‘I’m in a middle of a traffic jam, I might be late…’
Seberapa sering kamu mengatakan hal itu? Mungkin sebelumnya kamu membayangkan, jika jalan yang akan kamu lewati sepi pengguna. Sehingga kamu bisa berjalan dengan lancar tanpa ada hambatan. Namun, pada kenyataannya tidak seperti itu. Sesampainya di jalan, kamu akan dihadapkan dengan puluhan bahkan ratusan pengguna jalan lainnya. Dengan banyaknya pengguna jalan, seringkali berakhir kemacetan.
Sebelum saya meninggalkan rumah untuk bekerja, saya selalu membayangkan tidak ada kemacetan dalam perjalanan saya. Namun, kenyataannya selalu tidak sesuai dengan apa yang saya bayangkan. Kondisi lalu lintas di ibu kota tidak pernah gagal membuat saya emosi. Rasanya kemacetan di ibu kota ini sudah menyerang ke segala titik, sehingga sangat sulit untuk dihilangkan, seperti contoh di jalan Latumeten.
Saking seringnya saya melewati jalan-jalan di ibu kota ini, saya menyadari bahwa ada beberapa hal yang menjadi faktor utama penyebab kemacetan yang tak kunjung reda itu. Bukan karena kereta yang lewat, tapi karena kendaraan umum yang suka ngetem sembarangan, hingga pejalan kaki yang tidak taat aturan. Karena hal itu, perjalanan yang bisa kita tempuh dalam waktu 15 menit, molor menjadi 30-45 menit. Menurut saya ini sangat merugikan. Selisih waktu yang seharusnya bisa kita manfaatkan untuk hal positif, malah terbuang sia-sia.
Peneliti Boediningsih (2011: 122) menyatakan bahwa “Kemacetan lalu lintas terjadi karena beberapa faktor, seperti banyak pengguna jalan yang tidak tertib, pemakai jalan melawan arus, kurangnya petugas lalu lintas yang mengawasi, adanya mobil yang parkir di badan jalan, permukaan jalan tidak rata, tidak ada jembatan penyeberangan, dan tidak ada pembatasan jenis kendaraan”. Fakta tersebut tidak mengherankan lagi, terutama bagi pengguna jalan di kawasan metropolitan. Karena rasanya sudah setiap hari kita dihadapkan dengan kondisi jalan yang semrawut.
Keegoisan yang Melahirkan Kemacetan
Siapa yang patut disalahkan atas kemacetan di ibu kota ini? Jika karena terlalu banyak kendaraan, apa tidak ada solusi untuk mengurangi kemacetannya?
Kemacetan terjadi karena tingginya aktivitas masyarakat di jalan tersebut. Penyebab utama kemacetan, sering disebabkan oleh meningkatnya jumlah kendaraan yang melalui jalan itu di waktu yang bersamaan. Hal ini tentu saja berdampak pada pada ketidaknyamanan pengguna jalan, baik pengguna kendaraan umum maupun kendaraan pribadi.
Ada pula hambatan samping yang menyebabkan kemacetan sulit dikondisikan. Menurut MKJI 1997 (Anonim, 1997), hambatan samping sendiri adalah dampak dari kinerja lalu lintas dari aktivitas samping segmen jalan. Hambatan samping yang terjadi sering disebabkan karena aktivitas pejalan kaki yang tidak tertib, kendaraan umum yang tiba-tiba berhenti untuk mengambil dan menurunkan penumpang, hingga disebabkan oleh kendaraan yang keluar masuk lahan di samping jalan. Hambatan samping tersebut mungkin saja bisa dihindari, jika pengguna kendaraan tidak memenuhi badan jalan. Namun pada kenyataannya, jumlah kendaraan setiap tahun meningkat. Hal ini menyebabkan kapasitas jalan semakin menurun.
Dari permasalahan di atas, mungkin terkesan sulit untuk dipecahkan. Kita sebagai pengendara pasti menginginkan sampai tujuan tepat waktu dan tidak perlu membuang waktu lama dengan naik kendaraan umum. Di sisi lain, karena keinginan kita ingin menggunaan kendaraan pribadi, besar kemungkinan akan terjadi kemacetan.
Stop! Kita harus menyudahi perdebatan itu. Zaman terus berkembang, kita tidak mungkin mempermasalahkan keadaan saat ini. Kini saatnya kita mencari solusi atas masalah yang terjadi. Dari masalah kemacetan di ibu kota, seperti di jalan Latumeten, ada beberapa solusi yang dapat dilakukan untuk mengurangi hingga memecahkan kemacetan yang terjadi, antara lain :
Pertama, memperketat penertiban jalan di titik tertentu oleh pihak yang berwajib. Saya rasa hal ini sangat perlu dilakukan. Seperti contoh, pada kemacetan di jalan Latumeten seringkali disebabkan oleh kendaraan umum yang suka ngetem di bahu jalan. Jika di titik tersebut mendapat penjagaan oleh pihak yang berwajib, kemungkinan besar kendaraan umum tidak berani menyalahi aturan.
Kedua, diberlakukan ganjil genap pada seluruh kendaraan pribadi. Seperti yang dijelaskan oleh Wakil Direktur lalu Lintas Polda Metro Jaya AKBP Wahyono, ‘sistem ganjil genap merupakan suatu konsep pembatasan kendaraan yang mengacu pada dua nomor terakhir pelat nomor kendaraan. Dengan begitu, nantinya setiap kendaraan yang melintas akan bergantian sesuai hari pemberlakuan dua digit angka terakhir pelat nomornya’.
Peraturan ganjil genap sangat cocok jika diterapkan di kawasan metropolitan. Memang pada dasarnya aturan ini digunakan untuk kendaraan roda empat. Namun, menurut saya demi mengatasi kemacetan yang terus meningkat, tidak ada salahnya jika peraturan ganjil genap berlaku untuk semua kendaraan pribadi, baik roda empat maupun kendaraan roda dua.
Ketiga, memperbanyak jembatan penyeberangan. Lagi-lagi peran pemerintah dalam masalah sosial ini sangat diperlukan. Mungkin di ibu kota negera ini sudah banyak pemberian Jembatan Penyeberangan Orang (JPO), sebagai fasilitas pejalan kaki untuk menyeberang jalan yang ramai. Tapi karena jarak jembatan satu dengan yang lain cukup jauh, sering kali membuat pejalan kaki malas untuk menggunakannya.
Mungkin para penyeberang itu berpikir ‘ah, hanya menyeberang sebentar kok’, tanpa memikirkan risikonya. Padahal risiko yang ditimbulkan oleh pikiran seperti itu sangat fatal. Seperti di jalan Latumeten, tepatnya di jalan keluar masuk stasiun Grogol. Masih banyak sekali pejalan kaki yang menyeberang disaat kondisi jalan ramai kendaraan. Hal ini menyebabkan kendaraan berhenti sejenak untuk mempersilahkan penyeberang. Alhasil, pengendara lain akan menghentikan kendaraannya pula dan berujung kemacetan. Maka dari itu penambahan jembatan penyeberangan, terutama di titik keramaian sangat diperlukan. Hal ini diharapkan mampu mengatasi kemacetan yang disebabkan pejalan kaki yang suka menyeberang jalan sembarangan.
Kemacetan lalu lintas selalu berhasil membuat seluruh pengguna jalan geram. Keadaan yang semrawut, terkadang membuat pengendara satu dan yang lain saling adu mulut. Permasalahan ini memang bukan perkara yang mudah. Diperlukan peran masyarat serta pemerintah untuk menanggulangi permasalahan sosial ini. Kesadaran pengguna jalan menjadi faktor terpenting penunjang terbebasnya kemacetan, terutama di ibu kota negara yang padat penduduk ini. Namun, jika kamu masih suka melanggar aturan lalu lintas dan tidak tertib dalam penggunaan jalan, bersiap-siaplah menanggung risiko kemacetan!