Jumat, Maret 29, 2024

Potensi Monopoli Timah dan Peluang Bagi BUMN

farhanthecitizen
farhanthecitizen
Mahasiswa S1 Ilmu Politik FISIP UIN Jakarta 2017 dan Purna Sekretaris LSO Jurnalistik PMII KOMFISIP

Indonesia merupakan negara yang kaya akan Sumber Daya Alam. Sejak dahulu kala Indonesia sudah menjadi incaran berbagai negara, khususnya Eropa. Rempah-rempah saat itu menjadi salah satu komoditas primadona yang berasal dari Indonesia.

Timah saat ini menjadi salah satu komoditas incaran berbagai negara. Tidak heran jika harga timah dunia pada tanggal 22 Januari 2022 menyentuh harga U$ 43.497/ton. Ya, ini adalah harga tertinggi sepanjang masa atau All Time High (ATH).

PT. Timah Tbk sebagai perusahan BUMN penambang timah terbesar nomor dua di dunia seharusnya dapat memanfaatkan momentum ini. Sampai tanggal 21 Januari 2022 ini, PT. Timah Tbk menjadi satu-satunya perusahaan timah yang dapat melakukan kegiatan penambangan serta ekspor baru. Sepertinya ada peran dari negara untuk memanfaatkan lonjakan harga timah dunia melalui BUMN.

Kegagalan Memanfaatkan Momentum Tahun 2021

Tahun 2021 memang masih merupakan tahun yang berat bagi dunia dan Indonesia, karena masih dilanda Pandemi Covid-19. Namun di tengah pandemi tersebut, harga komoditas logam malah berterbangan seperti timah dan nikel. Sungguh disayang bahwa produksi PT. Timah Tbk masih belum konsisten.

Pada tahun 2019, PT. Timah Tbk berhasil memproduksi timah sebanyak 76.000 ton, tapi saat itu harga timah hanya berkisar 20.000 dollar/ton. Di tahun 2021 sebenarnya PT. Timah Tbk mempunyai target produksi sebesar 30.000 ton, tapi sampai September 2021 hanya terealisasi sebesar 17.929 ton. Tentu angka ini bisa dibilang sangat kecil jika dibandingkan dengan produksi tahun 2019, padahal di tahun 2021 harga timah dunia meroket tajam.

Kendali Pemerintah Pusat Atas RKAB

Di tahun 2022 ini pemerintah pusat memegang kendali penuh atas RKAB, berbeda dari sebelumnya yang dipegang oleh pemerintah daerah. Sampai tanggal 21 Januari 2022, terlihat hanya PT. Timah Tbk yang permohonan RKAB nya disetujui.

Jika melihat laporan kinerja tahunan Direktorat Jenderal Mineral dan Batu Bara (Dirjen Minerba) Kementerian ESDM, terdapat 4.003 permohonan RKAB di tahun 2022 untuk perusahaan pertambangan mineral dan batu bara.

Pemerintah menolak 460 RKAB, yaitu 307 RKAB untuk perusahaan mineral dan 153 RKAB perusahaan tambang batu bara. Pemerintah sendiri menyetujui sebanyak 1.256 permohonan RKAB dengan sebanyak 416 dari perusahaan mineral dan sisanya 840 dari perusahaan batu bara. Secara total ada 1.286 permohonan RKAB yang dikembalikan oleh pemerintah.

Di tengah harga timah dunia yang menyentuh rekor tertinggi sepanjang masa, terlihat bahwa pemerintah pusat sepertinya memainkan penting dalam memuluskan PT. Timah Tbk sebagai pemasok tunggal timah di Indonesia. Dengan begini tentu perusahaan lain tidak bisa melakukan penambangan fan ekspor timah secara legal, akibat belum disetujuinya RKAB oleh pemerintah pusat.

Peluang BUMN Menjadi Pemain Tunggal Komoditas Timah

Belum disetujuinya RKAB perusahaan timah selain PT. Timah Tbk, membuat sampai dengan pertengahan Januari 2022 ini Indonesia Comodity Exchange (ICDX) belum mencatat adanya transaksi jual-beli timah. ICDX sendiri bisa dibilang sebagai marketplace yang mewadahi transaksi jual-beli timah untuk lokal maupun ekspor.

Jika memang pemerintah dengan sengaja menjadikan PT. Timah Tbk sebagai pemain tunggal timah, maka kondisi seperti ini seharusnya bisa menjadi peluang bagi BUMN yang satu ini untuk mencatatkan laba tertinggi sepanjang sejarah. Kalau melihat sejarahnya, laba tertinggi PT. Timah Tbk dicatatkan pada tahun 2008. Kala itu harga timah dunia hanya 20.000 dollar/ton dan PT. Timah Tbk berhasil memproduksi sebanyak 58.000 ton timah.

Produksi terbanyak PT. Timah Tbk sendiri dalam rentang waktu 2008 sampai dengan 2020 terdapat pada tahun 2019 yang mana mencapai 76.389 ton. Jika diasumsikan pada tahun 2022 ini PT. Timah Tbk berhasil memproduksi dan menjual sebanyak 70.000 ton dengan harga di atas 40.000 dollar/ton, maka memiliki potensi revenue sebesar Rp. 43,6 triliun. Misalnya dengan net profit margin sebesar 10% saja PT. Timah Tbk bisa mendapatkan laba Rp. 4,3 triliun.

Potensi laba Rp. 4,3 triliun ini bisa menjadi laba terbanyak sepanjang sejarah yang dihasilkan oleh PT. Timah Tbk. Ini merupakan sebuah peluang jika memang pemerintah ingin menjadikan BUMN yang satu ini menjadi pemain tunggal dalam komoditas timah. Namun yang menjadi catatan, yaitu produksi PT. Timah Tbk tidak stabil dalam setiap tahunnya. Bisa dilihat total produksi dari tahun 2015 sampai dengan 2021. Pada tahun 2015 berhasil memproduksi 26.361 ton, tahun 2016 memproduksi 24.121 ton, tahun 2017 memproduksi 30.249 ton, tahun 2018 memproduksi 33.444 ton, tahun 2019 memproduksi 76.389 ton, tahun 2020 memproduksi 45.698 ton, dan sampai September tahun 2021 hanya bisa memproduksi 17.929 ton.

Erick Thohir sebagai Menteri BUMN seharusnya bisa menggenjot produksi timah dari PT. Timah Tbk untuk memanfaatkan harga timah dunia yang sedang meroket. Apalagi Indonesia merupakan penghasil timah terbesar ke-2 dunia. Indonesia juga tercatat sebagai pemilik cadangan timah terbesar ke-2 di dunia dengan total 800.000 ton. Fenomena commodity supercycle yang tengah terjadi harusnya dapat dimanfaatkan secara maksimal oleh Indonesia.

farhanthecitizen
farhanthecitizen
Mahasiswa S1 Ilmu Politik FISIP UIN Jakarta 2017 dan Purna Sekretaris LSO Jurnalistik PMII KOMFISIP
Facebook Comment

ARTIKEL TERPOPULER

Log In

Forgot password?

Don't have an account? Register

Forgot password?

Enter your account data and we will send you a link to reset your password.

Your password reset link appears to be invalid or expired.

Log in

Privacy Policy

Add to Collection

No Collections

Here you'll find all collections you've created before.