Jumat, Maret 29, 2024

Nasib Folklore Anak di Ujung Tanduk

Ali Efendi
Ali Efendi
Kepala SMPM 14 Persantren Karangasem Paciran. Tinggal di Kampung Nelayan Paciran Lamongan Jatim

Sebuah film layar lebar dengan judul “Paper Planes” telah dirilis di Australia tanggal 15 Januari 2015, film yang disutradarai oleh Robert Connolly meraih penghargaan box office dengan menjual tiket sebanyak 9,61 juta AUD (Australian Dollar). Film yang mengangkat tema utama tentang salah satu jenis permainan rakyat  “Pesawat Kertas”.

Tema yang diangkat dalam film “Paper Planes” memang cukup langkah, yaitu lomba menerbangkan pesawat kertas. Ternyata permainan pesawat kertas di Australia dapat dilombakan tingkat nasional dengan berbagai model pesawat kertas yang diikuti oleh siswa di negara bagian di Australia, dan bahkan pemenang tingkat nasional dapat mengikuti perlombaan tingkat internasional di Jepang.

Alur cerita dalam film ini terbilang biasa-biasa saja, tetapi syarat dengan pesan dan motivasi yang disampaikan. Bagaimana sebuah permainan rakyat yang masih terjaga dengan baik dan ditradisikan dalam lingkungan pendidikan? Bahkan pemerintah berpartisipasi dengan melegalkan permainan tersebut dengan mengadakan perlombaan tingkat lokal dan nasional.

Bagaimana dengan nasib permainan rakyat (folklore) di Indonesia? Tentu sangat kontras, apabila dibandingkan dengan cerita film “Paper Planes”. Di Indonesia hampir semua permainan rakyat (folklore) saat ini mengalami sekarat atau sebagian benar-benar telah punah atau mati.

Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia, Folklor adalah adat istiadat tradisional dan cerita rakyat yang diwariskan secara turun temurun, tetapi tidak dibukukan. Sedangkan menurut Jan Harold Brunvard, ahli folklor dari Amerika Serikat, membagi folklor ke dalam tiga kelompok besar berdasarkan tipologinya, yaitu: folklor lisan, folklor sebagian lisan, dan folklor bukan lisan (Alpine G. Wibatsuh, 2011).

Folklor sebagian lisan merupakan permainan rakyat atau permainan tradisional yang disebarkan melalui tradisi lisan dan banyak disebarkan tanpa bantuan orang dewasa. Contoh: congklak, teplak, galasin, bekel, lompat tali, bentik, gobak slodor, petak umpet, egrang, ular naga, engklek,balap karung, pesawat kertas, layang-layangkelereng, dan sebagainya.

Saat ini permainan rakyat sudah tidak lagi dimainkan oleh anak-anak usia sekolah dasar atau usia remaja, karena permainan rakyat telah terdesak oleh permainan modern yang berbasis online. Globalisasi tidak hanya menghilangkan batas-batas sebuah negara, tetapi juga memakan korban budaya suatu bangsa yang telah menjadi identitas.

Interaksi sosial di era globalisasi tidak hanya berdampak posistif untuk perkembangan ilmu pengetahuan, ekonomi, politik, pendidikan, hukum, seni, dan budaya. Tetapi juga berdampak negatif bagi sendi-sendi kehidupan, seperti penyebaran budaya gaya hidup punk sebagai bentuk westernisasi yang melanda anak-anak usia remaja.

Zaman keemasan Permainan rakyat telah berakhir menuju titik kepunahan dengan ditandai perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi yang saat ini telah masuk pada level insdustri 4.0. Anak usia remaja lebih familiar dengan permainan yang berbasis komputer atau gadget, seperti game dengan berbagai macam pilihan yang ditawarkan.

Memang harus diakui dalam satu sisi, permainan modern menjadikan anak lebih gaul dan mahir dalam urusan teknologi komputer. Tetapi di sisi lain, permainan modern telah menjadikan anak seperti robot yang tunduk atas perintah tombol keybord pada komputer dan gadget.

Permainan modern memiliki kecenderungan untuk membentuk karakter anak bersifat individualis dan miskin nilai pendidikan humanis. Hasil permainan modern melahirkan anak yang bersifat acuh terhadap lingkungan sekitar dan tidak memiliki kepedulian sosial, serta menjadikan anak bersifat konsumeris.

Sedangkan permainan rakyat syarat dengan nilai-nilai pendidikan, perberdayaan, kemandirian, kreatifitas, kepedulian sosial, kecerdasan sosial, hemat, dan ketrampilan individu. Jadi permainan rakyat memiliki manfaat yang baik bagi perkembangan anak secara fisik dan mental dari pada permainan modern.

Contoh permainan pesawat kertas, kreatifitas anak dapat dikembangkan melalui permainan pesawat-pesawatan yang berasal dari kertas bekas atau kertas lipat. Ketrampilan dan teknik melipat kertas, serta cara menerbangkan pesawat kertas dengan baik dapat menghasilkan keseimbangan dalam penerbangan.

Permainan rakyat, menurut Balai Pengembangan Pendidikan Luar Sekolah dan Pemuda (BP-PLSP) merupakan hasil penggalian dari budaya sendiri yang di dalamnya banyak mengandung nilai-nilai pendidikan karena dalam kegiatan permainannya memberikan rasa senang, gembira, ceria pada anak yang memainkan.

Selain itu, permainan rakyat dilakukan secara berkelompok sehingga menimbulkan rasa demokrasi antar teman main dan alat permainan yang digunakan pun relatif sederhana (BP-PLSP, 2006). Maka saatnya untuk menyelamatkan permainan rakyat sebagai salah satu aset budaya bangsa dari kepunahan.

Jalur pendidikan merupakan salah satu alternatif sebagi tempat untuk menyelamatkan permainan rakyat dari serbuan brutal permainan modern, inspirasi dalam film “Paper Planes” dapat dijadikan contoh. Lembaga pendidikan berperan sebagai agen untuk memberikan informasi dan mengenalkan kekayaan budaya bangsa.

Permainan rakyat seharusnya dimasukan dalam kurikulum pendidikan di tingkat sekolah dasar dan menengah melalui mata pelajaran ketrampilan, seni budaya, prakarya atau muatan lokal. Dalam proses pembuatan dan memainkan mengandung unsur pendidikan, seni dan ketrampilan, serta mengandung unsur kearifan lokal (local genius).

Dalam hal ini peran pemerintah ditunggu karena berkaitan dengan regulasi, Kementrian Pendidikan dan kebudayaan RI memainkan peran yang aktif untuk melegalkan dan memasukan materi dan standar isi dalam kurikulum yang berkaitan dengan permainan rakyat yang berdimensi local genius.

Di samping peran dan tugas pemerintah, guru (tenaga pendidik) memiliki tugas yang sangat vital untuk mentransfer ilmu pengetahuan dan ketrampilan kepada siswa (peserta didik). Maka guru wajib memiliki standar kompetensi pedagogik, kepribadian, sosial, dan profesional sebagaimana diatur dalam UU nomor 14 tahun 2005 tentang Guru dan Dosen.

Dalam konteks kompetensi pedagogik, permainan rakyat dapat dijadikan media untuk kegiatan belajar dan mengajar dalam berbagai jenis mata pelajaran, jadi tidak terbatas pada mata pelajaran ketrampilan, seni budaya atau muatan lokal. Tentu menyesuaikan dengan kopentensi dasar dan kopentensi inti, serta relevansi tema dan materi yang dijarkan.

Permainan rakyat perlu dihidupkan dan dibudayakan kembali melalui lembaga pendidikan karena dalam permainan rakyat mengandung pesan pendidikan mental dan fisik, menumbuhkan kreatifitas anak, dan kaya nilai pemberdayaan anak. Mengingat permainan rakyat saat ini sedang diinvasi oleh gempuran permaian modern yang merajalela di dunia nyata dan maya.

Kerjasama yang baik antara masyarakat (guru, siswa, orang tua), lembaga pendidikan, pemerintah, dan stakeholder, diharapkan mampu untuk menyelematkan dan melestarikan permainan rakyat yang sudah mengakar sebagai identitas budaya bangsa Indonesia.

Ali Efendi
Ali Efendi
Kepala SMPM 14 Persantren Karangasem Paciran. Tinggal di Kampung Nelayan Paciran Lamongan Jatim
Facebook Comment

ARTIKEL TERPOPULER

Log In

Forgot password?

Don't have an account? Register

Forgot password?

Enter your account data and we will send you a link to reset your password.

Your password reset link appears to be invalid or expired.

Log in

Privacy Policy

Add to Collection

No Collections

Here you'll find all collections you've created before.