Jumat, April 26, 2024

Nelayan dan Kemiskinan Temporer di Musim Barat

Ali Efendi
Ali Efendi
Kepala SMPM 14 Persantren Karangasem Paciran. Tinggal di Kampung Nelayan Paciran Lamongan Jatim

Secara sosiologis, karakteristik nelayan berbeda dengan masyarakat petani dalam menghadapi sumber daya yang dihadapi. Nelayan menghadapi sumber daya yang bersifat open acces yang menyebabkan berpindah-pindah dengan segala resiko yang dihadapi untuk memperoleh hasil yang maksimal.

Kondisi sumber daya yang beresiko tersebut menyebabkan nelayan memiliki karakter keras, tegas, dan terbuka. Di samping itu, problematika yang dihadapi nelayan sangat kompleks, misalnya: masalah kemiskinan, perkampungan kumuh, pendidikan tertinggal, terpinggirkan, konsumerisme, dan stigma negatif lainnya.

Secara umum, nelayan berhadapan dengan dua musim, yaitu; musim barat dan musim timur. Pada musim barat terjadi bulan Desember, Januari, dan Februari. Pada musim ini sumber daya alam yang tidak bersahabat dan cuaca sangat beresiko tinggi untuk menangkap ikan sehingga nelayan libur untuk melaut.

Terlebih lagi di masa pandemi Covid-19 kesulitan ekonomi yang dihadapi nelayan tradisional saat ini bertambah berat, karena hasil tangkapan belum membaik dan harga ikan masih belum stabil, serta telah datang musin barat.

Nelayan dan Angin Musim Barat

Berdasarkan iklim, nelayan mengenal dua musim, yaitu; angin musim barat (angin muson barat) dan angin musim timur (angin muson timur). Kedua musim tersebut memiliki karakteristik yang berbeda.

Angin musim barat merupakan angin yang mengalir dari Benua Asia (musim dingin) ke Benua Australia (musim panas) dan mengandung curah hujan yang banyak di Indonesia Bagian Barat, hal ini disebabkan karena angin melewati tempat yang luas, seperti perairan dan samudra.

Contoh perairan dan samudra yang dilewati adalah Laut China Selatan dan Samudra Hindia. Angin Musim Barat menyebabkan Indonesia mengalami musim hujan. Angin ini terjadi pada bulan Desember, Januari dan Februari, dan maksimal pada bulan Januari dengan kecepatan minimum 3 m/s.

Angin musim barat dalam etimologi masyarakat nelayan dikenal dengan istilah Musim Barat atau “Baratan”. Biasanya cuaca di lautan sangat buruk yang ditandai dengan angin kencang, awan bergulung-gulung dan hujan setiap hari, Musim Barat juga disertai dengan ombak dan gelombang laut yang sangat besar mencapai 1 sampai dengan 3 meter.

Kondisi demikian yang sekarang dialami oleh masyarakat nelayan Pantura Jawa sehingga berdampak pada aktivitas nelayan terganggu secara total, karena tidak bisa melaut untuk menangkap ikan.

Tidak hanya nelayan yang merasakan dampak musim barat, termasuk masyarakat pelaku ekonomi yang beraktivitas di sektor perikanan juga terganggu. Hal ini terlihat di Tempat Pelelangan Ikan (TPI) sepanjang Pantura Jawa terasa sangat sepi di saat musim barat.

Pada musim barat aktivitas utama yang dilakukan nelayan adalah memperbaiki perahu, mesin, dan peralatan tangkap lainnya. Selain itu, biasanya nelayan duduk berkelompok ngobrol dengan riang di gubuk-gubuk (camp) di sepanjang  pantai, sambil memandang gelombang laut yang bergulung-gulung dan seraya berdo’a supaya musim barat segera reda (tedo).

Jika cuaca benar-benar normal, maka nelayan pantura Jawa siap melaut kembali untuk mengais rizki demi memenuhi kebutuhan hidup keluarganya. Walaupun demkian nelayan masih tetap waspada karena angin kencang dan ombak besar bisa datang sewaktu-waktu.

Kemiskinan Temporer di Musim Barat

Kemiskinan menurut Word Bank (2000), difinisikan sebagai kehilangan kesejahteraan (deprivation off well being). Sedangkan Badan Pusat Statistik dan Kementerian Sosial (2002), memberikan konsep kemiskinan sebagai ketidakmampuan individu dalam memenuhi kebutuhan dasar minimum untuk hidup layak (baik makanan maupun non makanan).

Diskursus tentang konsep kemiskinan berjalan dan bergerak terus sampai menemukan titik persamaan, tetapi esensi kemiskinan merupakan ketidakmampuan seseorang untuk memenuhi kebutuhan dasar hidupnya.

Berdasarkan konsep kemiskinan di atas, maka sesunggunya nelayan Pantura Jawa tidak termasuk katagori masyarakat miskin. Karena di luar musim barat penghasilan nelayan mampu memenuhi kebutuhan hidup keluarganya sehari-hari.

Bahkan nelayan mampu membiayai anaknya sekolah sampai kuliah di perguruan tinggi ternama di kota-kota besar, tidak sedikit nelayan Pantura Jawa mampu menunaikan ibadah haji, sebagian rumahnya cukup mewah dan terkesan elit, serta perabotannya bertaraf modern. Lalu mengapa nelayan seringkali dikonotasikan sebagai kelompok yang miskin?

Nelayan disebut miskin karena merujuk pada konsep yang disampaikan oleh Ginandjar Kartasasmita (2001) yang membagi kemiskinan berdasarkan pola waktu menjadi empat, di antaranya:

Pertama, Persistent poverty, yaitu kemiskinan yang telah kronis atau turun temurun yang di antaranya merupakan daerah kritis sumber daya alam atau terisolasi. Kedua, Cyclical poverty yaitu kemiskinan yang mengikuti pola siklus ekonomi secara keseluruhan.

Ketiga, Seasonal poverty, yaitu kemiskinan musiman seperti sering dijumpai kasus-kasus nelayan dan petani tanaman pangan. Keempat, Accidental poverty, yaitu kemiskinan karena bencana alam atau dampak dari suatu kebijakan.

Lebih tepat kasus kemiskinan pada masyarakat nelayan adalah kemiskinan temporer atau kemiskinan musiman (Seasonal poverty). Pada musim barat bisa dibilang musim paceklik (mongso plaip), saat ini nelayan benar-benar masuk katagori miskin dan tidak bisa memenuhi kebutuhan sehari-hari keluarganya.

Karena cuaca sangat buruk kurang lebih tiga bulan, maka nelayan tidak bisa melaut untuk menangkap ikan. Maka tidak heran ada istilah “piring terbang” di musim barat, bahasa yang  populer pada tahun 1980-an dan 1990-an.

Di musim barat, biasanya ibu-ibu nelayan biasanya menggadaikan perabot rumah tangga yang berharga demi memperoleh rupiah untuk memenuhi kebutuhan rumah tanggnya.

Kondisi ini hampir sama dengan tahun 2000-an jika musim barat tiba, maka ibu-ibu nelayan mencari pinjaman agar dapurnya tetap mengepul kecuali nelayan yang memiliki usaha sampingan lain yang bisa diandalkan untuk memenuhi kebutuhan saat musim barat.

Kemiskinan temporer (Seasonal poverty) pada masayarakat nelayan perlu mendapat perhatian dari berbagai pihak pemangku kebijakan, baik pemerintah maupun kelompok masyarakat yang memiliki kepedulian terhadap nelayan.

Tujuannya untuk melakukan pendampingan dan pemberdayaan kepada nelayan agar dapat keluar dari kemiskinan temporer yang setiap tahun menghampirinya. Perlu diingat, para nelayan juga merupakan tulang punggung perekonomian bangsa yang perlu diberdayakan kesejahteraannya.

Ali Efendi
Ali Efendi
Kepala SMPM 14 Persantren Karangasem Paciran. Tinggal di Kampung Nelayan Paciran Lamongan Jatim
Facebook Comment

ARTIKEL TERPOPULER

Log In

Forgot password?

Don't have an account? Register

Forgot password?

Enter your account data and we will send you a link to reset your password.

Your password reset link appears to be invalid or expired.

Log in

Privacy Policy

Add to Collection

No Collections

Here you'll find all collections you've created before.