Jumat, April 26, 2024

Sekolah Unggulan dan Soal Segregasi Manusia

Murdianto An Nawie
Murdianto An Nawie
Dosen Program Pascasarjana IAI Sunan Giri (INSURI) Ponorogo

Tahun ajaran baru telah ada di depan mata. Tiga bulan ke depan orang tua akan banyak disibukkan dengan aktivitas menggali informasi tentang sekolah terbaik bagi anaknya. Apalagi bagi mereka kalangan kelas menengah ke atas, memilih sekolah yang unggul adalah harapan besar mereka.

Namun bagi kalangan tak berpunya, memilih sekolah unggul barangkali adalah impian yang tak terjangkau. Sekolah unggul dengan berbagai program unggulnya menarik minat masyarakat kelas atas untuk mendidik anaknya, sekaligus bagian dari life style sebagai kelas berpunya.

Namun fenomena memilih sekolah unggulan dan bertaraf internasional memiliki resiko tinggi, baik dari sisi kebijakan maupun dampak yang ditimbulkannya. Beberapa aspek dari sekolah unggulan dan berstandar internasional, ternyata mengharuskan masyarakat untuk mempertimbangkan kembali pilihan memilih sekolah unggulan lengkap dengan biaya tinggi yang harus di penuhi.

Beberapa Fakta

Beberapa fakta ini penting dipertimbangkan menyangkut fenomena sekolah Unggulan. Fakta pertama, seleksi untuk memasuki Sekolah Unggulan dan Standar  Internasional biasanya melaui  serangkaian tes, yakni Test Psikologi, Test Tertulis IPA dan Matematika, Untuk SMK unggul ditambah dengan Test Kesehatan dan Buta Warna.

Hal itu menimbulkan anggapan bawa Sekolah Unggulan dan Sekolah standar Internasional dikhususkan pada siswa yang memiliki standar kecerdasan tertentu dan tidak memiliki kecacatan fisik, dan secara akademik unggul. dampaknya Sekolah Unggul dianggap tidak bisa diterapkan pada siswa yang memiliki tingkat kecerdasan rata-rata, apalagi pada mereka yang mengalami masalah kesehatan tertentu.

Kesalahan implementasi Sekolah Unggulan adalah terutama pada penekanannya pada segala hal yang bersifat akademik dengan menafikan segala yang non-akademik. Semua keunggulan yang hendak dicapai oleh sekolah unggulan seringkali dinilai dari keunggulan akademik semata dan tak ada lain.

Seolah tujuan pendidikan adalah untuk menjadikan siswa untuk menjadi seseoarang yang cerdas akademik belaka. Padahal paradigma keunggulan akademik adalah pandangan yang sudah sangat banyak ditinggalkan.

Tentu ini mengandaikan, sekolah ini dikhususkan bagi individu yang ‘gifted’, berlebih kecerdasannya dan memiliki kemampuan akandemik diatas rata-rata. Ini tentu bertentangan dengan konsep Education for All, suatu paradigma pendidikan yang menjadi mainstream pada kecenderungan pendidikan dimasa kini.

Fakta kedua dari Sekolah Unggulan, adalah munculnya segregasi kelas bagi anak dari keluarga berpunya dengan keluarga  miskin. Tingginya biaya Sekolah Unggulan sebagaimana dilansir data resmi Kompas (27/3/2017).

Biaya pendidikan pada tingkat SD pada sekolah unggul di kota kota besar, uang pangkalnya bisa bernilai Rp 10 juta-Rp 30 juta dengan biaya SPP bulanan sekitar Rp 1,5 juta–Rp 2,5 juta per bulan. Untuk level SMP dan SMA biayanya bisa lebih besar sekitar 30 persen. Fakta ini tentu membuat masyarakat kelas menengah kebawah enggan bermimpi memasukkan anaknya di sekolah unggulan semacam ini.

Meskipun dengan alasan bahwa pemenuhan standar sekolah unggul memang berbiaya tinggi membuat biaya operasional sangat tinggi. Tentu pembiayaan ini sebagian besar tidak disubsidi negara. Akhirnya dapat dipastikan dampaknya adalah melambungnya biaya pendidikan yang tak terjangkau bagi masyarakat miskin.

Dampaknya Sekolah Unggulan dianggap tempat pendidikan siswa ‘kaya dan pintar’, sementara sekolah/madrasah terutama dari swasta yang serba terbatas menjadi tempat siswa ‘miskin atau bodoh’. Hal ini tentu merupakan ketidak-adilan yang menista kemanusiaan. Hal ini justru paradoks dengan fakta bahwa justru sebagian besar anak miskin tidak mendapatkan akses bagi pendidikan yang bermutu dan memiliki kualtas internasional.

Sekolah Unggulan pada level implementasi justru menegaskan bahwa sekolah ini diciptakan untuk kelas berpunya, dan semakin memperkecil akses masyarakat miskin untuk mendapatkan fasilitas pendidikan yang bertaraf internasional. Sekolah Unggulan menjadikan sekolah yang mengikutinya menjadi eksklusif dan menciptakan kastanisasi karena hanya bisa dimasuki oleh anak-anak kalangan menengah ke atas. Akibatnya terjadi kesenjangan sosial di sekolah. Siswa yang belajar di program ini merasa seperti kelompok elit yang berbeda dengan siswa kelas reguler.

Peminggiran anak-anak kecerdasan ‘level bawah’, dan justru ditujukan pada siswa-siswa paling berbakat (gifted) dan diberi perlakuan khusus dengan dana berlimpah padahal mereka secara ekonomi dan akademik mayoritas sebenarnya lebih mampu dan tidak memerlukan bantuan dibandingkan siswa yang tertinggal. Padahal mestinya pendidikan yang manusiawi harus dapat memberi ruang kepada kaum miskin yang secara ekonomis dan akademis justru membutuhkan penanganan dan biaya.

Ini sangat bertentangan dengan prinsip keadilan yang justru berpusat memberi akses pada mereka yang kekurangan kesempatan untuk mendapatkan sumberdaya yang diandaikan pada the principle of fai equality of opportunity dalam teori keadilan (Priyono, 1993: 38). Apalagi fakta sebagian sekolah unggulan adalah sekolah negeri dibiayai dari subsidi negara dan utang, yang seharusnya lebih besar dialokasikan untuk masyarakat paling lemah.

Tentu sikap diskriminatif dan eksklusif dalam pendidikan apalagi bagi masyarakat disebuah negera sedang berkembang rendah seperti Indonesia, justru memperlihatkan bahwa “Pendidikan untuk Semua” berujung sebagai retorika politis semata.

Sangat memprihatinkan bahwa sistem yang berimplikasi pada praktik pendidikan dan menganggap kecerdasan intelektual yang menonjol merupakan segala-galanya sehingga perlu mendapat perhatian dan fasilitas lebih daripada siswa yang tidak memilikinya, harus dipertahankan.

Murdianto An Nawie
Murdianto An Nawie
Dosen Program Pascasarjana IAI Sunan Giri (INSURI) Ponorogo
Facebook Comment

ARTIKEL TERPOPULER

Log In

Forgot password?

Don't have an account? Register

Forgot password?

Enter your account data and we will send you a link to reset your password.

Your password reset link appears to be invalid or expired.

Log in

Privacy Policy

Add to Collection

No Collections

Here you'll find all collections you've created before.