Olahraga adalah kegiatan yang wajar dan lumrah yang dilakukan oleh setiap manusia untuk mengembangkan dan membina potensi jasmani, rohani dan mental, serta mengandung nilai-nilai etika satu dengan lain diperlihatkan, diuji dan dipelajari (Widyanti, 2015).
Olahraga dengan segala aspek dan dimensi kegiatannya, terutama yang mengandung unsur kompetisi atau pertandingan, harus disertai dengan pernyataan sikap untuk berperilaku sesuai dengan peraturan.
Permasalahan yang muncul di dunia olahraga tidak hanya melibatkan sumber daya manusia (atlet, pelatih), dana, sarana dan prasarana, prestasi atau kompetisi. Namun, permasalahan di dunia olahraga sudah masuk kedalam berbagai hal seperti perjudian, politik, nasionalisme, kekerasan, dan doping yang sudah masuk ke ranah kasus hukum.
Dalam praktisnya, setiap atlet berusaha untuk menjadi pemenang di setiap pertandingan. Akan tetapi, tidak sedikit atlet yang menggunakan cara-cara yang tidak sesuai dengan aturan hukum, salah satunya adalah penggunaan doping.
Menurut IOC (International Olympic Committee) tahun 1990, doping adalah upaya meningkatkan prestasi dengan menggunakan zat atau metode yang dilarang dalam olahraga dan tidak terkait dalam indikasi medis.
Sedangkan menurut International Congress of Sport Science; Olympic Tokyo (1964) doping adalah pemberian atau penggunaan oleh peserta lomba berupa bahan fisiologis dalam jumlah yang abnormal atau diberikan melalui jalan yang abnormal untuk meningkatkan prestasi.
Kata doping sendiri pertama kali dipakai di Inggris pada tahun 1869 untuk balapan kuda di Inggris, dimana pertama kali doping diberikan bukan kepada atlet melainkan kepada kuda agar bisa berlari dengan kencang dan menjadi juara. Seiring dengan perkembangan teknologi doping kita telah diberikan langsung kepada atlet.
Salah satu jenis doping yang sering digunakan para atlet ialah obat-obatan anabolik, termaksud hormon androgenik steroid (androstenedione, nandrolone, dan stanozolol). Steroid anabolik adalah steroid yang merangsang sel otot dan tulang untuk membuat protein baru, yang meniru pengaruh hormone seks laki-laki testosterone.
Doping sendiri sudah terdapat dalam Undang-Undang No. 3 Tahun 2005 tentang sistem Keolahragaan Nasional. Dalam pasal 1 ayat 22 disebutkan “Doping adalah penggunaan zat dan metode terlarang untuk meningkatkan prestasi olahraga”.
Peraturan perundang-undangan sudah jelas dan tegas melarang penyalahgunaan zat dengan tujuan meningkatkan prestasi dan doping bukan hanya termaksud pelangaran sportivitas namun sudah termaksud kasus pelanggaran hukum. Apabila seseorang dengan sadar mengkonsumsi doping untuk kepentingan peningkatan prestasi atau stamina, maka dapat dikategorikan pelanggaran serius secara limitatiftegas melanggar peraturan keolahragaan.
Dalam Peraturan Pemerintahan Republik Indonesia Nomor 17 Tahun 2007 tentang Penyelenggaraan Pekan dan Kejuaraan Olahraga dalam Bab IV Kepesertaan Pasal 32 tertulis peraturan tentang doping, yaitu :
(1) Dalam setiap pekan olahraga atau kejuaraan olahraga, peserta dilarang untuk menggunakan doping dalam bentuk apapun sesuai dengan ketentuan anto-doping.
(2) Pengawasan doping sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilakukan oleh Pemerintah, yang pelaksanaanya diserahkan kepada Lembaga anti doping nasional yang berafiliasi dengan Lembaga anti doping internasional.
(3) Pengawasan doping sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dan (2) mencakup kampaye anti doping, pencegahan terhadap doping, dan pengambilan sampel.
(4) Pengambilan sampel sebagaimana dimaksud pada ayat (3) dilakukan sebelum dan/ atau selama berlangsungnya pekan olahraga atau kejuaraan olahraga.
(5) Sampel sebagaimana dimaksud pada ayat (4) yang didapat peserta diuji oleh laboratorium doping yang mendapat akreditasi dari Lembaga anti doping internasional.
(6) Peserta sebagaimana dimaksud pada ayat (5) yang melanggar ketentuan anti doping dikenakan sanksi oleh induk organisasi cabang olahraga yang bersangkutan.
Badan Antidoping Dunia (WADA) memberikan hukuman bagi atlet yang menggunakan obat doping dengan dilarang mengikuti kejuaraan selama empat tahun dan diskualifikasi otomatis dari keikutsertaan Olimpiade.
Faktor yang mempengaruhi atlet menggunakan doping ada dua, yaitu; faktor internal dan faktor eksternal. Faktor internal nerupakan faktor yang berasal dari emosi batin pelaku yang dapat meliputi besar gaji, dan popularitas. Sedangkan faktor eksternalnya dapat meliputi pengaruh dari pelatih, manager bahkan supporter.
Tidak semua atlit dalam keadaan sadar mengkonsumsi doping ini, dibeberapa kasus atlet menggunakan doping dalam keadaan tidak sadar seperti, tim Kesehatan yang sengaja mamsukan doping kedalam makanan atau minuman atlet sehingga atlet secara tidak sadar telah menggunakan doping
Olahraga memang erat kaitanya dengan persaingan untuk mendapatkan predikat juara atau mendapatkan medali, tetapi dalam prakteknya beberapa atlet menggunakan cara-cara yang melanggar hukum seperti doping, sehingga perlu adanya penindakan hukum. Akibatnya, atlet yang menggunakan doping tidak dapat lagi bersaing di kejuaraan olahraga, padahal atlet tersebut mempunyai potensi untuk mengembangkan kemampuannya.