Kamis, Mei 9, 2024

RUU Penghapusan Kekerasan Seksual Terhadap Wanita Vs Poligami

Kekerasan terhadap orang lain tidak dibenarkan dalam hokum, termasuk kekerasan terhadap wanita. Wanita secara kodrat lebih lemah daripada lelaki. Namun wanita memiliki peran yang tdak tergantikan bagi manusia.

Peran wanita sebagai seorang ibu yang harus menahan sakit dikala melahirkan, bahkan dengan taruhan nyawa. Serta peran wanita sebagai seorang ibu yang berperan mendidik anak anaknya, dan mencurahkan kasih sayang kepada mereka, tidak bias digantikan oleh peran orang lain. Sudah sewajarnya wanita dimuliakan, bukan mendapat kekerasan seksual oleh para lelaki hanya karena inferioritas wanita.

Rancangan undang undang atau RUU tentang penghapusan kekerasan seksual pada wanita sudah sewajarnya harus segera disahkan oleh aparat penegak hukum dan badan legislatif. Pihak pemerintah sudah melaksanakan fungsinya untuk mengajukan RUU kepada dewan melalui komnas perempuan dan komisi perlindungan anak dan perempuan. Namun letak permasalahannya ada di parlemen ketika badan legislatif terdiri dari banyak partai yang mempunyai banyak pandangan yang berbeda soal pengesahan RUU ini.

RUU ini merupakan bentuk proteksi wanita terhadap segala jenis pelecehan seksual ataupun kekerasan seksual, sehingga akan merugikan pihak lelaki sebagai pelaku utama tindak kekerasan tersebut. Secara konten memang RUU ini sempurna untuk diterapkan dalam negara kita. Namun perlu disadari juga bahwa Negara kita juga menganut sistem patriarki dimana peran laki laki dalam kehidupan tidak bisa dibantah oleh wanita, serta laki laki memegang hamper semua aspek kehidupan, termasuk dalam birokrasi.

Birokrasi yang terlalu mengedepankan supremasi pria akan merintangi jalannya pengesahan RUU ini, karena dirasa akan merugikan mereka, terlebih lagi, jika RUU ini merintangi kepentingan mereka selama ini.

Tidak bisa dipungkiri bahwa jalannya RUU ini juga mempersulit gerak gerik pria untuk mengeksploitasi wanita, terutama dalam hal berpoligami yang mana berkaitan dengan hukum agama. Sudah menjadi rahasia umum bahwa pria kaya berhak menikah lebih dari satu kali terlepas dari segi pertimbangan wanita dan pihak keluarganya, terkait masalah masa depan dirinya dan anak anaknya nanti (https://beritagar.id/artikel/gaya-hidup/efek-buruk-poligami). Pihak prialah yang berhak menentukan apakah dia monogami atau poligami dan syarat persetujuan dari istri hanyalah formalitas belaka yang tidak bisa dibuktikan validitasnya.

Dalam hukum islam, poligami memang dibolehkan asalkan harus melalui persetujuan istri pertama. Namun tidak ada syarat hukum formal yang mengatur tata cara persetujuan serta sanksi yang berlaku untuk suami jika melanggar persetujuan tersebut seakan membutakan pria bahwa poligami itu sah dilakukan apapun situasinya. Hukum islam yang memperbolehkan poligami didasari pada hadis rasulullah yang mana juga berpoligami, namun konteksnya jauh berbeda.

Rasulullah berpoligami bukan untuk nafsu, melainkan untuk menghidupi janda janda tua korban perang. Berbeda dengan sekarang diaman para lelaki berpoligami atas dasar nafsu belaka, dimana kebanyakan dari mereka memilih wanita yang lebih muda dan lebih menarik dibandingkan istri sebelumnya.

Kriteria istri yang menjadi obyek poligamipun masih belum jelas diatur dalam hukum formal karena poligami merupakan persoalan pribadi, bukan ranah publik. Obyek poligami bisa juga menyangkut perempuan dibawah umur, yang mana bisa memicu konflik dalam rumah tangga.

Adapula kasus dimana poligami menyangkut tawar menawar antara orang tua perempuan, dengan pria pelaku poligami, yang mana pelaku poligami menawarkan sejumlah besar uang ataupun fasilitas mewah untuk orang tua perempuan agar anak perempuannya bisa dikawini. Hal ini bisa menimbulkan kekerasan seksual kepada perempuan, dimana perempuan tersebut hanyalah dipandang sebagai obyek, bukanlah manusia yang harus dihargai hak haknya.

Walaupun poligami itu sah secara agama dan hukum, namun masih ada praktek non formal poligami yang tidak menjunjung tinggi hak hak perempuan sebagai seorang istri. Memang tidak semua poligami berujung pada negatif, adapula yang positif dan berhasil membangun keluarga yang adil, seperti halnya keluarga Rhoma Irama dan bapak Proklamator kita, Ir. Soekarno. Namun tidak semua pria  yang berpoligami mempunyai kesadaran penuh tentang hak para istri serta kelangsungan masa depan anak anaknya. Bisa jadi akan timbul kekerasan seksual baru yang diakibatkan oleh poligami, serta kecemburuan social antar para istri dan anak anak nya.

Permasalahan baru yang timbul akibat poligami yaitu munculnya oknum tidak bertanggung jawab yang menjadikan poligami untuk kemaslahatan pribadinya. Salah satu oknum tersebut adalah ISIS sebagai organisasi terorisme kejam di dunia yang diduga telah melebarkan sayapnya ke Indonesia. ISIS merekrut para wanita sebagai istr-istri para mujahid/pejuang mereka dengan cara propaganda agama bahwa poligami itu dianjurkan oleh islam dan para istri yang berpoligami demi para mujahid akan dijanjikan surga kelak. Namun kenyataannya sungguh miris.

Para wanita yang telah dijadikan istri dikirim ke suriah untuk dijadikan budak seks, yang mana merupakan kejahatan seksual luar biasa, serta djiadikan pula sebagai objek bom bunuh diri atau disebut sebagai “pengantin hitam” oleh pihak teroris. Sudah banyak kasus bom bunuh diri yang menggunakan wanita sebagai istri simpanan atau poligami sebagai pelaku tindak terorisme.

Oleh karena itu RUU penghapusan kekerasan seksual terhadap wanita bisa menjadi solusi untuk mencegah terjadinya korban baru lewat “rekrutmen kegelapan”  dengan melibatkan para aparat penegak hukum untuk mengawasi jalannya undang undang tersebut. RUU ini juga menyertakan sanksi yang tegas bagi para pelaku, seperti hanya pemandulan, hukuman penjara yang alam, dan hukuman mati untuk otak tindakan kkerasan seksual ini.

Namun hal ini perlu dukungan pula dari berbagai elemen masyarakat untuk pengesahan RUU ini lewat dewan, karena sejatinya elemen amsyarakat perlu mendorong anggota dewan untuk mensahkan RUU ini secepatnya. Public tahu bahwa tidak semua anggota dewan satu pikiran dengan RUU ini, terlebih lagi yang berhubungan dengan tindak terorisme.

Pasalnya, masih banyak pihak yang melindungi praktek poligami tanpa aturan hukum yang jelas dengan dalih agama, sehingga kepentingan mereka tidak terusik. Contoh yang terbaru dimana publik menghujat besar besaran pendiri partai PSI, Grace Natalie yang menolak poligami sebagai bentuk pelanggaran hak asasi wanita, serta memicu terjadinya kekerasan seksual anak dibawah umur. Mereka terusik seakan akan poligami adalah tradisi suci yang dijamin keamanannya, tanpa mempedulikan fakta di lapangan.

Facebook Comment

ARTIKEL TERPOPULER

Log In

Forgot password?

Don't have an account? Register

Forgot password?

Enter your account data and we will send you a link to reset your password.

Your password reset link appears to be invalid or expired.

Log in

Privacy Policy

Add to Collection

No Collections

Here you'll find all collections you've created before.