Kamis, Mei 2, 2024

Pasca Arab Spring, Bagaimana Keadaan Suriah Saat Ini?

Muhammad Rafli Lubis
Muhammad Rafli Lubis
Mahasiswa Hubungan Internasional, Universitas Islam Indonesia

Suriah saat ini sudah diambang kehancuran akibat dari rezim Bashar Al-Assad yang enggan turun dari kursi ke Presidenannya yang membuat masyarakat sipil dan kelompok-kelompok agama Muslim lainnya merasa bahwa hak-hak hidup mereka sebagai warga negara tidak diperhatikan lagi oleh Presiden mereka. Konflik ini pun masih bergulir hingga sekarang yang entah sampai kapan masyarakat sipil di Suriah dapat merasakan kembali hak-hak mereka dan rasa aman sebagai warga negara yang seharusnya dilindungi oleh pemerintahan mereka.

Kejadian ini pun terjadi pada penghujung 2010 hingga awal 2011, kawasan Timur Tengah mengalami sebuah pergolakan politik yang disebut dengan “Arab Spring”, suatu sejarah bagi umat manusia di Timur Tengah yang ingin menumbangkan penguasa mereka yang sudah sejak lama dinilai otoriter yang membatasi masyarakat internasional di Timur Tengah, hal ini dimulai dari Tunisia yang ingin menumbangkan pemerintahan Zine Abidin Ben Ali dan Presiden Mesir Hosni Mubarak yang akhirnya berhasil diturunkan oleh masyarakatnya dengan aksi protes besar-besaran.

Hal ini pun berdampak bagi Suriah sendiri, Arab Spring menjadi motivasi bagi warga Suriah untuk menurunkan rezim Bashar Al-Assad yang dinilai sangat otoriter yang membuat masyarakat Suriah geram dan menuntut demokratisasi diterapkan di Suriah. Gejolak besar di Suriah dimulai pada bulan Maret 2011, ada sekelompok pelajar yang berusia 15 tahun menuliskan slogan anti pemerintahan di kota kecil Daraa, Suriah. Sekelompok pelajar ini pun termotivasi dari kejadian ­Arab Spring yang melihat pergolakan di Tunisia dan Mesir.

Namun, banyaknya protes-protes yang dijatuhkan kepada rezim Bashar Al-Assad yang enggan turun dari pemerintahannya membuat perlawanan dengan menangkap aksi para pemuda tersebut yang dilakukan oleh aparat sipil pemerintah setempat dan menyiksa para pemuda tersebut yang akhirnya menimbulkan protes yang menyuarakan reformasi demokratis di Suriah.

Akan tetapi protes tersebut enggan digubris oleh pemerintahan rezim Bashar Al-Assad yang memicu timbulnya konflik saudara di Suriah, kejadian tersebut memicu bangkitnya kelompok oposisi seperti Free Syrian Army, Syrian National Council, dan Syrian National Council for Opposition and Revolutionary Forces. kelompok yang diakui koalisinya oleh Amerika Serikat di Doha, Qatar sebagai wakil masyarakat Suriah yang menentang rezim Bashar Al-Assad untuk segera turun tadi kepemimpinannya.

Kemudian, munculnya kelompok Jihadis yang ingin menghancurkan Suriah dan mendirikan Islamic State dengan sistem keKhalifahan, kelompok ini pun didominasi oleh Islamic State of Iraq and Syria (ISIS), Jabhat Al-Nusra, Ahrar Al-Sham Kataeb, dan Liwa Al-Tauhid. Kelompok ini pun mulai melakukan aksi bom bunuh diri beberapa sudut kota Suriah yang berdampak banyaknya masyarakat sipil, aparat pemerintah, kelompok oposisi meninggal dan terluka parah.

Bagaimana keadaan Suriah saat ini?

Akibat dari konflik tersebut membuat pemerintah Suriah tidak dapat mengendalikan lagi daerah kekuasaan mereka akibat diambil alih oleh kelompok pemberontak antara lain Ibukota Raqqa yang dikuasai oleh ISIS dan Aleppo, Deir Az Zor, Quinetra dan sebagian kota lainnya habis ditinggal penduduk Suriah yang mengungsi dan bermigrasi di berbagai negara-negara yang berdekatan dengan Suriah seperti Turki dan Yunani, dan kemudian mereka melakukan eksodus juga ke beberapa negara-negara eropa lainnya seperti Hungaria, Austria, Jerman, dan Inggris.

Suriah tidak seperti dulu lagi, sekarang kota Aleppo hancur dan tinggal puing-puing bangunan runtuh akibat dari serangan yang dijatuhkan di kota tersebut, padahal dulunya Aleppo merupakan sebuah pusat perekonomian yang berkembang di Suriah dengan corak-corak peninggalan sejarah kuno.

10 tahun konflik tercatat angka kematian di Suriah semakin tinggi dan banyak menewaskan orang, dikutip dari situs resmi Syrian Observatory for Human Rights ­(09/12/2020) bahwa di masa pandemi COVID-19 membuat ketidakamanan Suriah semakin mengerikan, tercatat sejauh ini 116.911 warga sipil meninggal yang terdiri dari 80.958 laki-laki, 22.149 anak-anak, dan 13.804 perempuan diatas usia 18 tahun.

Sampai kapan konflik akan terus bergulir?

Entah sampai kapan konflik ini akan selesai, banyaknya intervensi dari pihak luar membuat permasalahan di Suriah semakin complicated, apakah Suriah harus membagi 2 wilayah negara mereka seperti Sudan dan Sudan Selatan untuk mengakhiri konflik tersebut? Wilayah yang Suriah yang demokratis dan wilayah Suriah semi-presidensial.

Muhammad Rafli Lubis
Muhammad Rafli Lubis
Mahasiswa Hubungan Internasional, Universitas Islam Indonesia
Facebook Comment

ARTIKEL TERPOPULER

Log In

Forgot password?

Don't have an account? Register

Forgot password?

Enter your account data and we will send you a link to reset your password.

Your password reset link appears to be invalid or expired.

Log in

Privacy Policy

Add to Collection

No Collections

Here you'll find all collections you've created before.