Selasa, April 30, 2024

Pilpres dan Kesehatan Mental

Muhammad Utama Al Faruqi
Muhammad Utama Al Faruqi
Pemerhati isu-isu sosial keagamaan. Peminat dunia pendidikan dan sejarah.

Terkira 95 tahun yang lalu, para pemuda Indonesia berkumpul pada Kongres Pemuda II yang diadakan di Jakarta pada tanggal 27-28 Oktober 1928. Mereka yang berasal dari berbagai latar belakang agama, suku dan budaya berkumpul seraya berikrar untuk menyatukan jiwa menjadi bangsa yang merdeka.

Kini, para pemuda Indonesia juga banyak yang berkumpul. Setidaknya setelah para calon presiden dan calon wakil presiden telah mendeklarasikan diri, para pemuda Indonesia 2023 juga banyak yang menjadi lebih produktif. Dari mendiskusikan isu-isu politis hingga terjun dalam realita sebagai tim sukses calon presiden dan wakil presiden pilihan masing-masing.

Agaknya memang pesta demokrasi lima tahunan menjadi seru dan sportif. Saling beradu konsep dan gagasan. Tentu meskipun berbagai ragam janji dan berbagai warna imajinasi juga ditawarkan oleh setiap pasangan calon presiden dan calon wakil presiden, atau juga para pendukungnya.

Tapi memang begitulah realitas yang biasa berjalan dalam episode 5 tahunan negeri ini, tak bisa terbantahkan kecuali dengan realita yang muncul setelah satu pasangan ditetapkan sebagai pemangku jabatan tertinggi di negeri ini.

Di sisi lain, di balik hiruk pikuk percaturan politik negeri yang semakin hari semakin memicu nalar kritis dengan intrik dan strategi masing-masing, terlebih dengan melihat selalu jejak mereka dalam dinamika negeri yang ada, ada berbagai ragam masalah yang tak kunjung usai.

Agaknya kaum marjinal negeri ini juga tidak banyak berkurang siapapun yang menjadi presidennya. Bahkan semakin bertambah, seiring dengan bertambahnya masalah yang menjadi beban mereka. Maka wajarlah banyak yang tidak peduli dengan keributan yang ada, mereka lebih fokus pada kesulitan yang melilit dan tak kunjung berkurang.

Terlebih lagi generasi muda. Tampak sudah di media sosial berbagai fenomena yang sebagian memang perlu diapresiasi, seperti banyaknya akun yang berbicara tentang bidang masing-masing dengan inspiratif : agama, budaya, sejarah hingga teknik public speaking. Sekalipun banyaknya akun-akun tersebut masih belum dinilai mampu menutup realita sisi lain generasi muda tanah air yang berbuat sebaliknya.

Di dunia nyata, dimana sejatinya umat manusia hidup, generasi muda mengalami berbagai problematika yang lebih banyak bersifat sosial, akan tetapi banyak pula yang berpengaruh pada psikis. Berdasarkan data dari Pusat Informasi Kriminal Nasional (Pusiknas) Kepolisian Republik Indonesia hingga 18 Oktober 2023, sepuluh hari menjelang 95 tahun sumpah pemuda, terdapat 971 kasus bunuh diri.

Memang tidak bisa dipastikan bahwa dari angka yang cukup tinggi tersebut bahwa mayoritasnya adalah mereka yang berusia muda. Akan tetapi berita yang viral di berbagai platform media, dari anak SD, SMP, hingga mahasiswa termasuk dari 971 kasus tersebut.

Apakah yang sebenarnya terjadi ? Beberapa asumsi menyebut bahwa wabah Covid-19 yang telah menjadi kemelut kegelapan seluruh dunia adalah penyebabnya. Dimana korban jiwa yang jatuh di seluruh penjuru dunia tak terbilang, sehingga menyebabkan kegoncangan di berbagai sektor.

Para anak-anak kehilangan orang tuanya, para suami kehilangan istrinya, begitu pula sebaliknya. Bagi mereka yang belum siap dengan peristiwa duka yang sangat mendalam seperti ini, tentu hidup di tengah-tengah bumi yang terasa hampa menjadi keseharian yang tak mampu digambarkan.

Sekalipun wabah telah dianggap selesai, duka itu tentu tak mudah untuk dianggap sembuh. Sehingga duka seperti inilah yang diperkirakan salah satu faktor melonjaknya angka bunuh diri di tanah air.

Tentu sebenarnya hal itu bisa diminimalisir dengan adanya solidaritas yang erat sebagai salah satu jati diri bangsa yang hebat ini. Gotong royong dan suka menolong bukanlah sekedar kata-kata indah yang sudah sering diajarkan ketika di bangku Taman Kanak-kanak atau Sekolah Dasar.

Akan tetapi kembali realitas merebut kata-kata serta memori indah itu. Masyarakat lebih banyak tidak peduli dengan kondisi orang lain karena mereka sendiri juga sedang terbebani dengan kondisi yang mereka hadapi.

Padahal, solidaritas dengan landasan kepedulian yang tulus adalah salah satu obat termanjur untuk menekan angka bunuh diri yang telah menjadikan ratusan harapan bangsa itu sirna.

Kepedulian seorang sahabat, atau bahkan sebuah komunitas pada seseorang lainnya yang mengalami masalah hidup yang sangat berat tentu akan meringankan langkahnya dalam menjalani hidup.

Terlebih di jalanan, di tengah terik mentari tak jarang ditemukan perkelahian yang bahkan berakhir dengan korban jiwa. Masalah simpel bisa menjadi sangat besar ketika bersinggungan dengan kondisi perut yang lapar dan darah yang terlanjut mendidih.

Di kalangan pelajar sebagai bibit harapan bangsa yang cerah, kasus bullying hingga pertumpahan darah sepertinya sudah mulai menjadi judul berita yang populer beberapa bulan terakhir. Di ajaran agama manapun, itu adalah hal yang fatal. Sedangkan Indonesia masih dikenal dunia sebagai bangsa yang relijius, bahkan dengan toleransi beragamanya.

Dalam 78 tahun Indonesia merdeka, tentu berbagai pengalaman telah dilalui dan dirasakan. Berbagai dinamika dan konflik sudah banyak menjadi bagian dari sejarah.

Akan tetapi dengan melihat kondisi generasi pelajar seperti sekarang, sempatkah terbayang bagaimana kondisi mendatang. Tentu bukan sebagai harapan, akan tetapi menjadi sebuah refleksi diri agar semakin terasah kepekaan diri pada orang lain.

Hingga hari ini, sepertinya para pasangan calon presiden dan wakil presiden belum banyak yang mengulas kesehatan mental setelah Covid-19 secara eksplisit dalam rencana kebijakan masing-masing. Jika benar demikian, apa yang akan mereka lakukan dengan realita hari ini ?

Dengan penuh harapan, agar para pasangan calon presiden dan wakil presiden memperhatikan masalah kesehatan mental kaum muda, agar tidak banyak lagi nyawa yang dihentikan dengan sengaja dan sia-sia.

Sumber data kasus bunuh diri : https://databoks.katadata.co.id/datapublish/2023/10/18/ada-971-kasus-bunuh-diri-sampai-oktober-2023-terbanyak-di-jawa-tengah.

Muhammad Utama Al Faruqi
Muhammad Utama Al Faruqi
Pemerhati isu-isu sosial keagamaan. Peminat dunia pendidikan dan sejarah.
Facebook Comment

ARTIKEL TERPOPULER

Log In

Forgot password?

Don't have an account? Register

Forgot password?

Enter your account data and we will send you a link to reset your password.

Your password reset link appears to be invalid or expired.

Log in

Privacy Policy

Add to Collection

No Collections

Here you'll find all collections you've created before.