Jokowi telah melakukan reshuffle di kabinetnya. Ada enam pos menteri yang dirombaknya; Menteri Kelautan dan Perikanan, Menteri Kesehatan, Menteri Agama, Menteri Sosial, Menteri Perdagangan, dan Menparekraf. Reshuffle kabinet ini buah dari kinerja sejumlah menteri yang tidak memuaskan rakyat dan Jokowi.
Keberadaannya tidak mampu menerjemahkan cita-cita pemerintahan Jokowi dan yang menjadi fatal adalah dua menteri yang mencoreng muka Jokowi dengan tindakan korupsi, yaitu Menteri Sosial dan Menteri Kelautan dan Perikanan.
Jokowi acapkali mengumbar amarahnya di depan publik terkait kinerja para menterinya yang tidak mampu bekerja dengan baik, tidak mampu membuat terobosan dan gebrakan yang bisa meyakinkan publik bahwa, dirinya mampu membuat perubahan ke arah lebih baik di posnya masing-masing selama setahun kepemimpinannya.
Cobaan demi cobaan datang silih berganti menghantam tahun pertama periode kedua pemerintahan Jokowi. Di tengah ketidakmampuan para kabinetnya menunjukkan performa terbaiknya, Indonesia dihantam pandemi covid-19. Ia mampu memorak-porandakan segala lini pos pemerintahan ini. Mulai dari sosial, pendidikan dan ekonomi.
Hantaman pandemi belum usai, kabinet Jokowi kembali diuji dan jadi pergunjingan publik. Dua menterinya ditangkap Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK), Menteri Kelautan Dan Perikanan dan Menteri Sosial. Dua kasus yang memalukan dan mencoreng wajah Jokowi sendiri. Sebab, tindakan ini dilakukan oleh menteri dari Partai Politik Jokowi sendiri dan Partai Politik yang saat ini lagi mesra dengannya.
Beragam kritik dan sumpah serapah datang silih berganti, selain karena korupsi adalah bentuk kejahatan pejabat nomor wahid, ia dilakukan di tengah pandemi covid-19. Sudah tahu rakyat sedang sekarat dan ekonomi sedang sulit tetapi uang rakyat malah mereka rampok. Dana bantuan sosial mereka jadikan banjakan, mereka makan tak tersisa.
Pasca ditangkapnya dua menteri kabinet Indonesia maju ini ditangkap, desakan demi desakan agar Jokowi segera mereshuffle kabinetnya kian santer. Publik ingin Jokowi menjadi pemimpin yang otentik, pemimpin yang tidak berada di bawah bayang-bayang partai politik dan pemimpin yang tidak punya beban politik di 2024, sebagaimana yang pernah dijanjikannya.
Reshuffle Kabinet
Akhirnya, kemarahan Jokowi menjadi klimaks pada Selasa, 22 Desember kemarin. Ia mengumumkan reshuffle kabinetnya dan melantiknya pada Rabu, 23 Desember keesokan harinya. Keenam menteri yang direshuffle adalah menteri yang ugal-ugalan dalam menjalankan tugasnya. Amanat yang diberikan rakyat melalui Presiden tidak mereka pikul dengan penuh tanggung jawab, sehingga mereka bekerja tanpa beban dan nasib rakyat menjadi terkatung-katung tak menentu.
Mereka tak memiliki visi yang jelas dalam memimpin dan mengatur lembaga sebesar kementerian. Padahal, di sanalah nasib rakyat ditentukan. Program-programnya tak terarah dan terkesan berbau serimonial. Yang penting terealisasi dan setelah itu tak ada evaluasi. Ihwal tepat sasaran atau tidak tak menjadi soal bagi mereka.
Yang mendapatkan sorotan paling tajam adalah program bantuan sosial untuk masyarakat terdampak corona, di mana data-data penerimanya amburadul, sehingga tak tepat sasaran, sebagaimana kita mafhum selama ini. Jadi percuma ada bantuan sosial, jika yang berhak menerima tidak menerima dan yang tidak berhak malah menerima dan menikmati bantuan itu.
Selain data yang amburadul, dana bansosnya malah dikorupsi oleh Menteri Sosial sendiri. Sungguh sial memang nasib rakyat kita. Ibarat kata pepatah, sudah jatuh tertimpa tangga pula. Korupsi di masa pandemi adalah kejahatan yang luar biasa karena ia tidak hanya merampok uang rakyat, tetapi juga mencekik leher rakyat dan membunuhnya secara perlahan.
Sebelum Menteri sosial ditangkap KPK, Menteri KKP juga ditangkap KPK dalam perjalanan pulang dari Amerika Serikat soal kasus dugaan suap ekspor benih Lobster. Hasil dari korupsinya sebagian dibelanjakan barang-barang mewah dan bermerek.
Lalu kapan mereka akan mengeluarkan kebijakan-kebijakan yang memihak kepada rakyat di akar rumput, jika mental mereka adalah mental perampok. Ingin kaya raya secepat kilat dan tak perlu susah payah, tentu mereka akan mendahulukan syahwat hewaniahnya daripada akal budinya. Harta dinomorsatukan dan rakyat menjadi yang kesekian.
Tidak ada menteri yang mempunyai ide cemerlang dan gagasan yang of the box. Selain mereka tidak mempunyai terobosan sebagaimana menjadi ekspektasi Presiden dan publik, mereka terlalu kaku melangkah dan mengambil tindakan, terlebih di saat pandemi covid-19 datang memorak-porandakan tatanan kehidupan masyarakat. Maka, reshuffle kabinet menjadi jalanan satu-satunya memperbaiki keadaan.
Harapan Baru untuk Menteri Baru
Mayoritas publik kita mendukung terhadap keputusan Jokowi mereshuffle kabinetnya. Kepada mereka harapan baru digantungkan. Publik punya ekspektasi berlebih terhadap mereka. Harapan itu berupa kinerja menteri yang baik dan kebijakan yang memihak terhadap kepentingan rakyat.
Menteri baru diharapkan memiliki terobosan program yang langsung menyentuh terhadap pokok persoalan yang tengah dihadapi rakyat. Mulai dari persoalan pandemi, pendidikan, ekonomi hingga ancaman konflik horizontal di antara sesama.
Tentu harapan ini akan terwujud ketika fungsi organisasi di kementerian ini beroperasi sesuai porosnya. Ada perencanaan program, realisasi dan kemudian evaluasi. Kelemahan kementerian kita selama ini memang di evaluasi. Nyaris tak ada evaluasi terhadap program yang terealisasi. Bagi mereka yang penting terealisasi. Apakah tepat sasaran atau tidak, tidak menjadi soal bagi mereka.
Dan harapan ini akan terwujud apabila para menteri tersebut mampu menangkapa cita-cita politik Jokowi dan mampu menerjemahkannya ke dalam program-program di setiap kementerian yang ada. Bukan malah bekerja sesuai isi otaknya masing-masing dan semaunya, sehingga cita-cita Jokowi tidak terealisasi dan dirasakan manfaatnya oleh pubkik. Dengan begitu, para menteri berarti gagal menjadi pembantu Jokowi.
Sebenarnya kalau dipikir secara halus, harapan kita kepada menteri baru ini sangatlah sederhana, cukup mereka tidak melakukan korupsi, tidak merampok uang rakyat dan tidak merampas hak-haknya. Selebihnya, tetaplah rakyat yang berjibaku dengan kemiskinan dan kemelaratan.