Jumat, Desember 6, 2024

Moderasi Keislaman dan Keindonesiaan Prof Haedar Nashir

Rohit Manese
Rohit Manese
Mahasiswa Pascasarjana IIS UIN Sunan Kalijaga Jogjakarta dan Kabid. RPK DPD IMM Sulawesi Utara.
- Advertisement -

Pandangan setengah dan pandangan yang monolitik terhadap radikalisme adalah bentuk reduksionis terhadap radikalisme, selain itu pandangan tersebut membuat radikalisme itu menjadi pandangan yang bias.

Islam adalah salah satu yang menjadi objek dari pandangan bias dan reduksionis itu. Maka Islam dan umat Islam akan berada pada posisi terdakwa akibat stigma yang melekat dengan berbagai segala tindakan yang terjadi mulai dari tindakan kekerasan, perilaku teror maupun intoleran. Padahal, hal demikian dilakukan oleh para oknum.

Pandangan yang bias ini pun menegasikan radikalisme pada aspek yang lain. Padahal radikalisme bisa melekat pada radikalisme kebangsaan, sosial, budaya dan sebagainya. Belum lagi di Indonesia, penanganan radikalisme dengan bentuk deradikalisasi adalah tindakan yang overdosis hal ini hanya melahirkan paradoks. Kenapa paradoks?

Karena akan bermuara pada lahirnya radikalisme baru. Maka untuk itu Prof Haedar dalam catatan pidato guru besarnya memiliki gagasan yang mumpuni dalam memahami radikalisme. Dengan kehati-hatiannya Prof Haedar menggambarkan sosok ulama cum intelektual, sosiolog yang sangat mumpuni. Terlihat radikalisme digali secara epistemik dan dipahaminya pada juga pada aras praksis kontemporer.

Sehingga, dalam pemahamannya tidak terdapat standar ganda, ambiguitas dan melakukan politisasi dalam merekosntruksi radikalisme, sehingga terlabeli dan konsep ini hanya diperuntukan untuk golongan tertentu sembari menegasikan kelompok yang lain.

Radikalisme dalam praksisnya adalah upaya melakukan tindakan kekerasan terhadap warga sipil. Ciri-ciri kekerasannya berbasis radikalisme. Terorisme yang melekat dengan paham radikalisme ini tergantung pada oknum yang melakukannya. Tidak melulu berkonotasi pada Islam. Tindak yang dilakukan ini dimulai dari perjalanan individu mereka dengan menuju ekstremis yang melakukan kekerasan dan menjadi militan yang teradikalisasi terlebih dahulu.

Menurut Prof Haedar semua teroris, menurut definisi, bersifat radikal. Namun tidak semua yang memiliki pemikiran radikal berakhir sebagai teroris. Untuk itu Prof Haedar menuturkan bahwa pengertian dan pemahaman radikalisme secara sungguh-sungguh dan mendalam dibutuhkan.

Di sinilah pentingnya menyusun dan merevisi kembali dengan keseluruhan mengenai pandangan, pemikiran, kriteria, sasaran, aspek serta kebijakan dalam menghadapi radikalisme secara objjektif dan mulperspektif di Indonesia (Haedar Nashir, 2019; 33). Bersamaan dengan itu radikalisme yang menjadi pandangan para perilaku teror yang sudah teradikalisasi duluan ini perlu diperhadapkan dengan moderasi keislaman dan keindonesiaan dalam mengarungi kehidupan kebangsaan di Negara tercinta ini.

Moderasi Islam

Prof Haedar membuat gagasan moderasi ini sebagai salah satu konsep kunci dalam Islam untuk memberikan solusi ideal dan praktis dalam mengembangkan posisi Islam di Indonesia serta kontrol terhadap kehidupan bermasyarakat.

Moderasi Islam menjadi jawaban bagi radikalisme sebagai satu dari keterancaman bagi integrasi Indonesia. Moderasi menyediakan ruang sosiologis yang leluasa dan alternatif dalam menghadapi radikalisme.

- Advertisement -

Moderasi Islam ini hadir untuk menempatkan agama sebagai ajaran yang positif dan memiliki fungsi penting dalam kehidupan keindonesiaan serta menjadi sumber nilai utama yang fundamental berfungsi sebagai kekuatan yang luhur dan memuliakan bagi kemanusiaan.

Prof Haedar mengajak kita untuk beromantisme dengan sejarah meskipun waktunya tidak berulang tapi ada nilai nilai universal dari sejarah tersebut berlaku sampai dengan sekarang yakni ketika Islam masuk di Indonesia dengan wajah ramah kemudian menjadi kekuatan yang moderat dan menjadi pendulum utama keindonesiaan yang terintegrasi.

Pada penyebarannya Islam membawa kedamaian yang bersifat sosial kultural, hingga inilah Islam menjadi agama besar di Indonesia. Islam mengakomodasi perubahan dan tuntunan zaman dalam proses akulturasinya, tanpa menghilangkan prinsip dan esensi ajaran.

Untuk mengakui dan mengamalkan nilai-nilai universal tadi, maka stigma yang berlaku bagi Islam dengan sendirinya akan hilang bukan hanya secara nasional, dari wajah moderasi Islam Indonesia inilah mengenalkan pada dunia global tentang moderasi Islam sebagai wajah ramah Islam di Indonesia.

Moderasi Keindonesiaan

Dalam konteks keindonesiaan, moderasi Indonesia sebagai pandangan untuk menaruh pancasila sebagai titik temu dan fondasi yang kokoh. Sehingga ketika terjadi gesekan kita akan kembali kepada sila yang ketiga yakni “persatuan Indonesia” tanpa harus merugikan pihak manapun.

Nilai-nilai pancasila harus berlaku pada aras sosiologis dan tidak hanya menjadi jargon semata. Pancasila sebagai posisi moderat untuk menghadapi radikalisme dan gangguan terhadap kerukunan beragama di Indonesia.

Dalam konteks pembangunan sila kelima pancasila “Keadilan sosial bagi seluruh rakyat  Indonesia” jangan jauh panggang dari api, artinya keadilan memang harus dimiliki oleh seluruh rakyat Indonesia tanpa memandang apapun.

Bukan hanya terhenti pada elite penguasa dan pengusaha hingga negara demokrasi menjadi oligarki. Moderasi keindonesiaan ini merupakan komitmen kepada pancasila sebagai nilai filosofis dan sosiologis benar-benar menyentuh realitas kehidupan publik.

Di sisi lain bagi saya moderasi keindoneisaan ini bisa menjadi jawaban terhadap persoalan pengelolaan keragaman yakni mkerukunan umat beragama dan berkeyakinan di Indonesia. Beberapa kasus di antaranya seperti tindakan kekerasan bagi muslim Syiah di Sampang, serangan pemeluk Ahmadiyah di Banten, terekslusinya agama-agama lokal.

Fenomena itu menjadi momok bukan hanya bagi bangsa Indonesia, namun menjadi ancaman terhadap nasib kemanusiaan di negara ini.

Maka penting untuk ditarik pada posisi moderat, posisi tengahan dan proporsional mengenai kehidupan kebangsaan. Sehingga, kekerasan dan ekstremisme dapat diminimalisasi bahkan dibumihanguskan di tubuh bangsa dan negara Indonesia.

Rohit Manese
Rohit Manese
Mahasiswa Pascasarjana IIS UIN Sunan Kalijaga Jogjakarta dan Kabid. RPK DPD IMM Sulawesi Utara.
Facebook Comment
- Advertisement -

Log In

Forgot password?

Don't have an account? Register

Forgot password?

Enter your account data and we will send you a link to reset your password.

Your password reset link appears to be invalid or expired.

Log in

Privacy Policy

Add to Collection

No Collections

Here you'll find all collections you've created before.