Sabtu, Oktober 5, 2024

Muhammad: Manusia Pengemban Wahyu

Hadiri Abdurrazaq
Hadiri Abdurrazaq
Editor dan penulis lepas | Menjelajah dunia kata | Merangkai kalimat | Menemukan dan menyuguhkan mutiara makna

Bukan dari rumpun bangsawan, bukan turunan raja, tidak juga kaya harta, tidak pula dikenal cendekia di tengah-tengah kaumnya. Dialah Muhammad, seorang yang ditakdirkan lahir di Makkah sebagai yatim—ayahnya bernama Abdullah yang telah lebih dulu meninggal enam bulan sebelum kelahirannya—kemudian menjadi piatu. Allah Swt memilihnya sebagai pengemban wahyu.

Setelah dilahirkan, Muhammad kecil tinggal bersama keluarga Halimah—ibu susunya—dan Harits di perkampungan bani Sa‘d bin Bakr, suku Hawazin terpencil, di sebelah tenggara kota Makkah sampai usia lebih-kurang dua tahun—Penulis sirah kenamaan, Muhammad Husain Haekal mencatatnya sampai usia lima tahun. Setelah itu ia hidup bahagia bersama ibunya, Aminah. Namun saat usianya memasuki tahun keenam, ketika dalam perjalanan pulang dari mengunjungi seorang kerabat di Yatsrib bersamanya, sang ibu jatuh sakit, dan meninggal di Abwa’—sebuah tempat tak jauh dari Yatsrib.

Selanjutnya, anak yatim-piatu ini hidup dalam pengasuhan kakeknya dari jalur ayah, Abdul Muthalib. Dua tahun kemudian, sang kakek juga meninggal. Maka ia diasuh oleh pamannya, Abu Thalib sampai mencapai usia dewasa.

Penggembala

Sejak tinggal di perkampungan bani Sa‘d, Muhammad telah ikut menggembala kambing milik keluarga Halimah. Setelah kembali ke Makkah, ia melanjutkan pekerjaan sebagai penggembala kambing milik orang-orang Makkah dengan upah secukupnya. Pekerjaan ini dilakoni dengan senang; menggiring kambing-kambing ke padang gembala serta menjaganya dengan sabar dan awas, agar kambing-kambing itu menikmati makanan yang disediakan alam.

Mungkin bagi sebagian orang, menggembala bukanlah pekerjaan populer, apalagi dalam konteks era kekinian. Namun jika kita tilik sejarah nabi-nabi terdahulu, ternyata kambing menjadi bagian tak terpisahkan mewarnai sejarah kenabian.

Nabi Musa as, misalnya, dikisahkan setelah membantu memberi minum ternak milik dua perempuan (yang ternyata adalah) putri Nabi Syu‘aib as, akhirnya dinikahkan dengan salah satu dari mereka setelah bekerja menggembalakan kambing bersama ayah perempuan itu selama sepuluh tahun.

Diceritakan dalam surah al-Qashash (28) ayat 26-28: Salah seorang dari dua perempuan itu berkata kepada ayahnya, “Wahai ayahku, ambillah dia sebagai orang yang bekerja pada kita, karena sesungguhnya orang paling baik yang engkau ambil untuk bekerja itu adalah orang yang kuat lagi dapat dipercaya.”

Sang ayah berkata kepada Nabi Musa as, “Aku bermaksud menikahkannmu dengan salah satu dari dua putriku, atas dasar kau bekerja denganku selama delapan tahun. Dan jika kau sempurnakan menjadi sepuluh tahun, maka itu adalah kebaikan darimu. Aku tidak hendak memberatkanmu. Insya Allah kau akan mendapatiku termasuk orang-orang saleh.”

Nabi Musa as berkata, “Baiklah, itu perjanjian antara aku dan engkau. Mana saja dari kedua waktu yang ditentukan itu aku penuhi, maka tidak ada tuntutan tambahan atas diriku lagi. Dan Allah adalah saksi atas apa yang kita ucapkan ini.”

Bukhari meriwayatkan dari Abu Hurairah ra bahwa Nabi Saw pernah bersabda, “Allah tidak mengutus seorang nabi melainkan ia menggembalakan kambing.” Para sahabat bertanya, “Bagaimana dengan engkau, wahai Rasulullah?” Beliau berkata, “Dan aku pernah menggembalakan kambing milik penduduk Makkah dengan sejumlah imbalan.

Berdagang

Selain dicatat sebagai penggembala, Muhammad muda juga dikenal piawai berdagang. Awalnya, ia ikut menyertai pamannya, Abu Thalib berdagang ke tanah Syam dalam rombongan kafilah. Ketika itu usianya baru sekitar dua belas tahun. Tentu, keikutsertaannya di usia masih sangat muda ini memberi pengalaman tersendiri dan berarti baginya dalam dunia perdagangan.

Kepiawaiannya berdagang terlihat setelah ia memasuki usia dewasa. Seorang perempuan kaya di kota Makkah kala itu, Khadijah memberinya kepercayaan untuk meniagakan barang dagangannya ke Syam. Hasilnya, untung besar. Dan tak pelak membuat iri beberapa koleganya.

Cara ia berdagang pun tak seperti umumnya dipraktikkan orang-orang ketika itu—dan mungkin juga hingga kini. Diceritakan bahwa ia menyebutkan harga pokok barang yang diniagakannya dari Khadijah kepada pembelinya. Adapun keuntungannya ia serahkan kepada si pembeli. Walhasil, banyak orang senang membeli barang-barang dagangannya, dan dengan cepat ludes diserbu para pembeli. Mereka juga puas, karena tidak ada unsur penipuan dalam segala proses transaksi di dalamnya.

Manusia Biasa

Garis hidup Nabi Muhammad Saw dimulai dari keyatiman, lalu bisa dinyatakan berada dalam ketidakpastian serta akrab dengan kemiskinan. Diisyaratkan dalam surah al-Dhuha (93) ayat 6-8: Bukankah Dia mendapatimu yatim, lalu diberi perlindungan. Dia mendapatimu dalam ketidakpastian, lalu diberi petunjuk. Dia mendapatimu dalam kekurangan, lalu diberi kecukupan.

Keyatiman, ketidakpastian, dan kemiskinan merupakan bagian dari perjalanan hidup manusia, termasuk Nabi Muhammad Saw serta para nabi yang lain. Bekerja dan berusaha adalah kewajiban setiap manusia. Menggembala dan berdagang dipraktikkan Nabi Saw dengan segala atribut suka dan dukanya.

Di antara hikmah pada aktivitas Nabi Muhammad Saw menggembala kambing adalah persiapan beliau untuk menjadi pemimpin bagi umat manusia, yang menghendaki kesabaran, kecermatan, ketegasan, dan kewaspadaan. Aktivitas dagang menempa beliau menghadapi tantangan dengan strategi kepiawaian, menyampaikan kebenaran dan menjaga kejujuran.

Pengemban Wahyu

Itulah Muhammad bin Abdullah, manusia yang mempraktikkan kejujujuran dan merealisasikan kebenaran apa adanya. Ia hidup bersama warga masyarakatnya dengan segala sifat kemanusiaannya. Kemudian Allah Swt memilihnya menjadi Nabi dan Rasul, manusia yang mengemban wahyu dari-Nya untuk disampaikan  kepada umat manusia.

Maka di usianya yang keempat puluh tahun, Allah Swt mulai menurunkan wahyu kepada beliau melalui malaikat Jibril. Dan selanjutnya ayat demi ayat diturunkan kepada beliau dalam rentang masa hidupnya sampai diwafatkan, untuk disampaikan kepada umat manusia sebagai pedoman dalam menjalani kehidupan di dunia berikut informasi-informasi tentang kehidupan akhirat. Wallâhu a‘lam

Hadiri Abdurrazaq
Hadiri Abdurrazaq
Editor dan penulis lepas | Menjelajah dunia kata | Merangkai kalimat | Menemukan dan menyuguhkan mutiara makna
Facebook Comment

ARTIKEL TERPOPULER

Log In

Forgot password?

Don't have an account? Register

Forgot password?

Enter your account data and we will send you a link to reset your password.

Your password reset link appears to be invalid or expired.

Log in

Privacy Policy

Add to Collection

No Collections

Here you'll find all collections you've created before.