Jumat, Mei 3, 2024

Menilik Kesepadanan Tanda Jasa untuk Guru Kehormatan

Nurna Eka Senja
Nurna Eka Senja
Mahasiswa Pendidikan Profesi Guru Bahasa Indonesia Universitas Islam Malang. Penyunting buku.

Sebutan guru sebagai pahlawan tanpa tanda jasa masih melekat sampai saat ini. Namun, apakah hal tersebut masih relevan untuk tetap digunakan? Mengingat di KBBI pun sudah tercantum honorarium yang berarti upah sebagai imbalan jasa di luar gaji. Berarti sejatinya perlu ada imbalan atas jasa yang diberikan seseorang. Selain itu, dengan segudang tugas yang diemban, masih pantaskah guru tidak diberi tanda jasa? Atau mungkin sudah patut untuk mendapat gaji?

Guru merupakan profesi, bidang pekerjaan yang dilandasi pendidikan keahlian tertentu. Dengan usaha mencapai keahlian ini, bukankah diperlukan biaya yang pada akhirnya juga perlu adanya kesepadanan ketika keahlian itu dibagikan? Bagi sebagian guru honorer, tanda jasa 1 juta rupiah sudah sangat besar. Masih banyak yang mendapat gaji di bawah itu. Tidak masuk akal apabila tanda jasa ini dilabeli gaji karena nominalnya saja jauh di bawah UMR. Apalagi tanda jasa tersebut belum tentu diterima tepat waktu. Padahal, honorer sendiri berarti bersifat sebagai kehormatan. Apabila yang didapat tidak mencapai titik minimum dari mana kehormatan itu diukur.

Beban Kompetensi Guru

Dalam UU nomor 14 tahun 2005 pasal 8, ada empat kompetensi yang wajib dimiliki guru yakni kompetensi kepribadian, kompetensi pedagogik, kompetensi sosial, dan kompetensi profesional. Semua kompetensi itu perlu dipelajari dan didalami dalam waktu beberapa tahun. Apabila seorang guru sudah memiliki dan menerapkan empat kompetensi tersebut dengan baik, sudah sepatutnya mendapat imbalan jasa yang sepadan. Usaha guru untuk mencapai kompetensi tersebut bahkan diuji berkali-kali, tidak hanya selama pendidikan, tapi juga selama dia bekerja.

Kompetensi kepribadian merupakan kemampuan guru sebagai individu untuk mencerminkan kepribadian yang baik dan dapat diteladani oleh muridnya. Dalam bahasa Jawa guru juga dimaknai sebagai digugu lan ditiru yang maksudnya dapat dipercaya dan ditiru.

Sebagai seorang manusia, guru dituntut untuk sempurna di depan muridnya. Untuk memunculkan rasa kepercayaan pada muridnya, guru perlu bertindak dan berwujud baik. Untuk memberikan kesan yang berwibawa, tentu saja guru perlu bersolek agar tampak dewasa dan meyakinkan, dengan wajah yang segar dan pakaian yang rapi. Untuk mendukung dirinya menjadi berwibawa, tentu perlu modal. Namun, dengan tanda jasa di bawah UMR, sepertinya belum bisa menutupi modal tersebut.

Kompetensi pedagogik mengarah kepada kemampuan guru untuk memahami murid, pembelajaran, dan hasil belajar murid. Di era sekarang, Indonesia tengah menerapkan Kurikulum Merdeka yang mana tujuannya untuk membuat murid belajar dengan memanfaatkan potensi yang sudah mereka miliki. Siapa yang bertugas untuk menggali dan mendata potensi ini? Tentu saja guru. Dalam satu kelas setidaknya ada 30 murid, guru perlu mengetahui satu per satu potensi dan karakter peserta didik. “Jasa” mendiagnosis ini tidak ada tambahan honorariumnya, semua sudah include dengan tanda jasa mengajar. Padahal untuk mendiagnosis satu murid saja belum tentu dapat diselesaikan dalam waktu satu jam.

Kompetensi sosial berkaitan dengan kemampuan guru untuk berkomunikasi dengan murid, sesama warga sekolah, wali murid, dan masyarakat sekitar. Berkomunikasi dengan murid dan wali murid sudah pasti memiliki tantangan sendiri. Murid memiliki perkembangan emosional yang belum stabil, sehingga butuh kesabaran untuk menghadapinya. Begitu juga dengan komunikasi bersama wali murid, sangat mungkin terjadi gesekan dan berdampak buruk bagi guru. Melihat risiko tersebut, tentu saja perlu ditilik lagi tanda jasa yang harus diberikan pada guru. Bukankah semakin besar risiko pekerjaan, maka gaji yang diberikan pun ikut melonjak?

Kompetensi profesional berkaitan dengan penguasaan materi pembelajaran secara luas dan mendalam. Menguasai materi pembelajaran adalah wajib hukumnya bagi guru. Tentu saja, karena satu kata yang disampaikan pada murid bisa jadi memilik dampak perubahan besar pada kehidupan murid tersebut. Untuk itu, guru perlu menguasai materi dengan benar. Di samping itu, saat ini ada satu aspek dalam pembelajaran merdeka yang disebut Koneksi Antar Materi. Di tahap tersebut, guru perlu menuntun murid untuk membuat koneksi baik antar materi dalam satu mata pelajaran maupun dengan materi pada mata pelajaran lainnya. Tentu saja ini menjadi beban berat karena guru juga pasti perlu untuk meluaskan wawasannya agar dapat mendampingi murid-muridnya.

Beban Pembelajaran Abad 21

Berkembangnya zaman, membuat pendidikan pun ikut berkembang. Saat ini, pembelajaran yang dilakukan di sekolah harus dapat membantu murid memiliki bekal agar sukses berkarir di era informasi ini. Upaya yang perlu dilakukan guru untuk menghadapi hal ini salah satunya adalah dengan mengintegrasikan pembelajaran dengan teknologi. Guru perlu membuat berbagai media pembelajaran yang berbasis teknologi. Untuk membuatnya, sudah pasti dibutuhkan alat yang mendukung seperti komputer atau laptop, lebih baik lagi apabila keluaran terbaru, sehingga dapat menggunakan berbagai aplikasi terbaru pula.

Sayangnya, masih banyak guru yang hanya memiliki komputer atau laptop jadul, sehingga belum bisa menggunakan aplikasi yang beragam. Lebih parahnya, masih ada guru yang bahkan belum mampu membelinya karena keterbatasan upah. Padahal, di beberapa bidang pekerjaan lain, komputer sudah disediakan oleh perusahaan.

Di Pembelajaran Abad 21, guru juga dituntut untuk semakin memperbanyak praktik agar murid benar-benar dekat dengan materi yang mereka pelajari. Kegiatan praktik ini tentu saja dapat berupa outing class. Kegiatan belajar di luar kelas ini memiliki risiko yang lebih beasar karena area pengawasan guru menjadi lebih luas. Beberapa kali terjadi hal-hal yang tidak diinginkan seperti murid tanpa sengaja terjatuh hingga terluka. Apabila hal tersebut terjadi, biasanya wali murid pun akan meminta pertanggung jawaban guru. Dengan risiko seperti ini, semestinya guru mendapat tanda jasa yang layak pula.

Kesimpulan

Itulah sebagian beban kerja guru, baik guru PNS maupun honorer. Dengan beban kerja yang berat, perlu adanya solusi serius dari berbagai pihak agar ada kesepadanan tanda jasa yang diterima oleh guru honorer.

Nurna Eka Senja
Nurna Eka Senja
Mahasiswa Pendidikan Profesi Guru Bahasa Indonesia Universitas Islam Malang. Penyunting buku.
Facebook Comment

ARTIKEL TERPOPULER

Log In

Forgot password?

Don't have an account? Register

Forgot password?

Enter your account data and we will send you a link to reset your password.

Your password reset link appears to be invalid or expired.

Log in

Privacy Policy

Add to Collection

No Collections

Here you'll find all collections you've created before.