Harun Nasution atau lengkapnya Prof. Dr. Harun Nasution lahir di Pematangsiantar, Sumatra Utara tahun 1919 M. Ia merupakan seorang filsuf muslim kawakan Indonesia. Bisa dikatakan ia merupakan tokoh pelopor pembaharuan Islam di Indonesia, di samping ia juga seorang teolog.
Pada masa mudanya, Harun Nasution bersekolah di HIS (Hollandsche Indlansche School) dan lulus pada tahun 1934. Kemudian di tahun 1937, ia lulus dari Moderne Ismamietiche Kwekschool,dan melanjutkan pendidikan di Ahliyah Universitas Al- Azhar Mesir pada tahun 1940.
Pada tahun 1952, ia meraih gelar sarjana muda di American University of Cairo. Harun Nasution sempat menjadi pegawai Deplu Brussels dan Kairo pada tahun 1953-1960. Setelah itu, ia melanjutkan kuliahnya di Kanada dan mendapatkan gelar doktor dari universitas Mc Gill pada tahun 1968. Kemudian pada tahun 1969 ia menjadi rektor di Universitas Negeri Jakarta, dan pada tahun 1973M ia menjadi rektor IAIN Syarif Hidayatullah. Ia wafat di Jakarta tanggal 18 September 1998 M.
Jika melihat sejarah hidupnya, kita bisa menemukan bahwa paling tidak ada tiga budaya besar yang mempengaruhi pemikiran Harun Nasution. Ketiga budaya tersebut adalah budaya Indonesia tepatnya Sumatra Utara sebagai tanah kelahirannya, kemudian budaya Arab Mesir yang menjadi tempat menimba ilmu agama dan yang terakhir tentu budaya Eropa yang menurut penulis paling mempengaruhi dalam corak pemikiran rasionalisnya.
Selain sebagai pengajar, ia juga aktif sebagai seorang penulis. Diantara buku-buku yang pernah ia tulis dan telah diterbitkan adalah buku yang berjudul Teologi Islam (1971), Islam ditinjau dari berbagai aspeknya, Filsafat Agama (1973), Pembaharuan dalam Islam; Sejarah Pemikiran dan Gerakan (1975), Akal dan Wahyu dalam Islam (1981), dan Islam Rasionalis (1995).
Dalam berbagai karya tulisnya, Harun Nasution dikenal sebagai pencetus, pelopor, dan penggerak kajian falsafat Islam secara akademis di Indonesia. beliau juga dikenal sebagai tokoh yang sangat gencar dalam menyuarakan pemahaman Islam rasional. Menurut Harun Nasution, teologi Islam atau ilmu kalam yang diajarkan di Indonesia pada umumnya adalah teologi yang berbentuk ilmu tauhid.
Menurutnya, ilmu tauhid biasanya kurang mendalam dalam pembahasan dan kurang bersifat filosofis. Selain itu, ilmu tauhid biasanya memberi pembahasan sepihak dan tidak mengemukakan pendapat atau paham dari golongan-golangan lain. Ilmu tauhid yang diajarkan dan dikenal di Indonesia umumnnya adalah ilmu tauhid menurut aliran Asy’ariyyah, sehingga timbullah kesan di kalangan sementara umat Islam Indonesia, bahwa inilah satu-satunya teologi yang ada dalam Islam.
Corak Misistisisme Islam Harun Nasution
Meskipun Harun Nasution adalah seorang intelektual yang penggunaan rasionalitas secara maksimal, namun pengamalan tasawufnya begitu mendalam, kehidupan pribadi dan spiritualnya bisa dikatakan zuhud, hidup secara sederhana, dan apa adanya (qana`ah). Harun Nasution merupakan sosok ulama yang rasional dalam memahami ajaran Islam, sufistik dalam menjalankan ibadah, lembut tutur katanya, tegas dan konsisten dalam pemikiran, mendalam isi pembicaraan (man qalla wa dalla), dan membawa keteduhan dalam lingkungannya.
Pendekatan yang dilakukan oleh Harun Nasution dalam memahami ajaran Islam ialah dengan cara membagi ajaran Islam ke dalam dua ajaran besar, yaitu ajaran yang bersifat mutlak dan absolut (qath`iyyat) serta ajaran yang bersifat relatif dan nisbi (zhanniyat). Ajaran mutlak dan absolut adalah ajaran yang terdapat dalam al-Qur`an dan hadits. Ia tidak boleh dirubah ataupun berubah. Sedangkan ajaran yang bersifat relatif dan nisbi adalah ajaran Islam yang terdapat dalam kitab-kitab fiqih, tauhid, tafsir, filsafat, dsb. Ajaran ini merupakan interpretasi ulama` Islam terhadap al-Qur`an dan hadits.
Harun Nasution menjelaskan bahwa ada segolongan umat Islam yang merasa tidak puas dengan cara formal yang terdapat dalam ibadah untuk mendekati Tuhan. Dengan kata lain, hidup spiritual yang diperoleh melalui ibadah biasa belum memuaskan spiritual mereka.
Maka, kemudian mereka mencari jalan yang dapat membawa kepada merasa lebih dekat dengan Tuhan, sehingga mereka merasa dapat melihat Tuhan dengan hati (ma`rifat), bahkan merasa bersatu dengan Tuhan (ittihad). Ajaran mengenai ini terdapat dalam mistisisme Islam yang dalam istilah arabnya disebut tasawwuf.
Sebagaimana mistisisme di luar agama Islam mempunyai tujuan memperoleh hubungan langsung dan disadari dengan Tuhan, sehingga disadari benar bahwa seseorang berada di kehadirat Tuhan. Intisari dari mistisisme Islam adalah kesadaran akan adanya komunikasi dan dialog antara roh manusia dengan Tuhan dengan mengasingkan diri dan berkontemplasi.
Kesadaran itu selanjutnya mengambil bentuk rasa dekat sekali dengan Tuhan. Menurut Harun Nasution, jalan mendekatkan diri kepada Tuhan itu intinya ialah penyucian diri. Jalan (thariqah) yang ditempuh seorang sufi untuk mencapai kedekatan dengan Tuhan demikian panjang dan penuh rintangan, dan dibutuhkan waktu yang lama (bertahun-tahun). Oleh karena itu, sangat sedikit orang yang bisa mencapai tujuan tasawuf.
Untuk bisa berada dekat dengan Tuhan, seorang sufi harus menempuh jalan panjang yang berisi stasiun-stasiun (al- maqamat). Harun Nasution menyebutkan maqamat tersebut sebagai berikut: taubat, wara`, kefakiran, sabar, tawakal, ridha, dan al-mahabbah. Di samping stasiun-stasiun (al-maqamat) ada juga al-hal, yaitu keadaan mental, seperti al-khauf (perasaan takut), al-tawadhu` (rasa rendah hati), al-taqwa (taqwa), al- ikhlas (keikhlasan), al-uns (rasa berteman), al-wajd (gembirahati), dan al-syukr (syukur).
Jika dilihat dari geneologi Tasawuf, maka tasawuf menurut Harun Nasution adala ajaran tasawuf ahlaki yang membahas tentang kesempurnaan dan kesucian jiwa yang diformulasikan pada pengaturan sikap mental dan pendisiplinan tingkah laku yang ketat, guna mencapai kebahagiaan yang optimal, manusia harus lebih dahulu mengidentifikasikan eksistensi dirinya dengan ciri-ciri ketuhanan melalui penyucian jiwa raga yang bermula dari pembentukan pribadi yang bermoral paripurna, dan berakhlak mulia.