaman tentang suatu bidang tertentu. Filsafat dan estika juga sangat erat kaitanya, karena estetika merupakan cabang dari ilmu filsafat yang mempelajari tentang seni keindahan, perihal baik/buruk, nilai dan norma. Filsafat dengan humaniora, berkaitan mengenai bagaimana mengembangkan studi tentang manusia, dan upaya mengangkat martabat manusia, dan memanusiakan manusia.

Tahapan dalam Memperoleh Kebenaran dalam Ilmu Pengetahuan yang pertama Know-Tahu, dalam struktur dasar kegiatan manusia mengetahui ( to know) mengetahui secara umum dapat dibedakan adanya 3 tahap ( Sudarminta 2002) pertama tahap pengalaman keindraan. Kedua, tahap pemahaman. Yang ketiga, tahap pertimbangan dan penegasan keputusan

Yang kedua The Knower – Kemampuan manusia untuk mengetahui, merasakan, dan mencapai apa yang dirasakan. Ada 3 jenis kemampuan mengetahui, yaitu pertama, kemampuan kognitif atau cipta. Yang kedua Kemampuan efektif atau kemampuan rasa. Yang ketiga Kemampuan Onatif atau kemampuan karsa atau psikomotorik.

Yang ketiga, Knowledge pengetahuan diperoleh dari hasil nalar berhubungan dengan kepercayaan, realitas dan solidaritas dari dunia eksternal.

Adapun dalam Islam, pengenalan akan tempat sesuatu dalam kaitannya dengan keseluruhan system dalam pengaturan Allah dan dalam kesatuan wujud. Hal ini menjadi berbeda dengan pengertian makna dalam pemikiran Barat, yang justru mengutamakan keteraturan logis (seperti dalam tradisi Positivisme Logis) atau rekayasa akliah yang subyektif dan intersubyektif (seperti dalam tradisi hermeneutika).

Islam memandang bahwa kebenaran relative itu ada tapi tidak berarti semua yang benar itu relative sifatnya sebagaimana pandangan relativisme. Dalam Islam ada kebenaran yang sifat nya mutlak dan biasanya disebut dengan istilah haq dan ada kebenaran yang disebut dengan istilah sawāb yakni kebenaran yang sifatnya relatif. Haq sendiri lawannya adalah bathil sedangkan sawāb lawannya adalah khata.

nur ada silvyani
nur ada silvyani
Bernama Nur Adha Silvyani, mahasiswa di Institut Agama Islam Daar Al-Uluum Asahan, Sumatera Utara.
Facebook Comment

ARTIKEL TERPOPULER

Log In

Forgot password?

Don't have an account? Register

Forgot password?

Enter your account data and we will send you a link to reset your password.

Your password reset link appears to be invalid or expired.

Log in

Privacy Policy

Add to Collection

No Collections

Here you'll find all collections you've created before.